XL

440 85 24
                                    

            Saat kukatakan bahwa malam ini dingin, aku serius. Kini angin dingin mulai lewat sela-sela lubang ventilasi di atas, membuat bulu kudukku merinding. Aku melipat tanganku di dada, mencoba menutupi fakta bahwa aku sedang kedinginan. Setelah menunggu beberapa saat, mereka semua datang. Bahkan Regis terlihat memakai jaket tebal, dan Jesica memilih menenteng sebuah penghangat tangan. Setelah aku memastikan yang lain duduk dengan nyaman, aku pun mulai membuka rapat.

"Pertama-tama, ini untuk Regis, Jesica, Hani, dan Yuki karena kalian tak ikut di perjalanan kemarin. Misteri yang ada di buku telah terpecahkan. Kami menemukan kakek dan nenek Ex yang berada jauh di sana. Dan Ex menemukan namanya" kataku membuka obrolan.

"Aku Alexa May" katanya sedikit malu. "Tapi kalau kalian ingin memanggilku 'Ex', tak apa-apa" kata lanjut Ex.

"Info kedua, di suatu tempat antah berantah di sekitar pantai, ada beberapa penduduk desa yang masih hidup dan bertahan dari dunia penuh zombie ini" aku menambahkan.

"Huh? Lalu kenapa kau tak memba-" belum selesai Jesica bertanya, Mark memotongnya.

"Mereka kanibal" ucap Mark singkat, menambah suasana dingin.

"HIIIII" Yuki bergidik ngeri.

"Uh-" ucap Prof. Regis, tak yakin apa yang akan ia ucapkan.

"Kami hampir jadi santapan mereka, dan itu adalah pengalaman yang sangat-sangat-sangat buruk. Kulitnya coklat karamel, berbadan besar, dan menyanyikan lagu-lagu aneh" ucap David sambil mencoba mengingat orang-orang biadab itu.

"Banyak hal yang kami lalui. Jembatan hancur, kaki Mark dan tanganku yang terbakar, senjata Ri yang malfunction, dan masih banyak lagi. Namun yang harus kalian tahu, kami kehilangan mobil,... dan buku kuno itu masih berada di dalamnya" kataku disusul oleh suara-suara ingin protes dari Regis, Jesica, Hani, dan Fauzia.

"Lalu bagaimana kita melanjutkan perjalanan? Apa yang harus kita lakukan setelahnya jika buku itu tak ada?" tanya Hani. Ada sedikit kepanikan di nada bicaranya.

"Aku tak begitu mengerti bagaimana jelasnya, tapi kakek dan nenek Ex pernah berada di keadaan seperti ini. 50 tahun lalu, mereka pernah melawan zombie seperti yang kita lakukan saat ini. Mereka tak mengerti soal buku kuno yang kami maksud, tapi mereka menceritakan sedikit pengalaman mereka, dan akhir dari kekacauan ini" kataku mencoba mengingat-ngingat apa yang Tn. Jonathan katakan saat itu.

"Ini seperti,... reinkarnasi" gumam Prof. Regis.

"Aku juga berpikir begitu. Kejadian yang sama terulang kembali setelah tepat 50 tahun. Tak hanya tahun, bahkan relasi antara siapa yang berjuang dahulu dan sekarang pun sama" kataku mencoba menerka-nerka. Yang lain memperhatikan dengan seksama.

"Kalau begitu, harusnya ini lebih mudah, bukan? Kita hanya perlu mengulang apa yang mereka lakukan 50 tahun lalu untuk menghentikan zombie-zombie ini?" tanya Prof. Regis.

"TIDAK!" teriak Ex tiba-tiba, membuat kami semua terperanjat dan reflek menatapnya.

"Maksudku, tidak. Jangan,..." kata Ex. Suaranya memelan. Yang lain masih bisu, menatap Ex keheranan.

"Mam...?" kata Ex memohon sambil memegang sedikit bagian dari bajuku. Ia menggeser ke belakang tubuhku, mencoba untuk bersembunyi. Aku paham ia memintaku untuk melindunginya dari tatapan-tatapan penuh tanda tanya itu.

"Haaah..." aku mengembuskan nafas panjang, lelah.

"Kurasa tak semudah itu. Tn. Jonathan memang bercerita soal hari akhir dimana ia dan teman-temannya dulu melawan zombie. Namun belum sampai akhir, ia berhenti bercerita. Wajahnya memucat dan ia memutuskan untuk pergi meninggalkan kami" kataku pada mereka.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang