XII

555 96 11
                                    

Siang berganti malam. Berapa banyak waktu yang kuperlukan untuk mengakhiri masa kelam ini?

Seminggu?

Sebulan?

Atau bahkan setahun?

Malam ini aku harus fokus berpikir apa yang selanjutnya akan kami lakukan, mencoba memecahkan misteri Ex pada buku itu.

Kini kami semua berkumpul di ruang tamu. Kami sepakat untuk berdiskusi mengenai kapan kami akan melanjutkan perjalanan kami karena bagaimanapun, kami tak bisa tetap berdiam diri disini.

  “Jadi… kapan kita akan mulai pergi?” tanya Jesica membuka pembicaraan.

  “El, bagaimana menurutmu?” Fauzia bertanya pendapatku.

  “Hm… kurasa kita sudah cukup beristirahat. Lagipula mobil kita sudah bisa berjalan lagi, bukan?” tanyaku pada mereka.

  “Kau yakin akan pergi secepat ini, El?” tanya Profesor Regis tiba-tiba.

  “Eh? Memangnya kenapa?” tanyaku bingung.

  “Um… itu.. Ah! Buku itu tak mungkin menuliskan tentangku kalau aku ini tak penting kan?” tanya Profesor Regis kaku.

  “Tunggu… kupikir yang dia katakan ada benarnya. Kurasa buku itu tak akan menuliskan tentang dia kalau dia tak bermanfaat. Tentu saja bukan sekedar mengisi listrik mobil atau membiarkan kita menginap untuk 1 malam” kata Mark.

  “Jadi bagaimana, Regis? Apa kau bisa buktikan bahwa takdir memang meminta kita untuk bersama?” tanyaku pada Regis. Wajahnya memerah.

Tunggu, apa kata-kataku terdengar ambigu?

  “Hei hei hei… apa-apaan untuk kata-kata menjijikkan itu” kata David.

  “Ya ampun, El. Aku tak menyangka bahwa pada akhirrnya kau… dan dia…” kata Fauzia.

  “HEY! Baiklah baiklah. Aku yang salah mengucapkan kata. Jadi, Profesor Regis yang terhormat, apa yang bisa kau lakukan untuk membantu kami melawan zombie?” tanyaku memperbaiki kalimat sebelumnya.

  “Aku… aku akan bantu memodifikasi senjata kalian, atau bahkan memberikan yang baru. Mungkin aku bisa memodifikasi mobil dan meminjamkan alatku pada kalian” tawar Profesor Regis.

  “Oh iya, mengapa kau tak membuat alat untukmu sendiri?” tanya Ex padanya.

  “Entahlah. Aku lebih suka menggunakan otakku daripada ototku. Lagipula aku tak punya otot” jawabnya. Apa jadinya jika zombie memakan otaknya?

  “Kalau begitu, aku akan menjelaskan situasinya. Menurut buku, orang pertama yang harus ditemukan adalah ‘cakram’, dan orang itu adalah Ex. Petunjuknya sudah menunjukkan bahwa Ex bersenjata cakram. Yang kedua adalah ‘heterochremia’, kelainan pada mata. Kau bisa lihat bahwa Mark memiliki kelainan pada matanya. Sebelumnya juga ada Dayne, tapi…” aku bingung menjelaskannya.

  “Lanjutkan” kata Mark singkat. Sepertinya ia tak mau larut dalam kesedihan.

  “Takdir tak memihak untuk menyelamatkan Dayne. Mark menggunakan senapan tetapi pelurunya sudah habis dan Dayne menggunakan rantai sabit. Petunjuk ketiga yaitu ‘lab’ dan kami menemukan Jesica, Fauzia, Hani, dan Yuki. Seperti yang kau lihat, Jesica, Yuki, dan Fauzia ada disini tapi Hani masih berada di lab sana. Mereka menggunakan pedang. Dan sekarang kami bertemu denganmu” kataku panjang lebar berharap Profesor Regis mengerti apa yang aku bicarakan.

Lagipula, untuk apa ia memiliki gelar profesor bila ia tak mengerti apa yang aku bicarakan?

  “Bagaimana? Apa kau bisa memodifikasi senjata-senjata dan menyusun strategi? Tentu saja aku akan membantumu karena aku juga bekerja di bidang yang sama. Tapi kau tahu, masih jauh untukku menyandang gelar profesor” kata Jesica pada Profesor Regis.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang