XLVIII

289 70 24
                                    

  "HUP!" ia melompat dan mengayunkan tongkat kastinya yang berduri ke arah zombie-zombie yang mulai menggapaiku.

"CRATTT!" ayunan satunya mengoyak zombie, tapi juga mengoyak mata kananku. Aku mulai sadar. Samar-samar kulihat David maju dan menyerang zombie, melindungiku.

Sayangnya aku salah. Aku terlalu percaya diri menganggap bahwa David akan bangkit dan melarikan diri sehingga aku bisa melindunginya. Nyatanya, ia bangkit untuk melemparkan dirinya dan menyerang zombie dengan tongkat kasti durinya. David berbalik ke arahku, memastikan bahwa aku tetap hidup. Wajahnya terlihat merasa bersalah saat ia lihat sebelah mataku hancur karena tongkatnya. Pengelihatanku yang hanya mengandalkan mata kiriku mulai kabur. Walau buram, kulihat zombie di belakang David mulai menghampirinya.

"DAVIIIIIIIIID!!!!!" teriakku tak percaya. Aku berteriak dengan seluruh tenaga yang kupunya. Tangisku kembali pecah. Mata kiriku menangis hebat, dan mata kananku menangis darah. Aku memanjangkan tanganku mencoba menggapainya. Zombie menggapainya terlebih dahulu, menggerogoti tubuhnya dari belakang.

Suara teriakanku menarik perhatian Regis yang kemudian memfokuskan penyerangannya terhadap zombie-zombie di sekitarku. Leher David terkoyak, digigit dan dirusak oleh zombie keparat itu. Tubuhku terlalu lemas. Semuanya mati rasa.

"David,... David,... David,..." aku hanya menggumamkan namanya berkali-kali seiring dengan akalku yang mulai hilang.

Di sisi lain, Jesica mulai menyiapkan pemantik untuk membakar jerami di bawah Dayne. Mark menggila saat Jesica benar-benar melemparkan pemantik itu pada jerami, membuatnya menjadi api besar.

"TIDAK! DAYNE! TIDAAAAAK! LEPASKAN AKU!!!" Mark histeris sambil mencoba melepaskan diri dari Ri dan Ex. Mereka berdua menahannya sekuat tenaga.

Api besar di bawah Dayne mulai membakar dirinya. Mark kehilangan akalnya dan mulai mengutuk. Semakin lama suaranya semakin mengecil. Ia kehabisan tenaga. Ri dan Ex memeluknya dari belakang. Begitupun Jesica, Yuki, dan Fauzia yang saling berpegangan tangan erat. Air matanya meleleh melihat Dayne perlahan terbakar. Dan detik itu, Dayne menunjukkan senyum terakhirnya.

Seiring terbakarnya Dayne, terbakar juga semua zombie-zombie di bumi, begitu pula zombie yang ada di medan pertempuran, begitu pula David yang berubah menjadi zombie, tubuhnya terbakar hebat.

"AAAARGHHH DAVID KAU TAK BOLEH MENINGGALKANKU!!" teriakku kembali histeris. Aku mengeluarkan sisa-sisa tenagaku untuk maju, mencoba menggapainya yang sedang terbakar. Ex menyadarinya dan langsung memegangiku. Semuanya menangis hebat.

Semakin terbakar, terus terbakar, dan berubah menjadi abu. Saat Dayne benar-benar berubah menjadi abu, semua zombie pun begitu. Hancur lebur, luntur, menyatu dengan salju yang dingin. Mark masih histeris sampai akhirnya ia tak kuat lagi. Dalam sepersekian detik, ia jatuh pingsan.

Aku yang tak bisa apa-apa lagi mulai membenturkan kepalaku berkali-kali pada salju yang dingin, berharap ini hanyalah mimpi. Berharap aku bisa terbangun esok hari dan semunya kembali seperti sedia kala. Berharap David masih ada.

"BRUGHHH!" aku menghantamkan kepalaku dengan keras, tak terima kenyataan.

Perlahan, semuanya menjadi semakin samar, menjadi semakin gelap. Semuanya hitam di kepalaku. Oh Tuhan, aku harap aku mati saja.


-------------------------------------

eits masih ada 2 chapter lagi kawan, tahan ya

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang