Wajah orang-orang itu mulai panik. Mereka menghentikan musiknya dan menatap ke arah kakek tua yang menunggangi kuda dan membawa dua buah pistol revolver di tangannya. Salah satu pistol itu terlihat mengeluarkan asap. Aku yakin ia menggunakan pistol itu untuk menembak orang ini.
Kakek tua memakai sebuah rompi coklat yang kelihatannya terbuat dari kulit binatang, sapi mungkin? Seluruh rambut dan janggutnya beruban, berubah menjadi putih. Ia memakai sebuah topi ala koboy berwarna coklat, serasi dengan rompinya. Sepatunya berwarna hitam pekat, begitu juga dengan kudanya. Kudanya berdiri sebentar, meringkik kencang, seakan-akan menunjukkan bahwa ialah kuda terkuat. Orang-orang kanibal ini beku seketika.
"Bukankah sudah kubilang untuk berhenti menculik manusia-manusia lagi?!" teriak kakek itu tegas namun penuh wibawa.
"Kau tahu pak tua, ini yang kesekian kalinya kau mengganggu perburuan kami" ucap seseorang diantara mereka. Kurasa itu kepala sukunya.
"Kau kalah pertarungan denganku, dan yang kuminta hanyalah berhenti melakukan perburuan pada manusia. Dasar sialan" ucap kakek itu.
"Kalah yah? Bagaimana kalau kita coba ulang per-" belum selesai kepala suku itu bicara, peluru itu sudah meluncur tepat menuru jantungnya. Darah keluar dari tempat ia tertembak.
"Banyak omong" kata kakek itu. Entahlah, tapi kakek itu terlihat sangat keren.
"Si- sial-" ucap kepala suku itu yang sedang sekarat itu. Matanya masih melotot.
"Dorr!" kakek itu menembak lagi, tepat kearah kepalanya.
"Dorr!"
"Dorr!"
"Dorr!"
Kakek itu menembakkan beberapa peluru lagi ke seluruh bagian tubuh kepala suku itu. Kini kepala suku itu benar-benar mati, meregang nyawanya. Matanya masih melotot, namun siapapun tahu kalau ia telah mati. Terbaring di tanah dingin dengan tatapan-tatapan kaget para kaumnya. Ah, cara mati yang menyedihkan.
"Cih" ucap salah satu dari mereka sambil pergi menjauh diikuti yang lainnya. Kurasa mereka menyerah untuk menjadikan kami santapan mereka. Tapi... sebenarnya siapa kakek itu?
Kakek itu menghembuskan nafas panjang kemudian turun dari kudanya. Ia menghampiri kami dan tersenyum. Ia memotong tali yang melilit kami dengan pisau yang ia bawa di balik rompinya. Ia tersenyum pada kami, yaah setidaknya sebelum ia melirik Ex. Wajahnya berubah menegang. Ia mengalihkan pandangannya.
"Aku tak menyangka anak muda seperti kalian masih bisa hidup" kata kakek itu.
"Ah, kami juga heran Tuhan masih berbaik hati membiarkan kami hidup" jawabku.
"Hahahaha, selera humormu boleh juga, bocah" tawa kakek itu meledak. Tawa khas seorang kakek yang mendengar cerita lucu.
"Jadi... siapa nama Tuan" kata Mark padanya.
"Aku adalah seorang Sherif. Namaku Jonathan Wick" jawabnya gagah.
"Namaku Mark. Yang rambutnya ungu disana adalah El. Anak laki-laki ini adalah David, ia adiknya El. Manusia setengah mesin ini adalah Ri, dan anak yang bermata emas itu adalah Ex" jelas Mark panjang lebar sambil menunjuk kami satu-persatu.
"Ex?" gumam kakek itu.
"Yeah?" tanya Ex kaget.
"Berapa umurmu?" tanya Tn. Jonathan.
"Entahlah, aku pun tak yakin. Mungkin 16 tahun" jawab Ex ragu.
"Kemana ibumu?" Tn. Jonathan bertanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death 2 : Illusion
Adventure(BACA LID SEASON 1 DULU) Life in Death season 2 telah hadir! Aku tak tahu selamat dari gedung berlantai 3 itu sebuah berkah atau kutukan. Tapi demi apapun, aku lebih memilih mati dibanding berubah menjadi makhluk mengerikan bernama Zombie itu. Perja...