XLVI

270 65 6
                                    

            Aku berpikir aku akan menyelesaikan semuanya saat aku berhasil masuk ke dalam gua ini, namun kurasa, kali ini aku lah yang selesai. Aku bahkan tak tahu apa yang harus kulakukan sebelum akhirnya kudengar suara itu.

"MAAAAAAMMMMM!!! MAAAAM!!!" teriaknya. Kudengar suara Ex memanggilku dari atas.

"MAAAAAM!! MAM DIMANA?!!" teriaknya kencang. Kurasa ia memakai pengeras suara.

"DI SINI!!!!!" EX!! AKU DI SINI!!!" teriakku sekuat tenaga, sampai-sampai tenggorokanku terasa mau putus.

Suara gemuruh yang familiar itu mendekat. Kurasa Ex membawa helikopter untuk menolong. Aku melihat ke atas dan helikoter itu tepat berada di atas lubang gua, tak cukup untuk masuk. Aku masih mencoba menebas zombie yang mendekat, sesekali melihat ke atas. Ex turun dengan tangga, dan melemparkan tali tambang besar ke bawah, cukup untuk menggapaiku. Kemudian ia berpegangan dengan tali dan turun sedikit demi sedikit, mencoba sedekat mungkin dengan posisiku.

"MAM LOMPAT! AMBIL TALINYA!" teriaknya kencang. Aku yang panik langsung mematikan gergajiku dan melompat, mencoba menangkap tali yang masih bergoyang. Satu zombie berhasil menggapai kakiku tepat setelah aku menggapai tali. Aku berusaha menggoyang-goyangkan kakiku, berharap zombie itu lepas. Bencananya, zombie lain berpegangan dengan zombie yang menggapai kakiku.

"EX! BAWA PERGI HELIKOPTERNYA! AKU AKAN MENGURUS YANG DI SINI!" teriakku. Bila kita tetap diam di sini, bukan tak mungkin helikopter itu yang akan jatuh karena beratnya zombie-zombie yang menggantung.

"KEMBALI KE LAB!" teriak Ex mengoper kata-kataku. Sudah jelas bukan ia yang menerbangkan helikopternya.

Helikopter kembali meninggi, dan kini Ex masih di luar, menahan tangga helikopter dan tali untukku. Sedangkan aku dan kedua zombie ini masih menggantung. Mataku membelalak saat zombie itu berusaha menggigit kakiku. Aku mencoba memukul-mukulnya dengan logam gergaji mesin sekuat tenaga. Setelah ia berusaha mengigit, akhirnya ia jatuh, begitu pula zombie lainnya yang menggantung padanya. Ex berusaha memanjangkan tubuhnya dan mengulurkan tangannya untuk membantuku naik. Tanganku yang memegang gergaji berusaha memegang tali juga, dan tanganku yang lainnya menggenggam tangan Ex. Ia berusaha menarikku untuk ke atas. Setelah beberapa panjatan, kami akhirnya sampai di dalam helikopter.

Ex menarik kembali tali tambang dan tangganya. Aku yang kelelahan langsung bersandar di kursi helikopter. Yang kudengar kali ini hanyalah nafas-nafas beratku sendiri, dan tentu saja raungan-raungan zombie yang berada di bawah. Ex kembali masuk dan duduk di sebelahku, membiarkan kaca helikopter terbuka lebar.

Langit senja yang terlihat jingga masih terlihat indah sampai detik ini. Aku tak tahu apakah aku masih diberi kesempatan untuk melihatnya lagi esok hari. Di bawah, zombie-zombie sialan itu semakin banyak. Raungan-raungannya terdengar jelas. Dan saat ini, aku hanya istirahat sejenak.

"Syukurlah Mam selamat" ucap Ex tiba-tiba sambil melihatku. Matanya sedikit berbinar.

"Terima kasih, Ex. Kau datang di saat yang tepat. Bila kau tak datang saat itu juga, aku mungkin sudah berubah menjadi makhluk mengerikan itu" kataku lega. Setidaknya, aku, kita semua masih selamat.

"Lalu, terima kasih kau-" kataku memajukan badan, berniat berterima kasih pada yang menerbangkan helikopter. Tentu saja setiap kalimatku terpotong, namun kali ini, aku tak akan marah.

"Sama-sama" katanya sambil menoleh. ASTAGA, ADRIAN?

"ADRIAN? Kau bisa menerbangkan helikopter?" kataku kaget. Wajahku mulai memerah, kurasa wajah Ex juga. Oh Tuhan, apa yang kurang dari pria ini?

"Begitulah" katanya singkat sambil kembali menoleh ke depan. Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhan,... aku tak tahu harus bilang apa.

"Ex, kau memiliki waktu yang menyenangkan, huh?" kataku pelan sambil menyenggol Ex dengan canda.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang