Dan kini, mau tak mau kami harus mengambil langkah untuk melawan. Kami tak bisa membiarkan zombie-zombie itu tetap berdiri disana sambil berusaha mendobrak mobil. Kami menyiapkan senjata kami masing-masing dan mulai mendorong paksa pintu mobil. Walau cukup kesusahan, akhirnya kami berhasil membuka paksa pintu mobil.
Aku mengarahkan gergaji mesinku yang sudah menyala kepada apapun yang ada di depanku, menebas zombie-zombie itu menjadi bagian-bagian kecil yang tak beraturan. Kurasa untuk saat ini, lebih baik melawan selagi jumlah zombie-zombie itu masih belum seberapa.
Disini Ex harus bersikap ekstra hati-hati. Cakram yang ia lemparkan bukan hanya bisa mengenai kepala zombie, tapi kepalaku juga bisa ikut terpenggal. Kami maju lebih jauh dari mobil, mencoba melebarkan gerakan. Beberapa zombie bahkan harus Ex injak agar gerakan melempar cakramnya lebih akurat.
Mark, Jesica, Fauzia, Yuki, dan David membunuh zombie-zombie itu menggunakan pedang. Cukup jelas karena kini senapan Mark tak berguna tanpa peluru dan tongkat baseball besi milik David sudah lama hilang sejak waktu serigala zombie itu. Untungnya Jesica cukup sigap untuk membawa senjata cadangan untuk Mark dan David.
Kami menjadi sibuk dan semakin sibuk. Kurasa zombie-zombie pun semakin bertambah banyak. Mereka menjatuhkan diri dari atas gunung untuk menghampiri kami. Disaat kami mulai kewalahan, suara itu muncul.
“Semuanya berpencar!” teriak laki-laki yang sedang berlari menghampiri kami. ia memakai baju yang sepertinya berbahan besi. Rambutnya tampak kaku keatas.
Kami reflek berpencar, menjauh satu sama lain. Ia berlari mendekat dan mengarahkan tangannya yang terbalut besi dan beberapa tombol kearah zombie-zombie itu. Dan seketika…
“BZZTTTT!” beberapa zombie yang berada di daerah jangkauan tangan yang ia arahkan tersetrum seketika, tumbang.
Bahkan kurasa, mereka tersetrum sangat kuat sampai kulit mereka berubah menjadi hitam. Bau daging bakar mulai menyebar, melewati hidungku.
Ugh, kurasa aku tak akan bisa makan selama beberapa hari saking baunya.
Mataku terbuka lebar, hampir melotot. Kekuatan apa yang ia punya sampai-sampai para zombie itu tumbang seketika dan berubah menjadi tumpukan daging bakar yang gosong? Ia mulai mengarahkan tangannya ke zombie di arah lain. David yang masuk dengan jangkauan langsung berlari menjauh, menghampiri Ex yang berada disisi lain.
“BZZZTT!!” saat cahaya listrik keluar dari tangannya lagi, rambutku hampir berdiri, terangkat karena adanya muatan listrik. Rambut Jesica yang ikal terangkat lebih parah. Aku masih terdiam, melihat lelaki itu yang terus menyetrum zombie-zombie itu sampai tumbang.
“Maaf yah, zombie-zombie itu memang sering turun dari gunung…” sesaat setelah lelaki itu mengatakannya, ia tumbang. Kurasa ia masih sadar, namun ia tiba-tiba terjatuh.
“Aaah… begini lagi… kurasa aku terlalu banyak mengeluarkan energiku” katanya sambil berbaring.
Kami tak berbicara apapun. Kami mendekati lelaki itu, mengelilinginya. Entahlah, tak ada yang mengambil tindakan untuk sekedar menggendongnya.
“Haaah… jadi kalian tak akan menggendongku?” tanya lelaki itu.
“Ummm… anu… apakah kami akan tersetrum saat memegangmu?” tanyaku bingung.
“Ah… tentu saja tidak” kata lelaki itu sambil terkekeh pasrah.
Mark mengambil tindakan untuk menggendongnya, sedangkan Jesica bersiap membuka pintu mobil.
“Ow ow ow… kita mau kemana? Arahnya ke sebelah sana!” kata lelaki itu sambil menunjuk kearah sebaliknya.
“Ke mobil?” tanya Jesica bingung.
“Mobil kalian bergerak pakai listrik?” tanya lelaki itu.
“Umm… kurasa iya” kata Fauzia.
“Disini kalian tak bisa menggunakan listrik. Listrik pada mobil kalian juga otomatis terserap ke alat ditanganku. Itulah sebabnya mobil kalian tak bisa maju” lelaki itu menjelaskan.
“Jadi maksudmu kami harus meninggalkan mobil ini disini, begitu?” tanyaku bingung.
“Kurasa lebih baik kalian pergi bertemu tuanku dan esok hari kalau tuanku mengijinkan, kalian bisa membawa mobil kalian ke lab” kata lelaki itu.
“Kalau tuanmu mengijinkan? Lelucon macam apa itu? Memangnya siapa tuanmu sampai ia yang menentukan apa yang harus kita lakukan?” kata Mark sedikit marah.
“Jadi kalian akan membawaku atau tidak?” tanya lelaki itu yang mulai kelihatan kesal.
“Tergantung, apa yang bisa tuanmu berikan?” tanyaku meminta jaminan.
“Umm… tuanku bisa memberi listrik agar mobilmu bisa maju lagi? Bahkan mungkin dia bisa memodifikasinya jadi lebih canggih” jawab lelaki itu.
Kami berpikir sejenak. Sebenarnya, tawaran itu cukup menarik. Lagipula apa yang bisa kami lakukan dengan mobil ini tanpa adanya listrik?
“Baiklah, kalau tuanmu bisa memberiku senjata selain pedang, kami akan mengantarmu!” seru David kencang sambil maju beberapa langkah.
“Eh?” tanyaku sambil melihat kearah David.
“Ayolah, aku ingin senjata lain” kata David memelas.
“Tawaran diterima” kata lelaki itu disusul oleh geraman yang lain kearah David.
Mark menggendong lelaki itu menuju arah yang ia tunjukkan. Kurasa lelaki itu tak terlalu berat karena Mark tak terlihat kesusahan saat menggendongnya.
Kami berjalan beberapa lamanya. Aku menggendong 2 tas sekaligus sampai-sampai punggungku terasa mau patah. David berjalan dengan senyum lebar terlukis di wajahnya. Dari wajah dan gerakan ia berjalan, siapapun tahu kalau ia sedang bahagia. Bagaimanapun ia akan segera mendapat senjata baru.
“Hey” kata lelaki itu ke arahku dan Ex. Aku menengok ke arahnya.
“Bukan, maksudku yang disebelahmu” kata lelaki itu. Kurasa yang ia maksud adalah Ex.
“Ex” kataku sambil menyenggol Ex.
“Iya, Mam?” tanyanya terhentak. Mungkin Ex sedang melamun.
“Kurasa ia memanggilmu” kataku pada Ex.
“Ada apa?” tanya Ex pada lelaki itu.
“Apa yang ada di tanganmu itu?” tanya lelaki itu pada Ex.
“Oh? Ini cakram” jawab Ex singkat.
“Cakram?” lelaki itu memastikan.
“Iya” Ex menjawab singkat.
Kami terus berjalan dan terus berjalan. Setelah beberapa bangunan tinggi, barulah terlihat satu bangunan aneh yang sangat luas diujung sana. Bangunan terlihat sangat tinggi, berwarna biru neon, dan memiliki panel surya di sampingnya. Beberapa lampu tampak menyala di bangunan itu.
“Itu tempatnya” kata lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death 2 : Illusion
Adventure(BACA LID SEASON 1 DULU) Life in Death season 2 telah hadir! Aku tak tahu selamat dari gedung berlantai 3 itu sebuah berkah atau kutukan. Tapi demi apapun, aku lebih memilih mati dibanding berubah menjadi makhluk mengerikan bernama Zombie itu. Perja...