XIX

529 87 9
                                    

  "EL! KAU TAK BENAR-BENAR MENGHABISI SARAPANKU, KAN?" teriaknya sambil keluar dari tenda. Itu David. Kurasa ia sudah benar-benar bangun sekarang.

"Sarapannya bahkan belum dimulai, David" jawabku padanya.

"Apa yang kau lakukan, El?" tanya David sambil menghampiriku. Ia ikut berdiri di sebelahku.

"Aku... aku juga tak tahu. Terlalu banyak yang aku pikirkan" jawabku padanya sambil menatap ke arah laut.

"Hm... aku bisa melihatnya El. Wajahmu" katanya serius.

"Wajahku?" tanyaku bingung.

"Yeah, wajahmu terlihat seperti kau punya banyak pikiran. Tak heran kau terlihat seperti nenek-nenek" katanya membuatku jengkel.

"Sialan kau, David. Kau terlihat lebih tua dariku, kok" jawabku jengkel.

"Aku tak terlihat lebih tua, El. Kau harus terima kalau aku semakin lama semakin tinggi dan tinggiku akan menyusulmu" katanya membuatku kesal.

"Terserah lah, tapi kau harus tau kalau aku lebih kuat darimu" jawabku menyombongkan diri.

"Dan aku lebih cepat" katanya sambil bangkit dan mengambil ancang-ancang lari sesaat setelah ia menimpukiku dengan segenggam pasir basah.

"SIALAN KAU BOCAH!" teriakku sambil mengejarnya. Bocah itu perlu tahu rasanya ditendang.

"Sudah kubilang lariku lebih cepat darimu!" teriaknya sambil terus berlari. Kenapa kakinya cepat sekali?

Aku mengejarnya kesana kemari, menyusuri sepanjang pesisir pantai. Tubuhku terus berlari, berusaha menggapainya. Detik ke detik kakiku mulai melemah. Aku mulai melambat sambil menatapnya yang terus berlari menjauh. Jadi, begini rasanya ditinggalkan?

Kepalaku terasa pusing. Aku perlahan duduk, mengistirahatkan kakiku yang lelah menopang badan. Badanku terasa lemah. Setelah beberapa detik, David menyadari bahwa aku tertinggal di belakang, duduk dan terkulai lemas. Ia menatapku dan berlari menghampiriku. Panik tersirat di wajahnya.

"EL!" teriaknya sambil berlari menghampiriku.

Dalam beberapa detik, ia sudah sampai di depanku. Matanya berbinar, khawatir.

"El! Kau kenapa?" tanyanya sambil berusaha melihat kakiku, mencari bagian yang terluka.

"Bocah setan..." kataku lirih.

"Hah?" kata David bingung. Ekspresinya berubah.

"KAU BOCAH SIALAN BERANINYA MELEMPARKU DENGAN PASIR BASAH!" teriakku mencengkram bajunya dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku sibuk memukuli badannya, meluapkan amarahku. Tertipu kau sialan!

"AAAK KAU MENIPUKU DASAR NENEK LAMPIR" katanya kesal berusaha melarikan diri tapi tertahan oleh cengkramanku.

"Siapa yang kau panggil nenek lampir, haha? Siapa? Siapa?!" kataku yang sekarang beralih melempari pasir basah ke tubuhnya.

"Baiklah baiklah ampun! Aku tak akan mengulanginya!" kata David pasrah.

"Hey hey hey! Ayo sarapan! Ikannya sudah ada!" kata Mark sambil menghampiri kami. Di sebelahnya ada Ex dan Ri.

Aku melepaskan cengkramanku pada David dan perlahan bangkit. Aku mengintip ember yang dibawa oleh Mark. Ada beberapa ikan, tak banyak tapi ukurannya cukup besar. Cukup untuk kami semua sarapan. Baju Mark dan Ex terlihat basah. Mungkin mereka masuk ke air. Sedangkan Ri sendiri, ia tak terlihat basah sedikitpun. Tak heran, lagipula ia tak akan masuk ke air. Aku bergegas bangkit dan ikut bersama mereka untuk kembali ke daerah tenda. Walaupun aku belum puas menimpuki David dengan pasir basah, siapa yang akan menolak sarapan ikan bakar?

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang