XXXVII

350 81 11
                                    

Hanya seperti itu. Keesokkan harinya berlanjut seperti yang direncanakan. Cahaya pada tubuh Ri menyala sekitar 6 sampai 7 kali dalam sehari. Setelah cahaya itu berhenti, kami mengandalkan pengelihatan Ex. Semakin dekat dengan cahaya itu, maka semakin jelas pula titik yang Ex lihat. Terkadang cahaya pada tubuh Ri muncul pada waktu yang tak tepat, misalnya saat kami sedang makan siang, saat sedang tidur, bahkan saat kami baru saja akan duduk untuk beristirahat. Semuanya berjalan dengan baik tanpa ada masalah, terlebih lagi saat kami berada di zona aman yang tak kami temukan zombie satupun.

Malam ini terasa lebih berangin dari biasanya. Rambutku berkibar tak karuan, membuatnya terlihat kusut. Rasanya seperti berdiri di depan kipas angin. Ranting-ranting pohon terlihat bergoyang, daun-daunnya berjatuhan. Pohon-pohon itu bergemuruh terkena angin. Namun untuk beberapa saat, bisa kudengar gemuruh lain dibalik suara gemuruh pohon.

"Kalian dengar itu?" tanyaku pada yang lainnya.

"Gemuruh pohon?" tanya Ex.

"Bukan, yang lain" timpal Mark yang sepertinya juga mendengarnya.

"Raungan zombie?" tanya Ri.

"Bukan, bukan" tanyaku menyangkal, tapi tak bisa memastikan.

"Kenapa telingaku mendengarnya seperti suara motor racing, yah?" tanya David.

"Itu lebih tak masuk akal, David. Bagaimana-" belum selesai Ri berbicara, sudah kupotong lagi. Kasihan Ri.

"ITU SUARA MOTOR" kataku kencang. Kali ini aku yakin. Suaranya mendekat lebih jelas, dan bisa kudengar hanyalah mesin motor yang digas kencang.

"Brrrmmmm brrrmmm" suaranya semakin kencang. Aku yakin pada tahap ini, semuanya juga bisa mendengar suara itu.

Semakin dekat, semakin dekat, dan semakin dekat. Pada tahap ini, aku tak tahu apakah aku harus senang atau takut. Maskudku, mendengar suara motor yang semakin mendekat di tengah malam di hutan? Bukankah tak masuk akal?

Semak-semak berjarak beberapa meter di depan kami tiba-tiba bergoyang disertai dengan suara motor yang digas itu.

"BRRRMM!" suara motor itu terdengar jelas disusul oleh motor yang melompat dari balik semak. Motornya terlihat seperti motor besar berwarna hitam. Totalnya ada 3, dan masing-masing dari mereka yang membawa motor membuka helmnya.

"KALIAN!" teriakku sambil menghampiri mereka.

Itu Jesica, Hani, dan Fauzia. Mereka mengendarai motor di tengah malam begini untuk menjemput kami. Yang lain masih menganga. Mataku berbinar saking senangnya. Artinya, kami bisa pulang lebih cepat, bukan?

"Kalian keren sekali" gumam Ex sambil menatap mereka, mengedip beberapa kali untuk memastikan.

"Sebenarnya ini bukan saat yang tepat untuk menerima pujian, tapi, terima kasih" jawab Jesica.

"Kenapa kalian kesini?" tanya David. Pertanyaan aneh memang, tapi aku sendiri pun penasaran mengapa mereka memutuskan untuk menjemput kami di tengah malam seperti ini. Maksudku, mengapa tiba-tiba?

"Kami lihat semua pergerakan Ri lewat pelacak. Sekitar 1 kilometer di depan kalian ada jurang, kami takut kalian malah akan tersesat" kata Fauzia.

"Lagipula, ada jalan yang lebih cepat tanpa harus lewat jurang" tambah Hani.

"Hani! Rambutmu masih dikepang?" tanyaku, keluar dari konteks.

"El! Luka di hidungmu masih ada?" tanyanya. Astaga, pedas sekali.

"S A S S Y" kataku padanya, disusul oleh tawa yang lain.

"Yuki mana?" tanya Ex.

"Masih tidur. Lagipula ia tak bisa menyetir motor, jadi tak perlu ikut" jawab Jesica.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang