Waktu berlalu lebih cepat, apalagi saat kau tidur. Sinar mentari dari celah jendela menyambutku, langsung menusuk mataku yang baru saja akan terbuka.
"Ugh, silau" batinku mengeluh.
Aku menutup mataku dengan punggung tanganku, mencoba meminimalisir cahaya yang masuk ke mataku. Tapi bagaimana pun, cahaya itu masih terlalu menyengat untuk aku tatap. Entahlah, mungkin ini takdir aku harus bangun.
Aku memfokuskan pandanganku setelah memakai kacamata. Jam dinding kayu di ujung sana menunjukkan pukul 1 siang. Ah, aku baru tidur sekitar 5 jam setengah. Bahkan sebelum aku sadar sepenuhnya, aroma kue coklat tercium, menggoda hidungku, menarikku ke tempat bernama ruang makan itu.
"Kue coklat!" seruku kencang menarik perhatian semua yang ada di sana. Ex, Mark, David, Ri, Ny. Daisy, bahkan beberapa anak kecil yang sedang asik bermain langsung menatap ke arahku.
"Um... maksudku, aromanya tercium sampai kamar" kataku canggung sesaat setelah aku ingat kalau kue coklat itu milik anak-anak.
"Mam sudah bangun?" tanya Ex memecah keheningan, membuat rasa canggungku berkurang.
"Yeah, begitulah" kataku sambil menghampiri mereka yang duduk di karpet, mencoba bergabung walaupun aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan.
Anak-anak itu masih diam, padahal aku yakin sebelumnya mereka sedang asik mengobrol. Tiga anak laki-laki dan dan dua anak perempuan kembar yang menggemaskan. Aku berusaha untuk tak menyadari bahwa mereka semua sedang menatapku sekarang, tapi mau bagaimana pun, hawa tatapan mereka terlalu besar untuk aku abaikan, membuatku ingin menatap balik ke arah mereka. Mata besar mereka menatapku dengan bingung, aku sendiri bahkan tak tahu apa yang mereka pikirkan.
"Ah, mereka begitu karena kau belum memperkenalkan diri" kata Ny. Daisy. Ah, kalau dipikir-pikir, ini pertama kalinya aku bertemu mereka. Mungkin aku bangun terlalu siang hingga ketinggalan perkenalan.
"Um,... namaku El. Umurku 18 tahun, dan aku suka keju" kataku bingung memperkenalkan diri. Lagipula aku harus bicara apa di depan anak-anak.
"Dan dia tidak punya pacar" celetuk David merusak perkenalanku. Sialan.
"Apa sih kau ini" kataku ketus. Kebiasaan.
"Maafkan aku anak-anak. Kakak ini memang agak sensitif" kata David sambil melihat ke arah anak-anak.
"Ooooooh~" anak-anak itu ber-oh ria. Wajah polos mereka menggemaskan. Aku mulai berpikir apa saat aku kecil aku terlihat menggemaskan juga seperti mereka atau tidak, ya?
"Intinya, kalian harus baik-baik dengan Mam-ku dan Mark. Mereka pemarah" kata Ex pada anak-anak itu.
"Oooooooh~" mereka ber-oh ria sekali lagi. Uh, menggemaskan.
"Ayolah, Ex. Aku bukan pemarah. Aku hanya tak terbiasa dengan anak-anak" kata Mark menyangkal.
"Tapi kau memang galak, Mark" kata Ri tiba-tiba yang sejak tadi diam saja.
"Ah, tak taulah" kata Mark pasrah, mencoba menghilangkan perdebatan.
"Begini saja, bagaimana kalau perkenalan ulang? Tapi sebelum itu, kalian harus memperkenalkan diri kalian dulu" kata Ex pada anak-anak itu disusul oleh anggukan anak-anak itu.
Salah satu anak laki-laki dengan rambut keriting pirang itu berdiri. Kulitnya putih dengan bibirnya tipis.
"Halo, aku Rei. Aku suka kue dan susu hangat" katanya malu-malu. Ah, sudah kuduga, memperkenalkan makanan kesukaan akan lebih dihargai oleh anak-anak. Setidaknya, menurutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life in Death 2 : Illusion
Adventure(BACA LID SEASON 1 DULU) Life in Death season 2 telah hadir! Aku tak tahu selamat dari gedung berlantai 3 itu sebuah berkah atau kutukan. Tapi demi apapun, aku lebih memilih mati dibanding berubah menjadi makhluk mengerikan bernama Zombie itu. Perja...