IV

675 93 5
                                    

Keesokkan harinya, saat langit masih gelap dan udara dingin menusuk kulit, kami sudah bersiap-siap. Tentu saja, aku yang terakhir bersiap-siap. Semua orang disini tahu bahwa aku tak biasa bangun di pagi hari. Walau begitu, aku salut pada Ex yang pada fajar ini, ia sukses membangunkanku dan membuatku siap-siap.

  “Jadi, kita berangkat naik apa?” tanyaku bingung. Maksudku, kita tak mungkin berjalan kaki, kan?

  “Oh, El, kau belum liat ke belakang yah?” tanya Jesica padaku.

  “Belakang mana?” tanyaku bingung.

  “Uhm, ruangan besar di belakang yang dikunci itu” kata David.

  “Oh, belum” jawabku. Hmm… kalau dipikir-pikir aku memang tak mengelilingin penginapan ini. Entahlah, mungkin aku terlalu lelah.

  “Ayo kita ke mobil” ajak Jesica.

  “Eeeeh? Bukannya kalian bilang kalau Jesica atau yah salah satu dari kalian akan datang naik motor super cepat, yah? Eh? Atau aku lupa lagi?” tanyaku bingung.

  “Ah, Mam, kau tak salah kok. Mereka yang salah. Waktu itu bilangnya akan naik motor, tapi mereka malah datang naik mobil” kata Ex sambil menepuk-nepuk pundakku disusul oleh pandangan sebal dari Jesica dan Fauzia.

  “Ya kau pikir saja. Untuk apa aku dan Fauzia berboncengan motor di tengah kerumunan zombie?” tanya Jesica kesal.

  “Sudah sudah. Mengapa kalian selalu bertengkar sih? Daripada kalian saling bertengkar, lebih baik tenaga kalian dipakai untuk mengangkat barang-barang ini ke ruang belakang tempat mobil. Kalian pikir barang-barang berat ini harus aku semua yang angkut?” tanya Mark kesal sambil membawa barang-barang. Ah, seperti akan piknik saja.

Kami pun menuju ruang belakang sambil membawa barang-barang kami karena Mark sudah mulai rewel. Dan ketika aku sampai di ruang belakang, Oh Tuhan, aku tak tahu harus berkata apa. Aku baru tahu ada mobil sebesar ini. Mobil berwarna hijau tentara ini bahkan terlihat jauh lebih besar dibanding mobil yang kami pakai terakhir kali.

  “Ini mobil darurat, El. Kami hanya punya satu dan kami rasa ini adalah saat yang tepat untuk menggunakannya” kata Jesica enteng. Wah, dia sudah seperti dukun saja.

Kami naik ke mobil besar itu. Ah, sebenarnya yang naik sendiri itu mereka semua kecuali aku. Mark bahkan harus menggendongku dulu agar aku bisa naik ke mobil itu. Benar-benar memalukan.

Kami mencari posisi nyaman. Mark tak memperbolehkan aku duduk di depan karena katanya jika terjadi sesuatu, aku tak akan langsung terkena cedera fatal. Yah, aku tahu maksudnya baik, tapi…

AKU BENAR-BENAR TAK INGIN DUDUK DI TENGAH DIANTARA MEREKA.

Oh ayolah, aku benar-benar tak suka berada di tengah. Mark dan Jesica duduk di depan. Fauzia dan Yuki duduk di belakang. Sedangkan kini aku terhimpit oleh anak bebek yang memanggilku ‘Mam’ dan adik laknat yang sungguh menyebalkan? Takdir pasti bercanda.

Kami pun berangkat. Awal-awal keluar memang tak ada zombie yang terlihat. Namun samar-samar kami masih bisa mendengar suara raungan-raungan abstrak itu yang menandakan bahwa zombie-zombie itu tak terlalu jauh dengan kami. Aku menghela nafas panjang. Terlebih saat David dan Ex mulai tertidur dan menyandarkan kepalanya padaku. Sepertinya mereka berencana untuk melanjutkan tidurnya. Aku berbohong kalau aku bilang aku tak mengantuk. Kurasa aku juga harus tidur.
.
Ugh, aku tak yakin sekarang jam berapa. Sepertinya matahari sudah mulai naik karena langit terlihat lebih cerah. Atau mungkin kini sudah siang?

  “Dimana kita?” tanyaku sambil membenarkan kacamataku.

  “He…he…he” ucap Jesica terkekeh dari depan. Ia masih menghadap ke depan.

Tunggu, kemana David dan Ex? Kenapa ia tak ada disampingku?

  “Mark?” tanyaku pada Mark yang terlihat fokus menyetir. Namun tiba-tiba ia memberhentikan mobil.

  “He…he…he” ucap Mark terkekeh. Ada apa dengan mereka?

  “ARGH!” mereka berdua menjerit. Seketika bulu kudukku berdiri. Mereka berbalik menatapku, dan… ugh, Ya Tuhan, ada apa dengan mereka? Wajah mereka hancur tak beraturan. Darah dimana-dimana. Aku hampir menjerit sebelum,..

  “Ulahmu” ucap seseorang dari belakangku lirih. Ia mencekikku sampai rasanya aku tak bisa bernafas. Saat wajahku hampir membiru, tiba-tiba…

  “EL!” teriaknya kencang. Ah, bukannya itu David?

  “Kau mimpi apa?!” teriaknya kencang. Oh, aku bermimpi?

  “Ah… aku… aku lupa… kurasa tadi aku dicekik sampai wajahku membiru” jawabku sambil memegangi leherku, memastikan bahwa leherku tak kenapa-kenapa.

  “Dicekik seperti ini?” tanya Ex sambil berusaha memegang leherku.

  ”Jangan dipegang!” kataku sambil menutupi leherku.

  ”Hah? Kenapa, Mam?” tanya Ex bingung.

  “Nanti sakit” kataku.

  “Memangnya kalau sakit di mimpi, lukanya bakal ikut ke dunia nyata, ya, Mam?” tanya Ex sambil menggaruk kepalanya.

  “Eh?” aku sendiri pun bingung.

  “Sudah sini!” kata David sambil memegang leherku. Eh? Tidak sakit, hehe.

  “Hehe” kataku sambil terkekeh malu.

  “Jangan bercanda terus, lihatlah! Banyak yang harus kita hadapi” kata Jesica sambil menunjuk ke depan dengan wajah panik.

Ah sial, dari sini aku bisa melihat para zombie sialan itu mulai berkerumun, memenuhi jalanan. Namun entah aku yang kampungan atau memang ini aneh, mobil ini jauh lebih canggih dari yang aku kira. Jika ada zombie yang mendekati mobil dengan radius kurang dari ½ meter, mereka akan otomatis tersetrum dan tumbang. Entahlah, kurasa mobil ini memanfaatkan listrik sebagai media pertahanan. Aku tak tahu bagaimana Jesica, Hani, Fauzia, ataupun Yuki membuatnya, tapi ini benar-benar mengagumkan.

Perjalanan tak sesulit yang kami kira. Bahkan sepertinya, ini hanya perjalanan panjang biasa, dimana aku dan teman-teman lain berlibur. Ya, rasanya seperti akan pergi liburan yang jauh, namun tentu saja liburan normal tak memiliki pemandangan hancur seperti ini.

Saat waktu mulai beranjak sore, kami berhenti, menepikan mobil di tempat yang sedikit sepi. Sayangnya, pertahanan listrik di mobil ini akan berhenti bila mesinnya mati. Jadi mau tidak mau, kami harus tetap menyalakan mesin mobil walaupun kami sedang beristirahat.

Klasik.

Kami hanya berhenti saat kami lapar atau saat Mark lelah menyetir. Saat kami lapar, kami akan memakan makanan yang kami bawa di tas kami. Tak banyak, hanya beberapa buah, roti, kue kering, donat, dan lain sebagainya. Tapi kurasa untuk sekitar 3-4 hari, kami tak akan kehabisan persediaan air. Aku mulai mengambil donat polos dari tas di belakang, sedangkan David mengambil roti seukuran kepalan tangan. Ex dan Mark mengambil buah, sedangan Jesica, Yuki, dan Fauzia memilih beberapa kue kering.

Saat Mark lelah menyetir, Jesica akan mengambil alih dan mebiarkan Mark tidur sejenak. Saat Jesica lelah, ia akan memintaku untuk menyetir, tapi sayangnya, aku terhimpit oleh David dan Ex yang selalu tertidur dan menyandarkan kepalanya ke bahuku, jadi aku tak bisa mengambil alih.

Tentu saja, Jesica akan menyerahkannya pada Mark yang belum puas tertidur. Begitulah.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang