XXIV

505 79 2
                                    

            Jalanan panjang itu terlihat jauh lebih panjang lagi. Tak ada tebing, yang ada hanya pasir yang luas dan beberapa tumbuhan tua yang kering. Tn. Jonathan berbalik mendekati jendelaku.

"Turunlah dari mobil dan mulai berjalan. Kalian tak bisa menggunakan mobil kalian di sini" katanya sambil melihat ke jendelaku.

"..." aku terdiam sejenak, mencoba untuk berpikir. Mark terlihat terlalu lelah bahkan untuk mengucap sepatah kata. Ia mematikan mesin mobil dan menyenderkan tubuhnya ke kursi, mencoba melepas penat.

"Hey, hey bangun! Kita harus berjalan" seruku pada yang lainnya yang masih tertidur pulas.

"..." tak ada jawaban. Kurasa mereka tidur terlalu lelap.

"David, bangun! Ayo bangun!" kataku sambil berusaha menggoyang-goyangkan badannya. Ia terlihat terganggu.

"Oh c'mon, El. Ada apa?" tanyanya menolak, masih mencoba untuk tertidur.

"Ayo bangun, kita harus berjalan. Bantu aku bangunkan yang lainnya juga" kataku, masih sambil menggoyang-goyangkan badannya.

"Ah iya iya aku bangun. Berhenti menggangguku, El" katanya sambil berusaha untuk duduk. Ia masih terlihat mengantuk.

Mark memutuskan untuk turun lebih dulu dari mobil. Kurasa ia akan pergi ke bagasi untuk mengambil barang-barang. Sementara itu, David terlihat mengucek matanya dan berusaha membangunkan Ex dan Ri. Aku menghela nafas panjang. Ah, kapan ini akan berakhir? Aku mulai jenuh untuk melanjutkan kisah hidup ini. Tak bisakah aku mati saja sekarang? Mungkin sebuah meteor besar tiba-tiba jatuh menghantamku, atau seekor monster pembunuh yang menerkamku detik ini juga lebih baik. Perjalanan ini membunuhku perlahan, sedikit demi sedikit mengikis fisik dan mentalku. Entahlah. Pokoknya, entahlah.

Aku turun dari mobil untuk mengambil barang-barangku di bagasi, diikuti oleh David yang akan mengambil tasnya. Tak banyak yang bisa dibawa jadi kami hanya akan menggendong tas yang penting dan meninggalkan yang lainnya. Setelah bersiap-siap akhirnya kami meninggalkan mobil kami dan berjalan mengikuti jalanan yang memanjang ini.

Mungkin aku terlalu banyak mengeluh dan mood-ku sedang tak baik tadi, aku bahkan tak menyadari indahnya langit malam ini. Bintang-bintang yang bertaburan terlihat jelas menghiasi malam. Langit malam ini terasa lebih indah dengan pemandangan jalan panjang yang sepi. Semilir angin dingin dan suara tapak kaki kuda menemani perjalanan kami. Tentu bukan hal mudah bagi Mark yang terjaga semalaman dan harus terus fokus menyetir untuk membawa barang-barang berat. Wajahnya yang terlihat lelah semenjak tadi setidaknya sekarang tersenyum melihat pemandangan langit malam ini. Sedangkan David? Bahkan setelah beberapa menit berjalan pun kesan mengantuk itu masih menempel di wajahnya.

"David, cuci mukamu dan nikmati pemandangannya. Kau akan menyesal kalau kau tak melihatnya" kataku sambil menarik tangannya, membantu menuntunnya berjalan.

"Nih, Mam. Aku bawa air" kata Ex tiba-tiba sambil memberikan sebotol air yang ada di tangannya.

"Thanks, Ex" jawabku sambil memberikannya ke David, memberikannya waktu untuk mencuci muka.

"Mam?" tanya Tn. Jonathan dari atas kudanya.

"Yeah. Ini Mam-ku" jawab Ex bangga. Ah, kurasa kesalahpahaman ini akan berlangsung lebih lama lagi.

"Ex pikir aku terlihat seperti ibunya saat masih muda, jadi ia memanggilku 'Mam'nya. Entahlah" aku mencoba menjelaskan.

"Benarkah? Kupikir itu karena kau kelihatan tua, El" celetuk David membuatku kesal.

"Ayolah, David. Aku tak terlihat setua itu. Maksudku, aku tak mungkin terlihat seperti ibu-ibu yang punya anak berumur 16 tahun" kataku menyanggah.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang