XXI

474 79 2
                                    

            Aku berlari secepat mungkin. David bahkan lebih cepat lagi. Satu-satunya yang kami inginkan sekarang adalah kembali ke tenda dan bertemu teman-teman yang lainnya. Bisa kulihat wajah panik David. Wajahnya memucat dan giginya gemeretak. Kami saling berlarian, dan saat kami sudah hampir sampai di tenda, aku baru ingat bahwa aku harus mengambil air.

"David, air" gumamku sambil pergi mandekati air laut.

Aku mengambil setengah ember air laut dan langsung buru-buru menghampiri David yang berjalan ke arah tenda. Kami masih kelelahan. Cukup jelas bahwa degupan jantung kami masih belum kembali normal. Mark menyadari hal itu dan ia langsung bertanya.

"Kenapa lama sekali? Matahari sudah mulai naik dan sarapan kalian bisa berubah jadi makan siang" tanya Mark.

"Ikan-ikan ini bahkan bisa hidup kembali saking bosannya menunggu" kata Ri.

"Ada sedikit masalah" jawabku sambil memberikan daun lebar dan beberapa bumbu pada Mark.

"Hm... darimana kalian mendapatkan ini?" tanya Mark yang sepertinya bingung. Kalau aku jadi Mark, pasti aku akan bertanya hal yang sama.

"Beberapa orang memberikannya pada kami" jawabku.

"Manusia?" tanya Ex penasaran.

"Yeah, kurasa" jawab David.

"Aku tak menyangka masih ada korban yang selamat. Bukankah seharusnya kalian membawa mereka kesini? Mungkin mereka bisa jadi sekutu yang bagus" kata Mark sambil memotong daun lebar itu menjadi beberapa bagian.

"Tidak, tidak... kurasa itu bukanlah ide yang baik" jawab David gugup.

"Hm? Kenapa?" tanya Ex yang sekarang sedang menghaluskan bumbu-bumbu. Kalau kau tanya dengan apa ia memotong bumbu-bumbu, ia memanfaatkan cakramnya.

"Ini bukan perkara mudah. Mereka tak terlihat seperti orang baik. Wajah mereka selalu menyeringai, dan kurasa aku yakin bahwa mereka memakan daging manusia untuk bertahan hidup" jawabku agak takut.

"Kanibal?!" kata Mark kaget. Ekspresi yang lain pun tak jauh beda dengan wajah yang ditunjukkan oleh Mark.

"Begitulah. Badan mereka tinggi dan besar. Kulitnya coklat seperti karamel. Mereka tinggal di pondok sebelah sana, tak terlalu jauh dari sini" kata David sambil menunjuk arah dimana kami pergi tadi.

"Lalu, apa yang mereka katakan, Mam?" tanya Ex sambil melumuri ikan-ikan itu dengan bumbu halus.

"Mereka berbicara bahwa belum berapa lama, mereka bersenang-senang dengan seekor domba. Tapi aku cukup yakin bahwa domba yang mereka maksud adalah manusia, dan bersenang-senang yang mereka maksud adalah pesta makan. Yeah, kurasa begitu" jawabku.

"Haruskah kita menghampiri mereka?" tanya Ri yang terlihat membantu Mark menggulung ikan dengan potongan daun yang lebar tadi.

"Aku tak yakin. Aku tak bisa menyangkal bahwa mereka sedikit mengerikan. Maksudku, aku tak pernah melihat manusia yang memakan daging manusia lain. Bukankah itu menjijikkan?" tanya David.

"Kita pikirkan itu nanti. Sekarang, jangan biarkan sarapan kita berubah menjadi makan siang" kata Mark sambil memindahkan gulungan ikan itu ke penyangga di api unggun.

Untuk saat ini kami hanya akan menunggu ikan bakar itu matang. Tak begitu lama, aroma ikan bakar mulai tercium. Tak heran, api yang timbul bukan cuma api kecil. Dan dengan begini, ikan akan terbakar lebih mudah. Bahkan kurasa dalam beberapa menit, ikan bakar sudah bisa kami santap.

Setelah beberapa menit berlalu dan waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, ikan itu matang. Mark mengambil gulungan ikan itu dengan kayu yang cukup panjang. Dengan mata yang berbinar-binar dan air liur yang hampir tumpah, akhirnya kami bisa memakannya. Aroma ikan bakar tersebar, menggoda indra penciuman kami. Aku mencoba memakan sesuap, dan... Oh Tuhan, entah karena sudah lama tak makan ikan bakar, atau aku yang kelaparan, tapi ikan ini benar-benar enak. Walaupun bumbunya tak semewah di restoran mahal dekat rumahku dulu, tapi ikan bakar ini memang terasa enak. Dan kurasa aku akan memakannya dengan cepat.

Hari benar-benar berganti siang. Pasir halus yang membentang ini perlahan-lahan memanas, membakar telapak kaki kami yang tak memakai alas kaki. Dan di hari yang cukup panas ini, kami memilih untuk tidur siang di dalam tenda kami. Ah... lagipula bahaya apa yang mungkin terjadi? Aku berbaring dan melihat ke arah kiri. Ex sudah terlelap dalam tidurnya, mungkin ia kekenyangan. Sedangkan kini, aku mencoba memejamkan mataku. 

Well, selamat tinggal.

Life in Death 2 : IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang