3. The First Step

12.7K 2K 38
                                    

What am doing here?

Seharusnya aku tidak datang ke sini. Seharusnya aku mencari alasan, jadwal praktik yang berubah, ada seminar dadakan, interview dadakan, apa pun, asalkan aku tidak harus datang ke tempat ini. Namun, aku tahu tabiat Reza. Dia tidak akan melepaskanku.

Meski dengan berat hati, jauh lebih baik aku punya kesadaran sendiri untuk datang ke sini, sebelum dia menyeretku paksa.

"Welcome, Helen."

Aku mengembuskan napas panjang sebelum mendekati Reza. Sejak tadi pagi, dia tidak henti-hentinya menghubungiku. Sekadar meyakinkanku untuk tidak mangkir dari janji bertemu di kantor Stupid Cupid.

Stupid Cupid menempati sebuah coworking space di Kuningan, tidak jauh dari tempat praktikku. Jadi, bertambah satu lagi alasan untuk tidak menolak permintaan Reza.

"Jadi, kita mau ngapain?"

Reza merangkul pundakku sebelum membawaku masuk ke ruang tunggu yang sangat nyaman dan penuh warna itu. Karena bisnis ini masih kecil, dan Reza juga tidak punya banyak tim, jadi dia memutuskan untuk menyewa coworking space saja. Tempat ini sangat kontras dengan tempat praktikku. Jika di sini penuh warna dan fun, tempat kerjaku terlihat sangat kaku, sekalipun aku sudah menambahkan unsur pribadi untuk menghias ruangan praktik tersebut.

"Registrasi," sahut Reza akhirnya. "Lo enggak mangkir dari janji, kan?"

"Kayak gue bisa aja," sahutku, setengah menggerutu.

Reza malah bersikap sebaliknya. Dia terang-terangan menyengir lebar di hadapanku, seakan-akan dia sudah satu langkah berada di depanku.

"Tunggu sebentar, ya."

Reza meninggalkanku sebelum dia menghilang ke sebuah ruangan yang dihiasi pintu kaca. Ada tiga orang di sana, salah satunya kukenali sebagai Irene, teman kuliah Reza dulu. Irene melambai kepadaku, sebelum kemudian terlibat pembicaraan serius dengan Reza.

Untuk mengisi waktu, aku mengalihkan tatapan ke sekeliling ruangan itu. Di sini lumayan ramai. Aku tidak tahu apa mereka penyewa lainnya, atau mereka juga punya kepentingan yang sama denganku.

Aku mencoba memperhatikan orang-orang di sekitarku, berusaha untuk tidak terlihat kentara. Di ujung sofa yang kutempati, ada seorang pria berkacamata dengan rambut dipotong cepak. Dia sedang serius membaca buku, sedikitpun tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Dari tempatku, aku bisa melihat dia memiliki side profile yang menarik.

Di sofa di seberangku, ada laki-laki yang sepertinya masih berusia di pertengahan dua puluhan. Dia tampak begitu santai, dengan jeans dan kaus, serta rambut panjang yang diikat membentuk cepolan. Dari gerak geriknya, aku yakin dia sedang main games di ponselnya.

Mataku beralih ke perempuan yang berdiri di dekat jendela. Sekali lihat, aku harus mengakui kalau dia sangat cantik. Tubuh langsing dengan pakaian stylish, juga rambut cokelat dengan blow sempurna seperti baru keluar dari salon. Sejak tadi, dia sibuk memotret dirinya sendiri, memanfaatkan golden hour yang masuk melalui jendela itu. Dia tidak sendiri, temannya yang berpenampilan sama sepertinya juga melakukan aktivitas yang sama. Melihat mereka, aku teringat Reza. Perempuan seperti mereka selalu membuat Reza tertarik.

Aku masih akan memperhatikan sekitar ketika Reza dan timnya keluar dari ruangan itu. Reza menghampiriku, sementara anggota timnya menghampiri mereka yang juga menunggu di sini.

"Jadi, ini relawan lo? Nemu di mana aja?"

"Irene. Dia, kan, koneksinya banyak."

"Terus, gue harus ngapain?"

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang