15. The Trip

8K 1.6K 15
                                        

Tanganku menggapai-gapai, menjangkau ponsel yang terletak di nakas. Masih pagi, bahkan alarm belum berbunyi. Dalam hati aku mengutuk siapa pun yang meneleponku pagi buta seperti ini.

Tanpa melihat nama si penelepon, aku mengangkat telepon itu.

"Gue di depan rumah lo."

Aku hanya mendengung singkat, tidak sepenuhnya mencerna kata-kata yang diterima.

"Helen, bangun. Gue di depan rumah lo."

"Ini siapa?" tanyaku dengan susah payah.

"Reza."

Dasar Reza, bisa-bisanya dia mengganggu jam tidurku dengan telepon ini.

"Kenapa?" tanyaku malas.

"Gue di depan rumah lo. Ampun, deh, udah dibilangin dari tadi."

Aku berusaha menajamkan pendengaran, masih tidak yakin dengan apa yang barusan kudengar. "Lo di mana?" ulangku.

"Depan rumah lo," seru Reza dengan nada tinggi dan tegas.

Refleks aku terbangun. Aku menggapai lampu tidur dan menyalakannya, membuat mataku jadi sakit akibat silau yang mendadak itu.

"Lo di mana?"

"Astaga Helen, harus gue bilangin berapa kali lagi? Gue di depan rumah lo. Buruan bukain pintu," omel Reza.

"Lo ngapain di rumah gue pagi buta kayak gini?" keluhku, masih bergeming di tempat tidurku.

"Mau ngajak lo pergi."

"Gue mau tidur."

Reza berteriak kencang, membuatku urung mematikan telepon. Selanjutnya, aku mendengar klakson mobil yang sangat ribut.

"Iya, gue bukain. Jangan berisik."

Dengan berat hati aku terpaksa bangun dan menyeret langkah menuju pintu depan. Aku tidak ingin tingkah kekanak-kanakan Reza menimbulkan masalah di lingkungan rumahku. Jangan sampai tetanggaku ngamuk hanya karena bunyi klakson itu.

Wajah semringah Reza menyambutku begitu pintu dibuka. Berbanding terbalik denganku, dia tampak segar. Bahkan, masih ada tetesan air dari rambutnya.

"Tumben bangun pagi," tukasku, dan memutar tubuh.

Terserah apa yang mau dilakukan Reza di sini, aku mau melanjutkan tidurku yang terganggu.

Namun, Reza lagi-lagi menghalangi niatku. Dia memutar tubuhku dan menahan pundakku agar tidak beranjak.

"We're on a date today."

Mataku terbelalak saat mendengar ucapannya.

"Gue udah punya rencana."

Aku menggeleng kencang. Setiap rencana Reza itu berarti bencana. Aku tidak sebodoh itu mau menjerumuskan diri.

Lagipula, aku sudah bertekad untuk tidak menggubris Reza sekalipun dia top candidate. Jadi, aku tidak ingin pergi berkencan dengannya.

"Lo enggak bakal menyesal. Gue udah siapin semua, lo tinggal mandi. Gue tunggu di sini."

Aku mengangkat tangan ke hadapan Reza. "Tunggu, deh. Pertama, gue belum tahu rencana lo. Kedua, we're not dating."

"Lo top candidate gue, jadi sudah seharusnya kita saling mengenal."

Entah bagaimana ekspresi wajahku saat ini. Yang pasti, aku sudah terbangun sepenuhnya.

"Gue yakin Miss Cupid lakuin kesalahan," elakku. "And no, I'm not going with you. Gue mau tidur."

"Oke, gini deh. Lo kasih gue kesempatan. Kalau setelah itu lo kapok, gue enggak akan mendesak lo lagi." Reza menatapku lekat-lekat.

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang