"Sibuk banget, lo."
Aku sedang membuat catatan untuk pasien terakhir ketika Reza tiba-tiba muncul di ruang praktikku. Senyumku refleks terkembang saat melihatnya.
"Hai, Za."
"Ke mana aja?" tanyanya, sambil menempati sofa hijau tua di ruanganku.
"Kerjalah, ke mana lagi?" sahutku, yang sudah kembali fokus pada pekerjaanku. Lola kembali menunjukkan penurunan setelah kondisinya membaik, dan itu membuatku khawatir. Apalagi di dua sesi terakhri, dia seperti menutup diri. Aku mengingatkan diriku sendiri untuk lebih memperhatian Lola.
"Dan pacaran."
Aku mengangkat wajah untuk melirik Reza, dan menyengir lebar.
"Lo juga kali, Za. Enggak usah mojokin gue doang bisanya," belaku.
Reza mendengus.
"Buktinya, lo jarang, kan, main ke sini? Kenapa? Sibuk sama Lauren?" tanyaku.
Reza tidak langsung menjawab, dan aku memanfaatkan momen itu untuk fokus pada review untuk masalah Lola.
"Makan, yuk."
Aku memberi kode kepada Reza untuk tidak mengganggu. Aku butuh konsentrasi penuh unutk mengecek ulang perjalananku bersama Lola, untuk mencari tahu di titik mana Lola mulai berubah. Tentunya ini bukan hal yang mudah. Kelihatannya mungkin sepele, tapi bagi Lola ini sangat serius. Ini menyangkut dirinya. Dan aku tidak ingin berbuat kesalahan yang bisa merugikan Lola.
Bagiku, Lola, dan juga pasien lain, bukan hanya sekadar pasien. Mereka sudah percaya kepadaku, sehingga sudah menjadi tanggung jawabku untuk memegang kepercayaan itu. Jangan sampai karena keteledoranku, aku malah membahayakan mereka.
Aku menekan nomor telepon dan menghubungi Sinta, perawat yang berhubungan dengan pasienku. Aku memintanya untuk membuat jadwal tambahan bagi Lola, juga orangtuanya. Sudah seharusnya aku membuat langkah antisipasi, demi keselamnatan Lola.
"Lo tadi ngomong apa?" tanyaku, sambil menutup file di hadapanku.
"Mau ngajakin lo makan."
Saat itu aku baru tersadar kalau sekarang sudah malam. Saking sibuknya, aku tidak menyadari kalau sejak tadi perutku keroncongan.
"Yuk." Aku membereskan barang bawaanku sebelum berdiri dan menghampiri Reza.
"Adjie enggak jemput?"
Aku menggelng. "Dia ada operasi."
Sekitar satu jam yang lalu, Adjie menghubungiku untuk mengabarkan operasi. Dia tidak akan selesai dalam waktu singkat, dan tidak akan sempat menjemputku. Apalagi, dia butuh istirahat untuk mengembalikan energinya yang terkuras di dalam ruang operasi.
"Gue enggak bawa mobil. Pakai mobil lo, ya," ujar Reza, begitu keluar dari lift di lantai parkir.
Aku merogoh tas untuk mencari kuci mobil, da menyerahkannya kepada Reza. "Lo yang nyetir."
**
Aku dan Reza berakhir di Cut the Crab, dengan kepiting berukuran besar di hadapan kami.
Salah satu kesamaanku dan Reza ada pada makanan. Tidak ada picky eater, sehingga aku dan Reza sering bertualang dari satu tempat makan ke tempat makan lainnya.
Malam ini, Reza mengejutkanku dengan keinginannya makan kepiting.
"Bulan depan gue bakal launching," ujar Reza. Ucapannya tidak terdengar begitu jelas karena dia bicara sambil mengunyah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Cupid
ChickLitWhen a friendship turns into lover, but the Cupid were wrong!