14. Mr. Charming

8K 1.6K 28
                                    

Dalam setiap tahapan menjalin sebuah hubungan, masa-masa pendekatan selalu menjadi masa yang menyenangkan menurutku. Masa penuh pertanyaan, juga kepakan sayap kupu-kupu di perut yang tak berkesudahan. Masa yang penuh hal-hal manis, juga dada yang kian lama berdebar tak menentu.

Masa ini juga sebuah ujian untuk mengambil langkah selanjutnya, take it or leave it.

Selama ini, aku menginvestasikan waktu dan perhatian lebih banyak di masa ini. Sehingga setiap kali hubungan tersebut gagal, aku menyalahkan diriku sendiri. Ada yang salah dengan keputusanku, dan membuatku kembali melongok ke masa-masa pendekatan. Pasti ada yang salah di masa itu, sehingga aku membuat judgement yang salah.

Tentu saja, aku tidak menemukan jawabannya. Fakta itu seringkali membuatku frustrasi.

Saat ini, aku kembali berada di masa itu. Kali ini aku meyakinkan diriku untuk tidak berpikir terlalu jauh.

For the first time in my whole love life, I just enjoy the moment. Aku harus menahan diri untuk tidak membaca hal tersirat lalu memikirkan beberapa kesimpulan yang hanya akan membuatku pusing sendiri.

Just enjoy the moment, itu motoku saat ini.

"Tega banget, sih?" keluhku, hampir saja menggelosor pasrah di lantai. Aku menatap nanar deretan bola di meja billiard di depanku.

Sementara itu, Adjie hanya tertawa kecil. Namun, raut puas di wajahnya sangat berbanding terbalik dengan keadaanku.

Dia baru saja melakukan safety shot yang otomatis menjegal langkahku. Padahal, selangkah lagi menuju kemenangan.

"Your turn," ujar Adjie.

Aku mendelik ke arahnya sebelum mencoba strategi baru yang bisa kulakukan untuk membalikkan keadaan.

"Jangan senang dulu. Kamu belum tentu menang," ujarku.

Adjie hanya mengangkat bahu. Dari posisi saat ini, jelas dia memiliki kesempatan menang lebih besar.

Sejak makan siang waktu itu, hubunganku dengan Adjie jadi makin intens. Di antara ketiga kandidat yang kumiliki, dia yang paling sering berhubungan denganku. Bahkan, jika dibandingkan dengan Reza, karena saat ini anak itu entah di mana.

Mungkin dia sibuk berkencan. Mungkin juga dengan Lauren.

Walaupun Reza juga menjadi salah satu top candidate, aku tidak ambil pusing. He's my friend. He'll always be my friend. Jadi, kencan dengan Reza hanya buang-buang waktu saja.

Lebih baik aku fokus kepada Adjie.

Hari ini Adjie memiliki jatah libur, dan dia mengajakku bertemu. Dia menjemputku ke lokasi seminar, dan berhubung tidak ada jadwal praktik jadi aku tidak punya alasan untuk menolaknya.

Saat makan siang, aku menemukan kesamaan dengan Adjie. Kami sama-sama suka main billiard. Adjie langsung menantangku, dan kami pun berakhir di billiard cafe di daerah Bintaro sore ini.

Aku hampir saja mengalahkan Adjie kalau bukan karena safety shot barusan.

"You will cook for me tonight," ujar Adjie, dengan seringai kemenangan di wajahnya, sebelum berkonsentrasi menatap bola di hadapannya.

Aku sudah pasrah. "Fine. Kalau kamu sakit perut setelah makan masakanku, aku enggak tanggung jawab."

Adjie melirikku sekilas sebelum tersenyum. "Challenge accepted."

Malam ini, aku terpaksa memamerkan kemampuanku yang tidak seberapa di dapur di depan Adjie, ketika dia sukses membukukan kemenangan.

Walaupun aku kesal karena kalah di detik-detik terakhir, tapi sebenarnya kekesalanku tidak sebesar itu. Malah sebaliknya, aku merasa senang.

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang