2. Platonic Lovers

14.4K 2.1K 51
                                    

"Menurut Mbak Helen, apakah cewek dan cowok beneran bisa berteman tanpa ada kemungkinan salah satu atau keduanya bakal naksir?"

Million dollar questions. Sejak dulu, ini salah satu pertanyaan yang paling sering kutemui semenjak mengasuh rubrik relationship ini. Permasalahan semua orang, bahkan penelitian akan hal ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.

Meski sudah sering menerima pertanyaan ini, aku selalu butuh waktu untuk menjawabnya.

Dari literatur yang kubaca, juga penelitian yang pernah diadakan, banyak yang skeptis dengan opposite-sex friendship ini. Seakan-akan, pertemanan lawan jenis ini sesuatu yang mustahil terjadi.

Padahal, kenapa tidak?

Aku membuka literatur yang sering kubaca untuk menjawab pertanyaan ini. Aku bahkan menandai halamannya, saking seringnya menerima pertanyaan ini.

Well, katanya opposite-sex friendship sesuatu yang mustahil, baik dulu ataupun sekarang. Selalu ada untung rugi di balik keputusan itu. Kerugian terbesar ketika salah satu pihak mulai berinvestasi lebih dalam hal perasaaan, meskipun memiliki risiko tinggi, tapi sulit untuk ditolak.

Banyak yang berpendapat bahwa non-romantic friendship di antara pasangan lawan jenis ujung-ujungnya akan berujung di sebuah insiden. Entah salah satunya naksir, atau terlibat situasi yang membuat saling tertarik. Banyak yang mengibaratkan kalau pendapat 'we're just friends' itu sebatas fasad yang sengaja didirikan untuk menutupi perasaan yang sebenarnya.

Jadi, apakah non-romantic relationship bisa terjalin?

Alih-alih menuliskan jawaban, aku malah membuka folder lain di laptop. Jariku bergerak lincah membuka folder foto dan mencari folder yang kuinginkan. Saat folder itu dibuka, fotoku dan Reza langsung menghias layar laptopku.

Aku dan Reza sudah berteman selama delapan tahun. Dia dua tahun di atasku, tapi kami malah wisuda di tahun yang sama karena Reza terlalu santai dan keasyikan bekerja sehingga kuliahnya jadi terbengkalai. Sejak dulu, dia memang sudah menunjuakn bakat bisnis, sehingga hanya menunggu waktu sampai Reza memutuskan menjadi pebisnis sepenuhnya.

Aku masih ingat pagi itu, ketika sedang terburu-buru hendak ke kampus, dan pintu kamarku diketuk. Saat membukanya, aku beradu pandang dengan Reza. Matanya yang sayu menandakan dia belum sepenuhnya sadar. Rambutnya acak-acakan, kausnya sagat lusuh, dan ada handuk di lehernya. Dia bahkan memegang gayung berisi peralatan mandi.

"Gue numpang mandi, ya," ujarnya.

Aku hanya bisa bengong menanggapinya. Sebelumnya, aku hanya pernah berpapasan dengannya. Aku bahkan tidak tahu siapa namanya, dan dia seenaknya minta numpang mandi.

Selain itu, aku juga tidak ada waktu. Aku ada kuliah pagi, dan harus berangkat sekarang agar tidak telat. Dosenku pagi ini cukup killer, dan paling enggak bisa menoleransi keterlambatan.

Jadi, aku menolak mentah-mentah.

"Gue ada kuliah pagi," protesnya.

"Gue juga, dan gue mau berangkat sekarang."

Aku sudah akan menutup pintu itu, tapi urung karena Reza terlanjur menahannya. Matanya yang sayu itu seakan mengajukan permohonan yang sulit ditolak.

"Tolongin gue. Keran gue macet, jadi enggak ada air." Dia pun beralasan. "Gue bisa enggak lulus kalau bolos lagi."

Aku masih bergeming di tempat, mulai merasa kasihan ketika melihatnya yang sangat putus asa itu.

"Gue cuma mandi lima menit. Nanti gue antar lo ke kampus. Psikologi, kan?"

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang