What do you think about him?
Tidak butuh waktu untuk berpikir sebelum memberikan jawaban di review book.
"Dominating the conversation. Tidak ada kesempatan yang seimbang, sehingga saya menilainya egois."
Do you want to give him a second chance?
No.
Do you want him to go to the next step?
Aku melingkari kata NO.
Pasangan ketujuh, dan sejauh ini dia yang paling melelahkan. Dalam sepuluh menit, aku hanya memiliki kesempatan bicara sekali. Saat memperkenalkan diri. Lalu, dia dengan seenaknya menilaiku, menyebutkan persepsinya yang sama sekali salah.
Jika aku melingkari kata MAYBE untuk calon sebelumnya, kali ini keputusanku sudah bulat.
"Spencer Reid."
Aku memberikan senyum lebar saat pasangan ke-delapan duduk di hadapanku. "How are you, Spence?"
Dia memiliki rambut keriting yang acak-acakan. Mungkin itu yang menjadi alasannya menyandang nama Spencer Reid, salah satu tokoh yang terkenal karena kejeniusannya di serial Criminal Minds.
"Baik. Jadi, apa kesibukanmu sehari-hari."
"Saya psikolog, jadi setiap hari berurusan dengan klien."
"Ada yang klien yang menarik?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Itu rahasia. Kamu sendiri?"
"Melanjutkan perusahaan keluarga. Di bidang properti. Grand Village yang baru dibuka di BSD, itu kompleks terbaru."
Aku mengangguk tapi dalam hati malah mengutuk nasibku. Energiku sudah tercurah untuk meladeni Tony Stark barusan. Aku sudah tidak punya energi untuk meladeni manusia stuck up seperti Spencer Reid.
"Setelah menikah, kamu masih akan terus bekerja?"
Aku tersentak. "Wow, cepat, ya. Well, yes."
"Kenapa? Kalau menikah dengan saya, biaya hidup yang saya kasih pasti lebih besar dari gajimu."
Dia sangat tidak pantas menyandang nama Spencer Reid.
"Bekerja bukan cuma sebatas gaji. Juga bagian dari eksistensi diri, dan itu salah satu keinginan dasar yang dimiliki manusia," balasku, masih berusaha tenang.
"Saya tidak akan mengizinkan istri saya bekerja. Tidak perlu. Dia cukup di rumah memastikan semua kebutuhan saya terpenuhi, juga anak-anak. Enggak perlu keluyuran di luar."
"Keluyuran?" tanyaku. Telingaku langsung panas mendengarkan ucapan yang sangat merendahkan itu.
"Saya mau istri saya di rumah saja. Mencari nafkah itu kodratnya laki-laki. Perempuan kodratnya di rumah, melayani suami."
What a misogynistic jerk.
"Asal kamu tahu, kodrat itu sesuatu yang dibawa dari lahir dan tidak bisa diubah. Jadi, kodrat perempuan hanya menstruasi dan memiliki vagina."
Aku membunyikan lonceng di mejaku.
Si Spencer Reid tersentak. Namun, detik selanjutnya dia malah menatapku dengan tatapan jijik. Aku balas menantangnya, sedikitpun tidak merasa menyesal sudah memutus percakapan itu.
Tanpa sengaja, aku bersitatap dengan Reza. Dia menatapku penuh pertanyaan tapi tidak bisa melakukan apa-apa karena sedang memiliki pasangan.
Sejauh ini, baru aku yang membunyikan lonceng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Cupid
ChickLitWhen a friendship turns into lover, but the Cupid were wrong!