27. The Concept of Time

8K 1.4K 11
                                    

"Kita mau ke mana?" Aku langsung memberondong Adjie dengan pertanyaan yang sejak semalam membuatku tidak bisa tidur dengan tenang.

"Seatbelt," ujar Adjie, dan menunjuk seatbelt yang belum terpasang.

Aku mengambil ujung seatbelt dan memasangnya. Setelah memastikan tubuhku terlindungi oleh seatbelt, Adjie menyalakan mesin mobilnya.

Kemarin, Adjie mengajakku pergi tapi dia tidak memberitahu tujuannya. Adjie hanya menekankan kalau dia sudah mempersiapkan semuanya dan memintaku untuk mengosongkan waktu dua hari ke depan hanya untuknya.

"You'll see," sahut Adjie sambil melirikku dengan sudut matanya.

Aku mencoba mencari tahu dari penunjuk jalan di sepanjang tol yang kami lewati, tapi belum menemukan tanda spesifik. Baru di saat Adjie menjalankan mobilnya ke arah Ancol, aku bisa menebak.

"Kamu tahu aja aku sudah lama enggak ke pantai," seruku.

Adjie hanya tertawa kecil ketika aku berhasil menebak kejutan yang dipersiapkannya.

Belum sepenuhnya, mengingat ada banyak pulau tersebar di Kepulauan Seribu. Aku tidak tahu ke pulau mana Adjie akan membawaku.

"Ngomong-ngomong, kamu bilang apa ke rumah sakit?" tanyaku, saat membantunya mengeluarkan tas dari jok belakang.

"Cuti, jadi mereka bisa menghubungi dokter lain kalau ada kejadian mendesak sampai besok." Adjie merangkul pundakku saat mengajakku keluar dari parkiran.

"Semoga enggak ada anak-anak yang membutuhkanmu samapi besok," timpalku.

Adjie membuktikan ucapnnya bahwa dia sudah mempersiapkan semuanya. Seseorang menjemput kami di pelabuhan dan membimbing kami menuju boat yang sudah disediakan. Aku ingin bertanya ke mana Adjie membawaku, tapi memilih untuk menahan diri.

Sekali-kali, aku ingin menerima kejutan.

Angin laut menerpa wjahku saat boat membawaku melintasi lepas pantai Ancol. Aku sengaja membiarkan rambutku tergerai untuk menikmati belaian angin. Walaupun panas, dan air laut yang bercipratan mengenai kulitku sehingga menyisakan rasa lengket, aku sama sekali tidak keberatan.

Aku teringat obrolanku dengan Adjie sekitar sebulan lalu. Sedikitpun aku tidak menyangka kalau dia menganggapnya serius. Bagi Adjie, tentu tidak mudah baginya mendapatkan jatah libur seperti ini. Dia pasti sudah menyiapkan kejutan ini sejak jauh-jauh hari.

"Thanks, ya," ujarku, ketika Adjie membantuku turun dari boat.

Pasir pantai yang hangat menyapa ketika aku menginjakkan kaki di Pulau Macan. Meskipun ini akhir pekan, tapi sepertinya tidak banyak yang menginap di sini.

Sementara Adjie mengurus administrasi, aku memutuskan untuk mengeluarkan kamera dan mengabadikan pemandangan indah di hadapanku.

"Yuk."

Aku menghentikan kesibukan memotret ketika Adjie menghampiriku. Dia kembali merangkulku saat mengajakku menuju cottage yang akan menjadi tempatku menginap malam ini.

Cottage itu berbatasan langsung dengan pantai. Dengan pemandangan lepas yang bisa disaksikan sambil bergelung malas di tempat tidur. Di depannya ada dua kursi santai dengan pemandangan tanpa batas ke laut lepas, juga lounge untuk tempat tidur-tidur santai sembari menikmati angin pantai.

Aku meletakkan tas secara asal di lantai sebelum menurui tangga yang terbuat dari kayu. Di anak tangga terakhir, aku membiarkan kakiku diselimuti oleh air laut.

Ketika berada di dalam air laut, juga saat merasakan embusan angin yang memeluk tubuhku, aku merasa tenang. Aku merentangkan tangan dan memejamkan mata, menikmati setiap momen syahdu ini.

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang