31. The Real Issue

11.5K 1.7K 48
                                        

Aku tahu, setelah mengakui kebenaran itu, aku tidak mungkin bisa menyembunyikannya lagi.

Akan sangat sulit untuk bersikap seperti biasa di depan Reza.

Namun, aku juga lelah harus menanggung beban ini sendiri. Kalaupun aku harus kehilangan Reza karena memutuskan untuk jujur di hadapannya, aku siap menanggung risiko itu.

Karena itulah, aku menghampiri Reza.

Pintu lift terbuka, dan di hadapanku membentang koridor kosong yang siap membawaku ke unit milik Reza. Langkahku terasa brat, sehingga aku terpaksa menyeret kakiku saat melewati koridor itu. Tanganku juga terasa berat saat diangkat untuk mengetuk pintu itu.

Now or never.

Aku sudah tidak ingin hidup dalam penyangkalan lagi.

Pintu itu terbuka dan menampakkan wajah Reza. Dia langsung tampak panik begitu melihatku muncul di hadapannya dalam keadaan berantakan.

Aku langsung menuju apartemen Reza sepulangnya dari rumah Adjie. Berhubung keberanianku masih ada. Aku yakin, nyaliku akan kembali ciut jika aku menunda lebih lama lagi, dan hanya akan menarikku untuk kembali hidup ke dalam penyangkalan.

Sudah cukup selama delapan tahun ini aku terus menyangkal perasaanku yang sebenarnya.

"Len, what happened?"

Reza menarik tanganku untuk masuk ke dalam apartemennya. Aku tidak mengelak, hanya mengikut di belakangnya. Reza mendudukkanku di sofa sebelum menghilang.

Tidak lama, dia kembali dengan segelas air putih.

Dengan tangan gemetar, aku menerima gelas yang disodorkan Reza. Baru kusadari kalau aku membutuhkan minuman itu untuk mendinginkan kepalaku.

"Lo kenapa?"

Aku menatap Reza. Da juga menatapku, dengan raut wajah khawatir.

"Adjie enggak ngapa-ngapain lo, kan? Kalau dia nyakitin lo, he's a dead meat."

Reza mengumpat dengan keras, tapi tuduhannya hanya membuatku semakin merasa bersalah kepada Adjie.

Perlahan, aku menggeleng. "Dia enggak nyakitin gue, justru sebaliknya. I hurt him."

Reza menatapku dengan kerutan dalam di keningnya.

"Gue dan Adjie, we didn't work out."

Bukannya mengomentari pernyataanku, kerutan di kening Reza malah semakin dalam. Tentu saja, akan sulit baginya untuk menerima kenyataan itu.

Sepanjang yang dia ketahui, tidak ada masalah apa-apa di antara aku dan Adjie. Aku juga selalu meyakinkan Reza bahwa aku dan Adjie baik-baik saja.

Reza tidak tahu bahwa sejak awal, hubunganku dan Adjie tidak pernah baik-baik saja. Sejak awal, hubungan itu sudah rapuh. Hubungan itu terlalu dipaksakan, karena aku sengaja memaksakannya hanya untuk membungkam apa yang sebenarnya diinginkan hatiku.

Hubungan itu ada untuk menutupi ketakutan yang selama ini kusangkal, bahwa sebenarnya aku mencintai Reza.

Aku yang memaksakan diri masuk ke dalam hubungan itu hanya karena menyangkal bahwa aku jatuh cinta kepada sahabatku sendiri.

Aku jatuh cinta kepada temanku, yang kini ada di hadapanku, menatapku dengan cemas.

"Did he hurt you?"

Aku menggeleng. "Like I told you, malah sebaliknya."

kerutan di kenng reza kian dalam. "Gue enggak paham. Kenapa enggak berhasil karena selama ini yang gue tahu, lo kelihatan positif sama Adjie?"

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang