Tidak pernah sekalipun terpikir untuk berkencan dengan Reza. Ini sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
Semenjak pagi, aku merasa tidak tenang. Rasanya seperti akan melakukan sesuatu yang melanggar aturan. Perutku melilit tanpa henti, tapi aku tahu itu bukan karena mulas atau salah makan.
Aku hanya tidak bisa membayangkan akan berkencan dengan Reza.
Bunyi ketukan di pintu mengagetkanku. Masih ada dua jam sebelum janji lunch date dengan Reza, dan aku butuh waktu untuk menenangkan diri sebelum menceburkan diri ke dalam permainan ini. Jadi, aku tidak ingin meladeni siapa pun yang bertamu sepagi ini.
Dengan berat hati, aku membuka pintu. Jantungku rasanya seperti mau copot saat mendapati siapa yang menjadi tamuku.
"Reza?"
Di hadapanku, Reza hanya tersenyum lebar. Dia menyodorkan sebuket bunga mawar kepadaku.
"What the hell?"
"Gue pasangan kencan lo hari ini, lupa?" tembak Reza.
Aku menelan ludah, sambil meneliti Reza yang benar-benar all out. Penampilannya sangat berbeda dengan gayanya yang biasa. Reza begitu rapi. Dia bahkan memakai jas yang sangat pas di tubuhnya. Aku bahkan tidak tahu Reza mempunyai jas. Aku pikir koleksinya hanya kaus saja.
"Nyewa jas di mana?" tanyaku.
Reza hanya mendecakkan lidah pertanda kesal. Dia menyurukkan bunga yang dibawanya ke tanganku, sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya.
"Jangan bilang lo mau pakai baju itu?" Reza menggelengkan kepalanya dengan ekspresi prihatin terlihat jelas di wajahnya.
Aku memang tidak tampil all out seperti Reza. Namun, cotton dress kuning pucat ini sudah cukup untuk lunch date, tidak terlalu resmi tapi juga tidak terlalu santai.
"Lo harus ganti baju," seru Reza sambil mendorongku masuk ke dalam rumah. Dia mengambil buket bunga itu dari tanganku. "Bunga ini gue yang urus, sekarang lo ganti baju."
Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, aku menurut begitu saja kepada Reza. Dia sudah menghilang ke dapur, mencari tempat untuk menyimpan bunga itu. Delapan tahun berteman dengannya, Reza sudah sangat mengenal rumahku.
Aku menatap deretan pakaianku di dalam lemari, berusaha mencari yang pantas dan tidak terlihat jomplang saat bersama Reza. Dalam pakaian biasa saja, Reza sudah berhasil menarik perhatian dengan ketampananannya. Apalagi jika dia tampil super niat seperti ini. Aku tidak ingin jadi itik buruk rupa di sebelahnya.
Pilihanku jatuh pada sleeveless silk blouse putih dengan aksen mutiara di lehernya yang tegak. Sebagai bawahan, aku memilih pencil skirt selutut warna cokelat tua. Setidaknya, pilihan ini lebih formal ketimbang bajuku barusan.
Aku memutuskan untuk menggelung rambut dan membiarkan poniku tertata sedikit acak di dahi. Aku menghapus lipstik nude yang tadi kupakai dan menggantinya dengan lipstik merah.
Not bad, gumamku dalam hati.
Terakhir, aku memasang pump shoes nude yang membuat tinggiku jadi menjulang. Dengan begini, aku tidak perlu mendongak saat berbicara dengan Reza.
Saat aku muncul di hadapannya, Reza mengacungkan kedua ibu jarinya. Aku hanya mendesis dan mendahuluinya. Namun, Reza terlanjur menghalangi jalanku.
Reza menyodorkan lengannya ke arahku.
"Apa-apaan, sih, Za?" protesku.
"This is our first date. I just want to be a gentleman."

KAMU SEDANG MEMBACA
Stupid Cupid
ChickLitWhen a friendship turns into lover, but the Cupid were wrong!