32. Inside the Box

17.9K 1.7K 23
                                        

"Gimana rasanya mencium sahabat sendiri?" bisik Reza, setelah mengurai ciuman di antara kami.

Aku refleks memukul dadanya, membuat Reza tidak hentinya terbahak.

Dengan wajah yang kesulitan menahan senyum, Reza menatapku lekat-lekat. "Serius, gimana?"

Aku mengatupkan bibir dan meneliti wahjahnya. Demi Tuhan, apa sejak dulu Reza sudah setampan ini?

Reza menaikkan sbelah alis, menunggu jawbanku.

Aku tertawa kecil sebelum berjinjit dan mengecup bibirnya. "I like it."

Reza kembali merengkuh pinggangku dan memeluku. Dia menarikku hingga ikut terhempas ke sofa bersamanya. DI belakangku, Reza tertawa lepas.

"Eight years. Kita sudah membuang waktu selama delapan tahun ini."

Aku mengangguk pelan. Namun, aku tidak pernah merasa waktu delapan tahun ini terbuang sia-sia. Aku menghabiskannya bersama Reza, dan walupun sebagian besar dalam kurun delapan tahun itu Reza sering menyebalkan, bagiku itu bukan sebuah kesia-siaan.

Aku berbalik dan duduk bersila di hadapannya untuk menghadap Reza sepenuhnya.

"Za, Lauren gimana?"

Untuk sejenak aku lupa akan sosok Lauren. Begitu tahu kalau ternyata Reza juga mencintaiku, tidak ada tempat di otakku untuk memikirkan hal lain selain Reza.

Namun, aku sadar akan satu hal lagi.

Sosok Lauren di hidup Reza.

"Lo tunggu di sini, ya."

Reza bangkit berdiri dan meninggalkanku sendirian. Dari sudut mata, aku melihatnya menuju ke kamarnya.

Tidak lama, Reza keluar sambil membawa sebuah kotak. Aku mengenali kotak itu. Aku juga menerimanya dari Dating Master.

Reza duduk di sampingku. Dia meletakkan kotak itu di atas pahaku, lengkap dengan anak kunci.

"Ini kotak punya lo?"

Di hadapanku, Reza mengangguk.

Aku mengembalikan kotak itu kepadanya. Aku tahu apa yang ada di dalam, nama yang dinilai cocok oleh Dating Master. Tidak perlu otak jenius untuk menebak nama yang ada di dalam kotak itu.

Lauren.

Namun, sepertinya Reza berpendapat lain. Tidak peduli saat ini aku tengah bersugut-sungut, dia tetap membuak kotak itu.

Reza mengambil karut berwarna putih. Perlahan, dia membuka kartu itu hingga di depanku terpampang sebuah nama.

Namaku.

Helena.

"Sejak awal, pilihan gue itu lo, Helena."

Aku merebut kartu itu, berusaha untuk mengecek kebenarannya. "Ini benar?"

Reza mengangguk.

Aku menatapnya dengan wajah tidak mengerti.

"Lo salah satu top candidate gue."

"I know, tapi lo dan Lauren..."

"Gue cemburu, Helen. Lo selalu ngomong soal Adjie, makanya gue bawa-bawa Lauren. Sejak awal, gue sudah memilih lo," jawab Reza lantang.

"What?"

"Ada yang lo harus tahu. Gue capek diam-diam menyukai lo, tapi gue juga tahu enggak bisa cross the boundaries yang udah lo tetapin. Tujuan gue mengajak lo ikutan karena gue butuh cara lain agar bisa dekat dan membuat lo sadar kalau kita bisa lebh dari sekadar teman." Reza bicara panjang lebar.

Stupid CupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang