Tak ada respons dari Dirga. Dia masih bungkam tidak menatap papanya.
“Kedatangan kami ke sini maksudnya saya mau menjelaskan tentang masalah perkelahian Dirga dan temannya Indira, Tante. Dirga nggak salah,” kata Rafika mulai bersuara.
“Terus?” sambung Bastian.
“Begini, sepulang sekolah waktu itu Dirga membantu saya terbebas dari temannya Indira yang memaksa ingin meluk saya, Om, Tante. Nah, emosi Dirga waktu itu gak bisa ditahan lagi sampai akhirnya dia berani memukuli Arka, temannya Indira, di hadapan saya dan juga Indira. Dirga berniat baik ingin membantu saya. Saya sendiri sangat berterima kasih kepada Dirga. Kalau gak ada dia mungkin Arka sudah bertindak berlebihan. Saya mohon, Om dan Tante gak menyalahkan Dirga dalam masalah perkelahian itu karena memang dia gak salah.”
Sorot mata Bastian terarah tajam ke Dirga yang berada di samping Rafika. “Kamu itu selalu membuat masalah. Kenapa menyelesaikan masalah harus dengan berkelahi? Kamu gak pernah bisa ngontrol emosi. Indira itu orang terdekat kamu. Seharusnya kamu gak perlu bertindak berlebihan terhadap temannya, hargai sedikit Indira!” jelasnya dengan nada emosi.
“Kalau Indira bisa bersikap baik sama orang, terkhususnya orang di sekitar Dirga, gak perlu Papa atau Mama omongin lagi, Dirga pasti akan bersikap baik pada dia,” respons Dirga.
“Mama minta kamu dan Indira saling memaafkan. Mama tahu bagaimana kedekatan kalian berdua dulu. Mama ingin kalian bisa dekat lagi seperti dulu, Sayang.” Wulandari menanggapi perkataan anaknya. Dia masih saja membela Indira di hadapan Dirga. Sifat manis Indira dulu sudah lekat di dalam hati Wulandari sampai saat ini.
“Masalah ini sebenarnya gak usah diperpanjang, Om, Tante. Cukup Om dan Tante ngertiin Dirga, bahwa dalam masalah ini dia gak salah dan semuanya selesai. Dirga merasa terpojok dalam masalah ini.” Rafika kembali menengahi mereka bertiga. Dia terus membela Dirga di hadapan kedua orangtuanya.
“Seharusnya dia yang ngertiin kedua orangtuanya!” hardik Bastian.
Sontak saja Dirga langsung menatap papanya. Perkataan itu seperti menyudutkan dia. Perkataan itu seperti menerangkan bahwa sebenarnya dialah yang salah dalam semua masalah.
“Kalau dari dulu semua ini gak terjadi, mungkin Dirga akan bisa ngertiin perasaan Papa sama Mama. Dirga juga butuh dimengerti, Pa, Ma. Dirga butuh kedua bola mata kalian untuk melihat Dirga. Dirga butuh Papa dan Mama di saat Dirga sedang dalam masalah, bukan orang lain yang dibutuhkan. Dirga tahu kalau semuanya sibuk, tapi kesibukan itu buat Dirga seolah gak penting dalam kehidupan Papa sama Mama!” Kedua mata Dirga mulai berkaca-kaca.
“Beginilah sikapmu selama ini! Kamu gak pernah sekali pun bisa ngertiin Papa sama Mama!” Bastian terus menyudutkan Dirga.
Wulandari hanya terdiam menahan kesedihan melihat suaminya memarahi anak mereka. Rafika pun juga sama, dia hanya mendengarkan cekcok di antara Dirga dan papanya. Masalah ini jadi menyebar ke mana-mana. Satu orang pun tidak bisa mengontrol situasi saat ini.
“Kalau Dirga masih salah di mata Papa sama Mama, Dirga terima. Tapi ingat satu hal, Dirga ingin Papa sama Mama gak selalu bertengkar. Dirga ingin tinggal di rumah ini dengan tenang, Dirga juga ingin diperhatikan.” Emosi Dirga mulai memuncak.
Untuk sekarang ini apa yang mereka bahas tidak sesuai dengan keinginan. Rafika mencoba menenangkan Dirga yang terlihat mulai emosi. Situasi berubah tegang sesaat setelah Dirga saling berbantah perkataan dengan Bastian.
“Kamu dan Indira bisa saling memaafkan biar semuanya selesai,” saran Wulandari pada anaknya kemudian.
“Seharusnya Dirga yang meminta maaf duluan sama Indira, kamu itu cowok. Jangan nunggu dia yang minta maaf sama kamu. Lupakan masalah kamu sama Indira sekarang,” ujar Bastian.
Dirga melirik sebentar ke arah Rafika lalu menggenggam tangannya, mereka berdua berdiri. “Terima kasih untuk waktunya, Pa, Ma. Dirga akan memikirkan lagi untuk berbaikan dengan Indira. Dirga pamit mau pergi, untuk sekarang gak perlu dicari, nanti pulang sendiri. Dirga mau mencari ketenangan.” Tanpa mendengarkan balasan kedua orangtuanya, Dirga menarik lengan Rafika pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...