Part 26

124 3 0
                                    

"Iya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya. Benar begitu, Pak. Semalam saya pergi ke rumah Rafika untuk belajar bersama karena ada tugas kelompok dan kami belajar sampai larut malam. Sekali lagi saya minta maaf kalau hari ini telat, Pak," jawab Dirga lega.

Pak Efendi menghela napas pelan. "Rafika, silakan kamu duduk lagi. Buat Rahman, silakan kembali ke tempat dudukmu," suruhnya.

Hening sebentar, kemudian Pak Efendi memutuskan untuk memberikan hukuman push-up lima belas kali pada Dirga. Mungkin dengan begitu Dirga akan sadar dan tidak akan mengulanginya lagi. Siswa itu menuruti apa hukuman yang diberikan untuknya.

***

Lima menit yang lalu bel pulang sekolah baru selesai berbunyi. Di kelas sekarang ini hanya menyisakan Ayu, Rafika, dan Dirga. Sementara, Udik dan Rahman sudah meninggalkan kelas lebih dulu sejak tadi tanpa memberitahu yang lainnya. Dirga mencoba menelepon nomor Rahman untuk memastikan temannya itu pulang dengan Udik atau naik angkot, sebab mobil dia yang bawa pulang.

Waktu pergi ke sekolah tadi Rahman meminjam mobil Dirga. Karena memang, Dirga sendiri tadi pagi seakan tidak niat pergi sekolah. Selama berada di indekos Rahman juga Dirga selalu pergi-pulang dengan temannya itu.

“Ah, sialan!” Telepon Dirga tak kunjung dijawab oleh Rahman.

"Woy! Di kantin ada anak kelas sebelas berkelahi lagi, tuh!"

Tiba-tiba saja Dirga tersentak kaget karena mendengar dari luar ada orang berteriak kalau di kantin ada yang berkelahi. Dia juga mendengar anak kelas sebelas terlibat. Tanpa banyak berpikir, Dirga segera berlari menuju kantin untuk memastikan. Ayu dan Rafika mengikuti dari belakang.

Suasana sekolah sekarang ini sudah sepi, guru-guru sudah pulang, para murid juga sudah meninggalkan area sekolah, kalaupun masih ada, itu juga paling beberapa murid saja tersisa, semua kelas juga sudah banyak yang kosong. Pak Kasim juga kalau sudah siang tidak ada di tempatnya. Kalaupun masih ada, pasti Pak Kasim bertugas menutup semua pintu kelas yang masih terbuka.

"Itu Rahman dan Udik, Di!" seru Rafika menunjuk Rahman dan Udik sedang memukuli siswa lain di kantin.

“Rahman dan Udik, Di!” teriak Ayu histeris ketakutan.

"Berhenti, Man, Dik!" Dirga segera melerai kedua temannya dengan paksa.

"Gak usah diberi ampun, Di!" hardik Udik sambil menunjuk orang yang dipukuli tadi.

"Tenang dulu, Dik. Kita selesaikan secara baik-baik, jangan main hajar aja!" bentak Dirga menyuruh temannya itu untuk tetap tenang.

“Tapi, Di ....”

"Cukup. Gue minta lo berdua berhenti memukuli siswa itu. Kalau nggak, gue sendiri yang akan menghajar kalian berdua. Tindakan kalian ini melebihi batas!" Dirga mulai kesal atas tindakan kedua temannya itu.

"Udah, lo tenang dulu, jangan emosian," ucap Rafika mencoba menenangkan Dirga yang sudah mulai emosi.

Rafika menarik lengan Dirga sedikit menjauh dari Rahman dan Udik. Dia takut nantinya terjadi hal yang tidak diinginkan. Dirga duduk dan Rafika terus menenangkan emosinya.

"Kalian kenapa, sih? Apa masalahnya sampai harus memukuli orang lain?" tanya Ayu pada Rahman dan Udik.

"Gue tahu kemarin Dirga terlibat masalah dengan orang itu, Yu. Gue gak terima kalau orang itu kurang ajar sama Rafika. Kita mau beri dia pelajaran, Yu," jelas Rahman masih dengan emosi menatap tajam ke arah siswa yang mereka pukuli tadi.

Ayu menghela napasnya pelan. "Seharusnya kalian gak perlu berlebihan gini. Tanya dulu sama mereka, udah selesai belum masalahnya, jangan asal main pukul aja."

Dirga yang mendengar penjelasan dari Rahman langsung kembali berdiri mendekati mereka lagi. "Lo gak perlu berbuat seperti ini, Man. Ini urusan gue. Gue udah selesain masalah ini kemarin, lo gak harus ikut campur!"

Niat Rahman dan Udik yang mau membantu menyelesaikan masalah itu memang benar, hanya saja cara mereka salah. Seharusnya mereka tidak perlu memukuli orang itu lagi karena Dirga sudah memberikan peringatan padanya. Dirga sudah menyelesaikan masalah itu sendirian. Jadi keduanya tidak harus terlibat dalam masalah ini.

"Gue minta maaf sama lo, Di," lirih Rahman.

"Gue juga minta maaf sama lo dan semuanya, Di," kata Udik.

"Astaga, Arka! Lo nggak apa-apa?" teriak Indira yang baru saja datang. Rasa khawatir Indira semakin bertambah kala melihat temannya tergeletak di lantai sehabis dipukuli.

“Nggak apa-apa, gue baik-baik, kok. Lo tenang aja, Ndi,” balas Arka.

"Lo kenapa sih, Di? Kalau gak seneng sama gue nggak usah nyakitin Arka segala! Arka gak tahu apa-apa. Kemarin emang gue yang nyuruh dia buat ganggu cewek lo. Udah, gak usah nyakitin dia lagi, gue gak terima kalau cara lo gini, Di. Gak usah ganggu Arka lagi. Gue akan laporin ini ke orangtua lo," ancam Indira yang langsung marah-marah di hadapan Dirga.

Indira membantu Arka kembali berdiri. Dia merangkul temannya itu untuk pergi dari sana. "Gue gak akan maafin lo atas tindakan ini, Di!" Sekali lagi, Indira mengancam ketika hendak melewati Dirga.

Bodoh. Rahman dan Udik benar-benar bodoh. Masalah ini bisa saja menyebar ke mana-mana, apalagi Indira sudah tahu dan menyangka ini perbuatan Dirga. Masalah ini akan Indira laporkan kepada orangtua Dirga. Belum juga selesai masalah cekcok Dirga sama papanya, kini datang masalah baru lagi.

Diandra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang