Seperti biasa, Dirga bersama kedua temannya kini sedang menyantap bakso di kantin Bu Eem. Tempat nongkrong paling nyaman ketika jam istirahat berlangsung. Sedari tadi mereka bertiga sibuk mengobrol membahas Dirga yang masih berada di tempat Rahman sampai saat ini.
Beberapa hari yang lalu, Dirga sudah bisa menerima Rafika sebagai temannya. Itu juga karena Ayu yang sering memohon pada Dirga agar berbaik hati sama siswi baru itu. Pada akhirnya, Dirga pun tak mempermasalahkan Rafika yang terus ingin dekat dengannya.
Ketika sedang asyik mengobrol, tiba-tiba saja suasana mereka terganggu lantaran kedatangan Indira. Dirga langsung melengos fokus menghabiskan makanannya, begitu juga dengan Rahman dan Udik.
“Eh, ada jailangkung, nih,” cibir Udik begitu saja ketika Indira sudah berdiri di samping Dirga.
“Lo nggak usah nyindir gue, Dik!” Indira langsung menepuk kepala Udik.
Kedua mata Udik menatap Indira tajam. “Sialan nih anak!” ketusnya tak terima.
“Kenapa? Ada masalah sama gue?” Indira malah balik menatap Udik tajam.
“Nggak. Lo cantik ..., tapi bohong.” Udik tergelak puas, begitu juga dengan kedua temannya. Mereka menertawakan ekspresi kecut Indira.
“Eh, Di,” ucap Indira kemudian melirik Dirga, “lo kenapa kabur dari rumah? Tadi Tante Wulan nelepon ke gue minta tolong bilangin sama lo agar segera pulang.”
“Mau ngomong sama gue?” tanya Dirga kepada Indira lalu tersenyum sinis.
Indira menghela napas pelan. “Astaga, Di. Lo sebegininya benci sama gue. Emang salah gue sebesar apaan sih sama lo? Nggak ada gitu sedikit aja waktu buat gue perbaiki semuanya? Gue tahu kalau lo itu belum bisa move on.”
“Lancar amet ngomongnya, salut gue sama lo, Ndi―eh, Tan, maksudnya.”
“Tan? Mantan atau setan, Di?” celetuk Udik langsung tertawa.
“Mungkin enakan digabung aja, Dik.” Dirga merespons cepat diiringi gelak tawa.
“Lo jangan gitu, nggak baik, Di,” ujar Rahman mengingatkan.
“Biarin, Man. Lah, emang dia pantes dibilang gitu. Lagian kalau udah jadi mantan nggak usah ngurusin hidup gue lagi kali. Pakai masih dekatin mama lagi, basi! Trik gitu udah bisa ditebak ujungnya gimana. Pasti entar minta balikan lagi lewat mama. Aduh ....”
“Emang gue salah, ya, dekat sama Tante Wulan? Kita emang udah nggak pacaran lagi, Di, tapi gue masih pengin jadi temen lo. Emang kenapa sih sampai sesulit ini lo buat nerima kehadiran gue lagi?” Indira kembali berucap sesaat kemudian.
“Trik lo itu udah basi semua. Gue gak akan salah milih untuk kedua kalinya. Cukup satu kali gue terjebak dalam zona nyaman bersama lo. Paham?!” ketus Dirga menatap Indira.
“Lo itu selalu begini―”Perkataan Indira terhenti karena Ayu dan Rafika mendekat. Kedatangan kedua orang itu membuat semuanya terdiam sesaat. Dirga dan Udik langsung fokus pada ponsel, sedangkan Rahman melanjutkan menyantap makanannya. Mereka bertiga menyibukkan diri masing-masing.
Indira memutar pandangan mengarah ke Rafika yang berdiri di sampingnya. “Kenapa Rafika dateng semuanya jadi diam gini?” tanya Indira yang entah ke siapa. Dia melirik satu per satu cowok yang ada di dekatnya sekarang ini. Mereka tak mengindahkannya.
Dirga berdiri lalu menarik tangan Rafika untuk duduk di kursinya. Dirga juga menarik satu kursi untuk tempatnya duduk. Sekarang mereka duduk berdekatan, dan tanpa disangka oleh siapa pun, cowok itu menyuapi Rafika dengan makanan yang ada di depannya.
“Aaa ..., Sayang,” suruh Dirga agar Rafika membuka mulutnya.
Rafika menuruti permintaan Dirga dengan penuh kebingungan. Cewek itu benar-benar dibuat salah tingkah dengan sikap Dirga yang seketika berubah. Rafika menerima suapan yang diberikan Dirga.
“Terima kasih, Di,” ucapnya bahagia.
“Nggak usah terima kasih segala. Kan, emang jadi tugas aku perhatian sama kamu. Kamu jangan pernah berubah jadi orang lain, ya,” lirih Dirga menatap kedua mata Rafika dalam.
“Ini apa-apaan, Di?” tanya Indira tidak terima melihat kemesraan Dirga dan Rafika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...