Dalam hatinya memang ini yang dibutuhkan untuk sekarang. Bukan selalu ingin bergenggaman tangan dengan Dirga, melainkan suasana seperti sekarang ini yang membuat dia diperlakukan lebih dari biasanya. Rafika senang mendapatkan perhatian seperti ini.
Mereka berdua duduk di meja yang memang sudah dipesan Dirga sebelumnya. Suasana kali ini menjadi berbeda dari biasanya. Kedua orang yang saling berteman dekat jalan bersama, merasakan kebahagiaan bersama, saling menunjukkan perhatian masing-masing.
“Lo tunggu di sini bentar, Ra.” Dirga berjalan kembali menuju parkiran untuk mengambil sesuatu.
“Ini untuk lo, Ra.” Dirga memberikan boneka beruang kecil pada Rafika setelah dia duduk kembali ke tempatnya.
“Serius untuk gue, Di?” tanya Rafika memastikan sambil menerima boneka itu. Dia juga mendapati kertas kecil yang terdapat di sisi belakang boneka itu. Dia membacanya dalam hati.
"Terima kasih karena lo udah mau jadi temen dekat gue. Gue harap kita tetap bisa bersama seperti ini, Ra. Sekali lagi terima kasih."
“Itu buat lo karena udah bisa buat gue nyaman, Ra. Lo jangan pernah jauh dari gue, ya. Lo orang yang bisa buat gue nyaman setiap harinya. Mau, kan, terus berada di dekat gue?”
Rafika kembali menatap kedua mata Dirga. Tidak pernah diduga sebelumnya kalau mereka akan sedekat ini. Berharaplah waktu berputar sangat lambat agar bisa merasakan kebersamaan malam ini lebih lama lagi.
“Jangan nangis, Ra.” Dirga menyeka air mata yang mulai keluar di kedua sudut mata Rafika dengan ibu jarinya. “Bantu gue buat nyelesain masalah, ya, Ra. Dengan lo, gue yakin masalah ini pasti akan terselesaikan.”
Tangis Rafika tak dapat dibendung karena terharu dengan suasana sekarang ini, sekaligus teringat Dirga setiap hari berjuang sendirian, tidak mau melibatkan orang di sekitarnya. Namun, kali ini Dirga sudah menyerah dengan egonya, meminta agar Rafika tetap berada di dekatnya dan membantu menyelesaikan masalah.
“Lo jangan sedih, Ra.” Dirga kembali menyeka air mata Rafika hingga kering.
Cewek itu mencoba untuk tersenyum. “Terima kasih, Di,” lirihnya.
“Jangan sedih lagi. Pesanannya dimakan gih.”
Rafika hanya mengangguk. Dia mulai makan. Sesekali tatapan mata terarah pada Dirga yang masih saja memperhatikannya.
“Lo nggak usah gitu, gue jadi malu, Di,” ucap Rafika. Dia berhenti makan, mengangkat kembali kepala, tatapan mengarah pada Dirga yang masih tidak berpaling darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...