“Ra, gue ... mau baik sama lo. Maaf atas perkataan yang kemarin-kemarin. Juga maaf atas pertemuan kita di awal,” baca Rafika dengan nada sekecil mungkin. Pesan yang dikirimkan Dirga membuatnya tersenyum malu.
“Iya, nggak apa-apa, kok. Gue paham situasi lo. Pertemuan di awal itu maksudnya gimana?” Setelah membaca kembali teks yang akan dikirimkan, Rafika langsung mengirimkan pesan itu.
Notifikasi pesan masuk berbunyi dari ponsel Dirga. Cowok itu membuka pesan tersebut. Tersenyum ketika membaca pesan balasan dari Rafika. Dia kembali mengetikkan sesuatu lalu mengirimkannya sambil membagi fokus menyetir.
“Itu, masalah gue nabrak lo pas lagi jalan ke kelas. Gue minta maaf karena nggak ngebantu lo. Gue juga kaget pas tahu ternyata lo itu siswi baru di kelas. Gue merasa bersalah,” baca Rafika setelah menerima pesan dari Dirga.
“Nggak usah dipikirin kalau masalah itu. Gue nggak pernah berpikir kalau lo salah. Ternyata lo itu orangnya baik, ya, Di. Gue kira lo selalu dingin, cuek, nggak bisa sebaik ini. Ternyata perkiraan gue salah, maaf.” Dirga membaca pesan itu. Keduanya saling berbalas pesan secara diam-diam. Rahman juga tak menghiraukan mereka.
Mobil yang dikendarai Dirga berhenti di depan rumah Rafika. Ini kali kedua dirinya mengantar cewek itu pulang. Sama seperti sebelumnya, Ayu yang meminta. Akan tetapi, ada rasa senang yang dirasakan Dirga setelah mengantar cewek itu. Mungkinkah dirinya sudah mulai menerima kehadiran Rafika dengan tulus?
Rafika turun dari mobil lalu mendekati Dirga. “Terima kasih karena lo udah mau nganterin gue pulang hari ini. Nggak usah merasa bersalah,” bisiknya sangat dekat dengan Dirga.
Dirga tersenyum sebentar. “Lo harus bantuin gue buat nyelesain masalah, Ra. Oh iya, satu lagi. Jujur, lo itu memang cantik, Ra, mana baik lagi. Beruntung gue kenal sama lo,” bisik Dirga di telinga Rafika. Dirinya sukses membuat cewek itu tersenyum semringah.“Ehem! Ehem! Di depan kayaknya ada yang jualan es teh manis deh, Di,” sindir Rahman pura-pura serak.
“Gue masuk dulu, ya. Hati-hati di jalan.” Rafika melambai melihat mobil Dirga sudah berlalu meninggalkannya sendirian. Senang rasanya karena Dirga sudah berubah, tak lagi seperti awal pertemuan mereka yang sangat ketus.
***
Malam ini Rafika dan Ayu sedang dalam perjalanan menuju indekos Rahman. Tanpa sepengetahuan Dirga, tadi siang mereka berdua pergi menemui Bastian dan Wulandari. Mereka menjelaskan apa yang menjadi keluh kesah Dirga selama ini. Akan tetapi, yang didapat justru tak seperti perkiraan mereka. Keduanya dibentak, bahkan diusir oleh Bastian. Beruntung saja Rafika sempat memberitahukan alamat tempat tinggal Dirga sekarang ini.
Sesampainya di tempat Rahman, Rafika memarkirkan mobilnya di depan indekos. Keduanya turun lalu Ayu mengetuk pintu indekos sembari mengucapkan salam.
“Assalamualaikum!” Ayu kembali mengetuk pintu.
“Waalaikumsalam.” Seseorang membuka pintu dari dalam, itu adalah Dirga.
“Sendirian, Di?” tanya Ayu.
“Nggak. Rahman ada tuh di dalam.”
“Ada yang nyariin gue nih ceritanya? Gue pikir cuma mau ketemu sama Dirga, doang,” kata Rahman berjalan mendekati Dirga. Mereka berempat mengobrol di teras.
“Kalian lagi ngapain?” Rafika ikut bersuara memberikan pertanyaan.
“Biasa, lagi main game,” jawab Dirga. “Tumben dateng ke sini. Ada yang mau diomongin?” Dirga menyelidiki kedua teman ceweknya itu.
“Tadi siang gue sama Rafika ke rumah lo, Di,” terang Ayu jujur.
“Ngapain?” tanya Dirga singkat.
“Jelasin semuanya kenapa lo selalu mendapatkan masalah di sekolah. Kenapa lo berubah jadi nakal begini. Kenapa lo minggat dari rumah. Gue sama Rafika mencoba ngejelasin itu semua sama orangtua lo, tapi ....”
“Kenapa, Yu? Kalian dapat masalah?”
“Nggak―”
Perkataan Ayu terhenti karena ada satu mobil berhenti di depan indekos Rahman. Dua orang turun bersamaan lalu berjalan mendekat. Sementara Dirga langsung beranjak dari kursinya masuk kembali ke indekos. Tak lama, Dirga kembali keluar dan sudah bersiap untuk pergi. Keadaan sekarang membuatnya terganggu.
“Lo mau ke mana, Di?” tanya Ayu yang melihat Dirga ingin pergi.
“Mau ke mana, Di?” Rafika juga ikut bertanya.
“Gue mau pergi. Kayaknya suasana di sini mulai gak nyaman,” balas Dirga.
“Berhenti, Dirga!” cegah Bastian yang langsung menahan lengan Dirga ketika hendak melewatinya. Bastian mendapati sorot mata tajam dari anaknya.
“Dirga, mama khawatir sama kamu,” kata Wulandari yang langsung memeluk Dirga sendu. Sedetik kemudian anaknya melepaskan pelukan mereka. Wulandari tercengang melihat respons Dirga. Ayu, Rafika dan Rahman bergegas mendekat.
“Lepasin tangan Dirga, Pa!” Dirga menyingkirkan tangan papanya. “Untuk apa ke sini? Gak ada gunanya. Dirga masih bisa bahagia bareng temen-temen, Pa. Mereka bisa membagi perhatian. Dirga senang tinggal di tempat Rahman.” Dalam hati, Dirga masih menaruh rasa kesal terhadap papanya.
Bastian terdiam sesaat setelah mendengar perkataan Dirga.
“Lo gak seharusnya begini, Di,” kata Rafika mencoba menenangkan Dirga.
“Gue pusing kalau terus berada di sini, Ra.”
“Mereka mau ngomong sama lo.” Ayu memberanikan diri untuk berucap.
“Sayang, mama kangen sama kamu. Kamu pulang ke rumah, ya. Mama mau kamu selalu ada di rumah. Kamu nggak perlu lagi seperti ini. Mama janji akan coba ngertiin perasaan kamu.” Wulandari mulai menangis seraya menggenggam lengan Dirga kuat.
Dirga menyingkirkan tangan mamanya. “Dirga harus cari tempat nyaman untuk menyendiri, Ma. Maaf, sekarang Dirga harus pergi.” Dirga bergegas pergi dengan mobilnya.
“Sayang, kamu jangan tinggalin mama!” Wulandari menangis menatap mobil Dirga berlalu meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...