Part 6

399 84 49
                                    

Suasana seketika menjadi tidak nyaman untuk Dirga sendiri ketika Indira datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana seketika menjadi tidak nyaman untuk Dirga sendiri ketika Indira datang. Indira menatap Dirga dengan tatapan yang dulu pernah membuatnya luluh, tetapi sekarang tatapan itu tidak digubris. Dirga menghela napas gusar, kemudian berdiri menghadapi mantannya itu. "Dia yang akan gantiin posisi lo!" ketusnya menunjuk ke arah Rafika.

Indira santai dengan senyumnya. "Gue tahu lo itu belum bisa move on, Di. Sampai kapan sih terus berbohong pada hati lo?"

Dirga tersenyum sinis menatap Indira. "Gue udah move on dari lo!" tegasnya. "Masih kurang jelas? Gue udah move on dari lo dan yang gantiin posisi lo, Rafika!"

Pernyataan Dirga membuat semuanya tercengang, termasuk Rafika sendiri yang tak menyangka bahwa Dirga membuat pernyataan seperti itu. Ucapan yang dikeluarkan Dirga itu membuat semuanya terdiam.

"Gue gak ada urusan lagi sama lo. Mantan, ya, tetap mantan! Nggak akan pernah ada kesempatan kedua!" ketus Dirga lalu menarik lengan Rafika menjauhi kantin.

Mereka kembali masuk ke kelas. Dirga dengan kasar mendorong tubuh Rafika ke dinding lalu mengurungnya dengan kedua tangan. Kedua matanya menatap serius cewek itu. Kini keduanya sedang berada di kelas yang dalam keadaan kosong.

"Denger, pernyataan tadi gak serius, jadi lo gak harus masukin ke hati," ucap Dirga sangat dekat dengan wajah Rafika.

"Terus?" Rafika menautkan kedua alisnya.

"Ya, lo jangan masukin ke hati, entar berharap lagi."

Rafika menghela napas pelan. "Iya, gue paham kok kalau lo itu gak serius."

"Gue cuma mau ngehindarin Indira, jadi lo harus paham itu."

Rafika menatap kedua mata Dirga saksama. "Jangan pernah buat orang lain berada di dalam zona nyaman lo, kalau lo sendiri menganggap semua itu candaan."

"Terserah gue mau ngapain. Makanya, kalau punya hati jangan terlalu mudah serius," ketus Dirga. Dengan kedua sorot mata tajam, Dirga kembali berucap, "Gue beritahu sama lo. Jangan mudah ngasih hati lo buat orang. Risikonya lo akan sakit."

Rafika terdiam sembari menatap Dirga yang berlalu meninggalkannya sendirian.

Dirga menuju lapangan basket untuk mengisi waktunya saat ini. Beberapa siswi mulai berteriak ketika Dirga masuk ke lapangan. Hal ini membuat semua murid kaget lantaran Dirga sudah lama tidak bermain basket. Namun, untuk kali ini dia sudah berdiri di lapangan dan ingin bermain bersama yang lainnya.

"Dirga!"

"Dirga! I Love you!"

Terdengar suara para siswi meneriakkan namanya. Terbukti, Dirga memang sangat populer di sekolah ini. Dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas banyak siswi mengidolakannya. Dengan paras yang tampan, tubuh tegap, penampilan keren, Dirga menjadi satu-satunya cowok yang paling banyak disukai oleh para siswi di SMA Cakrawala.

Sekarang Dirga sedang bermain basket bersama kelas sebelas lain. Teriakan para siswi terdengar saat Dirga berhasil memasukkan bola basket ke ring dengan jarak jauh. Kehebatan Dirga dalam bermain basket masih sama seperti dulu.

Dirga kembali merebut bola basket dari tangan lawan, dia melewati beberapa musuhnya dengan sangat lincah. Mereka saling mengoper bola tanpa ada yang berniat menguasai bola sepenuhnya. Dirga menangkap bola yang dioper temannya dan langsung melompat memasukkan bola itu ke ring. Kembali teriakan para siswi terdengar mengiringi keberhasilan Dirga memasukkan bolanya.

"Dirga!" teriak Ayu yang berada di pinggir lapangan.

Dirga memutar pandangannya mengarah pada Ayu yang memanggil. Dia berlari mendekati temannya itu. "Iya, ada apa, Yu?" tanyanya.

"Ini minum buat lo." Ayu memberikan sebotol minum air mineral pada Dirga.

"Terima kasih, Yu. Ah, lo emang yang paling perhatian sama gue." Dirga langsung meminum minuman itu.

"Rafika kagum sama lo yang hebat main basket, Di." Ayu kembali berucap.

"Oh, baguslah. Berarti penggemar gue nambah satu."

Rafika yang berdiri di samping Ayu hanya terdiam menatap cowok itu. Jujur, Rafika masih terpikirkan tentang perkataan yang di kantin tadi. Pernyataan yang jelas membuat semua orang tercengang, padahal itu hanya ditujukan untuk menghindari Indira. Tiba-tiba saja bel masuk berbunyi. Mereka bertiga segera kembali ke kelas.

Diandra [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang