“Dirga ini sebenarnya pintar, berprestasi, juga seorang atlet waktu kelas sepuluh. Entah kenapa setelah di kelas sebelas ini semakin lama Dirga mulai berubah. Pihak sekolah pun sudah banyak sekali menerima kasus yang dia perbuat. Mulai dari berkelahi, bolos, minggat, dan masih banyak lainnya. Sangat disayangkan kalau Dirga terus berada di posisi seperti ini. Bapak sendiri tahu gimana tingkah laku Dirga semasa kelas sepuluh,” ucap Pak Burhan panjang.
“Iya, Pak. Saya sebagai walinya minta maaf atas kesalahan yang Dirga perbuat,” lirih Bi Siti.
“Waktu itu Dirga minggat lagi di jam pelajaran Olahraga, alasannya tidak membawa seragam. Sebenarnya, hal itu bisa dibicarakan baik-baik sama guru yang mengajar, bila perlu kamu terima hukuman apa pun, asal kamu masih dianggap hadir. Bukan malah pulang duluan. Namamu sudah tercoreng di SMA ini akibat masalah. Jangan sampai pihak sekolah membuatmu menyesal karena semua masalah yang diperbuat.” Pak Burhan terus membahas kelakuan Dirga ketika di sekolah.
“Saya minta maaf, Pak. Saya janji gak akan membuat masalah lagi di sekolah. Apa pun risikonya akan saya terima bila suatu saat kembali membuat masalah,” kata Dirga mengakui kesalahannya.
“Dirga berubah seperti sekarang ini karena ada sesuatu, Pak,” timpal Bi Siti.
“Sesuatu? Apa itu?” tanya Pak Burhan bingung.
“Dirga ini sebenarnya lagi dalam mas―”
“Masa remaja, Pak. Dirga masih sulit untuk mengontrol diri,” potong Dirga dengan cepat. Dirinya tidak mau kalau Bi Siti sampai memberitahu orang lain tentang masalah yang sedang dihadapi.
Pak Burhan menatap Dirga bingung. Antara percaya dan tidak percaya. Itulah yang sedang dipikirkan Pak Burhan sekarang ini. Dia paham kalau anak dalam masa remaja itu masih labil, sering membuat kesalahan. Akan tetapi, ketika di sekolah semua siswa harus mematuhi peraturan yang ada tanpa terkecuali, begitu juga dengan Dirga.
“Itu tidak bisa dijadikan alasan kamu terus membuat masalah di sekolah. Ini sekolah, punya aturan yang harus dipatuhi. Kamu sebagai siswa di sekolah ini wajib mematuhi semua aturan itu, tidak ada alasan masa remaja. Siswa lain bisa menaati aturan dan tidak membuat masalah, kenapa kamu tidak? Ini terakhir kalinya bapak memberikan peringatan kepada kamu, jangan pernah membuat masalah lagi di sekolah ini atau kamu akan dikeluarkan.” Dengan tegas Pak Burhan mengatakan itu semua.
Dirga yang sedikit tertunduk kembali berucap, “Iya, Pak. Saya menerima jika dikeluarkan dari sekolah ini apabila membuat masalah lagi.”
“Silakan kamu tanda tangan di surat perjanjian ini.” Pak Burhan menunjukkan selembar surat perjanjian yang sudah disiapkannya kepada Dirga. Siswa itu menandatangani surat perjanjian sesuai instruksi Pak Burhan.
“Selesai, Pak,” kata Dirga setelah selesai.
“Sekarang silakan kembali ke kelasmu.”
“Iya, Pak. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Assalamualaikum,” pamit Dirga lalu mencium punggung tangan Pak Burhan.
“Kami permisi keluar, Pak. Assalamualaikum,” ucap Bi Siti.
“Waalaikumsalam.” Pak Burhan membalas salam mereka berdua.
Dirga mengantar Bi Siti menuju depan gerbang sekolahnya menunggu angkot. Tangannya melambai kepada angkot yang hendak melewati mereka. Angkot itu berhenti, kemudian Bi Siti naik. Dirga kembali masuk ke area sekolah dengan rasa kesal yang masih terbenam dalam hati. Sebelum berjalan menuju kantin, Dirga kembali mengubah penampilannya seperti biasa, tidak berpakaian rapi.
“Masalah surat panggilan itu, ya? Gimana hasilnya?” tanya Ayu ketika Dirga baru saja mendekati mereka.
“Iya,” balas Dirga singkat.
“Kepala sekolah bilang apa, Di? Lo diskors apa gimana?” Rafika ikut memberikan pertanyaan.
Dirga diam tertunduk sambil mencengkeram rambutnya kesal. “Sialan!” hardiknya.
“Lo kenapa, Di? Nggak dikeluarin dari sekolah, kan?” tanya Rahman menyelidiki sikap Dirga. “Jangan sampai lo dikeluarin dari sekolah, Di,” lanjutnya.
“Gue kembali ke kelas duluan.” Dirga berdiri lalu pergi.
“Eh, Dirga kenapa?” tanya Rahman pada teman-temannya.
“Entahlah,” timpal Rafika menatap punggung Dirga pergi.
“Nggak usah banyak pertanyaan lagi, mending kita susul dia sekarang,” putus Udik yang langsung menyusul Dirga menuju kelas. Ayu, Rafika, dan Rahman pun ikut menyusul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...