Tepat ketika Dirga baru mau masuk ke kelas, guru yang mengajar pelajaran jam terakhir pun keluar. Tanpa melihat atau menegur Dirga, guru itu langsung menuju kantor begitu saja. Dalam hati menaruh rasa kesal dengan guru seperti itu, tetapi Dirga hanya mendiamkan saja.
Dirga yang hendak meninggalkan kelas, tiba-tiba dihentikan Ayu dengan cepat.
“Tunggu sebentar, Di. Lo harus beri tahu dulu kenapa tadi berkelahi,” pinta Ayu.
Dirga melepaskan tangan Ayu yang menggenggam lengannya. “Lo gak perlu tahu, Yu. Ini masalah pribadi gue,” balas Dirga.
“Di ... gue ini sahabat lo.”
“Iya, Yu. Urusan ini biar gue aja yang nanggung. Lagian masalahnya udah selesai.”
“Gak usah dipaksain, Yu,” ucap Udik menengahi mereka.
“Udik ada benarnya juga tuh, Yu. Mending sekarang kita pulang, yuk,” ajak Rafika yang langsung merangkul temannya itu untuk pulang.
“Bentar, Ra.” Ayu kembali melihat ke arah Dirga. “Lo seharusnya sadar kalau masalah itu bisa diceritain ke kita, Di. Kita bisa bantu lo, kok. Jangan pernah berpikir bahwa di dunia ini hidup sendirian, Di.”
Dirga terdiam menatap kedua mata Ayu heran. Ayu memang dekat dan bahkan sering membantu Dirga dalam berbagai hal. Apalagi urusan sekolah, Ayu sering datang ke rumah Dirga untuk menyelesaikan tugas bersama.
“Oh iya, kita belum kenalan, kan?” tanya Rafika melirik Dirga, lalu tersenyum.
“Perlu, ya, kenalan?” balas Dirga.
“Perlu, karena gue juga ingin jadi temen lo. Jangan ketus gitulah.”
“Mending lupain niat lo itu.”
“Kenapa? Gue nggak pantes ya temenan sama lo? Emang buat jadi temen lo itu harus ada syaratnya gitu? Harus bayar? Harus nurutin kemauan lo dulu? Harus gimana sih biar bisa jadi temen lo―”
“Kita langsung pulang aja, Ra. Kan, tadi lo yang ngajakin gue pulang.” Ayu menarik lengan Rafika berlalu meninggalkan Dirga. “Udah, nggak usah dipikirin masalah Dirga yang bersikap begitu,” ujar Ayu.
Dirga, Rahman dan Udik segera berjalan menuju parkiran. Jangan emosi jika sikap Dirga seperti itu terhadap orang lain atau orang baru. Dari parkiran, Udik berpamitan untuk segera pulang duluan. Tak lama, Dirga segera melajukan mobilnya meninggalkan parkiran, diikuti oleh Rahman dengan sepeda motornya.
Mobil Dirga berhenti di depan gerbang sekolah tepat di depan Ayu dan Rafika. Dia keluar dari mobil. Rahman juga berhenti sejenak di dekat mereka.
“Man, lo antar Ayu pulang, ya,” suruh Dirga pada Rahman.
“Nggak usah, Man. Lo pulang aja duluan,” timpal Ayu cepat.
“Udah, nggak usah nolak. Ini gue yang nyuruh Rahman.” Dirga kembali berucap.
“Kalau gue sih terserah sama Ayu aja, Di,” sambung Rahman.
“Kalau gue pulang sama Rahman, berarti Rafika nunggu di sini sendirian, Di. Kasihan dia. Gue mau nemenin dia nunggu orangtuanya di sini aja dulu sebentar. Kalian berdua pulang aja duluan.” Ayu melirik ke arah Rafika yang berada di sampingnya. “Gue mau nemenin Rafika di sini dulu, Di.”
“Nggak apa-apa kalau lo mau pulang duluan. Bentar lagi orangtua gue dateng kok, Yu. Pulang aja duluan sama Rahman,” kata Rafika merelakan Ayu untuk pulang lebih dulu.
“Nah, tuh denger sendiri, kan? Udah nggak usah nolak lagi, buruan naik ke motor Rahman.” Dirga menarik Ayu untuk naik ke jok belakang motor Rahman. Ayu dengan terpaksa mengikuti kemauan temannya itu.
“Gue akan anterin Ayu sampai ke rumahnya dengan selamat, Di,” kata Rahman. “Ya udah, kalau begitu kami pulang duluan.” Rahman berlalu meninggalkan Dirga dan Rafika.
“Di―” Rafika yang hendak menegur Dirga, seketika terhenti karena cowok itu masuk ke mobil begitu saja. Rafika hanya menatap mobil cowok itu berlalu meninggalkannya sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diandra [Completed]
Teen Fiction"Jadi guru Bahasa Inggris, ya, Di?" celetuk Udik dari tempatnya, "Dirga mau ngajarin arti kata i love you pada Rafika tuh, Pak," lanjutnya. "Bukan, Dik," balas Dirga, "gue mau jadi guru Sejarah aja, biar bisa ngajarin Rafika gimana perjuangan mendap...