27|Pelan-pelan, semua ada waktunya

213 49 11
                                    

Sudah kubilang, hujan selalu menempatkanku bersama kak Dion di satu tempat. Entah itu kantin, jalanan, gudang dan sekarang ruang studio. Aku juga tak menyangka kalau kak Dion akan ke Studio, karena biasanya dia jarang ke Studio kecuali jika memang genting dan tak memungkinkan untuk pulang ke apartemen.

Sebenarnya aku tidak keberatan ada kak Dion disini bersamaku. Hanya saja aku sedang tak ingin melihat wajah datarnya itu.

"Emang gue bilang kalian pacaran?" sial, ngapain juga aku ngomong begitu. Seolah aku sedang memberikan sebuah path code agar dia bisa bebas mendekatiku, memangnya dia punya perasaan? Aku kan bukan Ayu atau Jia, si cewek feminim yan lebih mendekati seleranya. Lagi-lagi kak Dion membuat sifat rendah diri yang selalu aku kubur datang kembali. Aku benci saat aku membanding-bandingkan diriku dengan orang lain, tapi jika itu menyangkut kak Dion, aku tak bisa mengontrolnya.

"Kali aja kak Dion berpikiran sama kayak yang lain, mau make sure aja kalau gak ada orang yang salah paham tentang hubunganku sama kak Sihan, lagian kak Sihan kan.."

"I see...gue asal ngomong aja." Ucapnya memotong ucapanku yang belum sempat aku akhiri.

Lagipula memang akhir-akhir ini banyak yang salam mengartikan kedekatanku dengan kak Sihan. Padahal mereka tak tahu kalau kak Sihan punya masalah percintaan sendiri yang belum di tuntaskan, dan aku hanya sebatas pendengar dalam kisah cintanya yang belum tuntas itu, tidak lebih.

"Kak Dion ngapain ke studio?" ku teguk kopi dari gelas yang masih mengepulkan asap.

"Emang gue gak boleh ke studio?" tanya nya penuh kepolosan yang sontak membuatku tersedak kopiku sendiri.

"Emm..mm, gak..gak gitu maksudnya. Tumben aja, biasanya kan ngerjain apa-apa di apartement." Tukasku sok tahu, iya aku sok tahu aja emang.

"Sok tahu, siapa bilang gue ngerjain apa-apa di apartement" dengan santai dia menyesap kopi nya lantas wajahnya seperti biasa, datar tanpa ekspresi.

"Iya, emang sok tahu. Wajar kan? aku gak tahu apa-apa tentang kak Dion karena kak Dion sendiri gak pernah ngomong apa-apa." Culasku tanpa pikir panjang, kurasa intonasi bicara ku sedikit meninggi. Tapi percayalah, itu terbentuk dari segala campur aduk perasaan yang aku pendam untuk cowok itu.

Dia diam, hanya menatapku diam. Lalu sejurus kemudian kulirik dirinya dan kudapati setitik senyuman kecil disudut bibirnya.

"Salah sendiri lo gak nanya! emang menurut lo make sanse kalau gak ada angin gak ada ujan terus tiba-tiba gue cerita tentang diri gue sendiri ke orang lain?" ia kembali menyeruput kopi nya lagi, lantas melipat kedua tangannya di dada lalu bersender pada sandaran kursi dan tatapannya terfokus padaku.

"Kalau itu lo? Apa lo juga bakal koar-koar tentang diri lo ke orang lain tanpa di tanya? Kalau iya sih itu udah ke..."

"GAK!" sontak ku potong ucapannya setelah menangkap maksudnya.

"Aku punya malu kok untuk gak ngelakuin itu, lagian emang ada orang yang koar-koar nyari pembuktian tentang dirinya ke orang-orang padahal juga gak ada yang peduli." Ku dapati kak Dion mengangguk, ia setuju dengan argument ku.

"Emang kita sedekat itu untuk buat kak Dion mau cerita?" gumamku, semoga saja dia tak dengar.

"Oh? Kita gak dekat yah? Gue kira 4 bulan ini kita udah berteman dekat, cuma gue doang yah yang mikir kita deket? Iya sih, gue gak se care dan se talkless Sihan." Ucapnya santai, tapi ucapannya membuatku tercengang, karena aku tak menyangka ia mendengar suaraku yang sepelan itu.

"A..aku kira kak Dion risih kalau deket-deket aku, aku gak tahu kak Dion mikir gitu" terus terang, aku bingung. Apa aku harus senang atau sedih dengan pernyataan barusan. Kak Dion menganggap bahwa kita temang dekat selama 4 bulan ini, tapi aku berpikir sebaliknya karena kita benar-benar terlihat seperti orang yang bermusuhan.

Mr Psychopath & Me😈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang