BAB 1: Sebuah Pesan

79 16 24
                                    

Kota Magellan, kota tua bebas polusi yang berada di semesta lain tanpa sepengetahuan manusia. Dunia yang sangat berbanding terbalik dengan dunia manusia. Hanya ada beberapa kesamaan, seperti makhluk hidup, teknologi, dan pekerjaan. Tempat di mana manusia hidup dan berperilaku layaknya bangsawan, memakai pakaian kuno menurut para manusia. Satu lagi kesamaan antara dunia manusia dan dunia awan nebula, yaitu status. Status keluarga juga mempengaruhi kehidupan mereka. Lahir di keluarga kaya berarti setiap tindakanmu diperhatikan. Lahir di keluarga normal berarti hidupmu seperti manusia biasanya. Lahir di keluarga miskin berarti kau harus siap berjuang di dunia yang keras ini.

Pembunuhan juga tidak luput dari dunia ini. Pembunuhan berantai yang paling terkenal di dunia awan nebula. Pembunuhan dari dua dekade yang lalu, mitosnya bila kita menceritakan kisah pembunuhan ini maka pembunuh itu akan mengincar mereka. Tapi, apa benar seperti itu? Dengar-dengar sang pembunuh telah ditangkap. Meskipun fakta telah bersuara tetapi tetap tidak ada satu orang pun yang berani menyinggung soal itu. Namun kelima pria ini beranggapan bahwa itu hanyalah mitos dan tidak akan pernah terjadi.

Alasan disebut sebagai dunia awan nebula adalah hal yang sangat sederhana. Kota Magellan terbagi menjadi dua, antara lain Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil. Maka dari itu, kota ini sering disebut dengan nama Awan Magellan. Dan diambillah kata Awan dari sana, sementara itu kota Andromeda juga berada di dunia yang sama dengan Magellan. Andromeda adalah kota seberang yang dikenal dengan nama Andromeda Nebula. Sederhana sekali 'kan?

Karena dua kota itu berada di bawah atap yang sama maka lahirlah nama awan nebula. Magellan si kota tua dan Andromeda si kota maju. Perbandingan yang amat berbeda antara dua kota ini.

Kurasa kisah ini akan menarik bagi kalian yang menyukai misteri serta rahasia. Karena kisah ini tidak hanya menceritakan mengenai pembunuhan serta mitos saja. Kisah ini jauh lebih dalam dan kelam dari yang kalian bayangkan.


I

Keseharian


"Hey!" panggil pria yang baru saja memasuki ruangan berwarna kuning pastel, warna favorit sang pemilik kamar. Pria itu mengenakan kaus hitam dengan celana legging  berwarna navy serta trench coat  berwarna cokelat muda miliknya. Cuaca di Magellan memang dingin jadi tak heran bila rakyat di sana selalu memakai mantel untuk menghangatkan tubuh mereka.

"Tidak bisakah kau ucapkan salam, Mahesa?"

"Hehe, aku tiba tuan rumah."

"Baguslah kalau kau ingat dia sang tuan rumah," sahut pria lain yang sedang duduk bersila di sofa dengan warna gading tepat di ujung kanan ruangan.

"Oh temanku, tentu saja aku ingat bahwa dia tuan rumah," celetuk pria yang dipanggil Mahesa itu sembari merangkul lelaki yang baru saja berbicara sebelumnya.

"Apa kabarmu, Sa?" tanya pria itu membalas rangkulan Mahesa sehingga saat ini mereka saling merangkul satu sama lain. Mahesa mendudukkan dirinya ke atas sofa dan melepas rangkulan itu.

"Kabarku baik, Arga. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik."

"Ke mana dua orang itu?" tanya sang tuan rumah.

"Entahlah, kau tahu sendiri kan mereka berdua itu lama," jawab Arga sambil mengangkat kedua bahunya tanda bahwa ia tak tahu.

"Kau salah, Arga," balas pria yang baru saja memasuki kamar kuning pastel tersebut. Di belakangnya ada pria lain yang tersenyum lebar menyapa ketiga sahabatnya yang sedang duduk dengan santai menunggu kehadiran mereka berdua.

"Aku benar, Daffin. Kita sudah berjanji akan tiba di rumah Langit pukul sepuluh."

"Dan kalian tiba pukul sebelas," imbuhnya dengan wajah kesal yang menghiasi pandangan Daffin saat ini.

"Salahkan Sagara." Mereka berdua segera mengambil duduk di sofa bersebelahan dengan Arga dan Mahesa. Ia melepaskan mantelnya karena penghangat yang menyala perlahan membuat tubuhnya menjadi gerah.

"Ada apa dengan Sagara?"

"Tadi jam delapan pagi, waktu berhargaku untuk tidur diganggu olehnya," Daffin memulai ceritanya dengan kesal. Ia sudah siap meluapkan amarahnya.

"Dia bilang bonekanya hilang satu, dan dia menyuruhku datang ke rumahnya ikut mencari boneka kesayangannya yang hilang. Padahal aku masih bisa tidur, dan kalian tahu ternyata di mana boneka itu berada?"

"Di mana?" tanya Mahesa penasaran.

"Di dalam mesin cuci!"

"Bagaimana bisa?" tanya Arga.

"Hehe, aku sebenarnya ingin mencuci boneka itu. Tetapi, tadi pagi aku lupa bahwa aku sudah memasukkan boneka itu ke dalam mesin cuci." Sagara menjawab dengan wajah tanpa dosanya sembari tersenyum berharap Daffin akan mengampuninya.

"Lagian sebenarnya aku juga menelepon Mahesa," imbuhnya mengelak saat melihat wajah Daffin yang semakin kalut. Wajahnya terlihat kusut. Bagaimanapun tidak ada orang yang suka tidur nyenyaknya diganggu.

"Benarkah?" Mahesa sendiri tidak tahu bahwa Sagara meneleponnya.

"Iya aku meneleponmu berulang kali tapi kau tidak menjawab sama sekali."

"Coba cek smartphone-mu, Sa," pinta Arga yang langsung dilaksanakan oleh Mahesa.

Mahesa menghidupkan smartphone-nya dengan penasaran. Dan ternyata benar apa yang dikatakan oleh Sagara. Ia menelepon Mahesa berulang kali, tapi tak diangkatnya sama sekali. Daffin menghembuskan napasnya berat, sepertinya dia memang tidak berjodoh untuk berpacaran dengan kasur lebih lama hari ini.

"Hahahaha, sepertinya kau lupa bahwa Mahesa tidur sudah seperti simulasi meninggal," tawa Arga.

Memang benar bahwa saat Mahesa tidur, dia sudah seperti orang meninggal. Bukannya mendoakan, tapi sudah pernah kejadian waktu itu. Mereka pernah menginap di rumah Langit, Mahesa dan Daffin satu kamar. Mahesa tidur terlebih dahulu dan saat menutup pintu, tanpa sengaja dia mengunci pintu kamarnya. Saat Mahesa mengantuk, otaknya tidak bekerja. Dan dia tidak sadar dengan apa yang dia lakukan saat mengantuk.

Alhasil saat Daffin ingin tidur, dia tidak bisa masuk ke dalam kamarnya karena terkunci. Daffin bahkan sampai menggedor-gedor dan berteriak membangunkan Mahesa. Tetapi pria itu tidak kunjung terbangun dari tidur lelapnya. Mau tidak mau, Daffin pergi ke kamar Langit dan Sagara untuk tidur di lantai. Malang sekali nasib Daffin ini. Jadi tak jarang bila mereka was-was saat Mahesa tidak bangun. Takutnya dia pergi menemui Tuhan.

"Kau ini!" Mahesa ingin marah tapi apa yang dikatakan Arga adalah kebenaran. Mau mengelak juga tidak bisa.

Ting!

Notifikasi handphone milik kelimanya berbunyi bersamaan, membuat mereka sontak melihat pesan apa yang masuk.




Nomor tidak tersimpan

| NGC 224 FGN -H




"Hah? Apa ini?" Arga bingung melihat pesan yang baru saja masuk.

"Entahlah ... mungkin salah nomor," sahut Sagara mengangkat bahunya tak peduli.

"Tapi nomor yang mengirim kita pesan sama, bahkan waktunya bersamaan," balas Langit.

"Tidak mungkin kebetulan, bukan?" tanyanya kepada keempat sahabatnya.

"Aku tidak peduli, hari ini aku ingin beristirahat dari kerjaan," jawab Arga malas.






To Be Continued

Publish: 1 Juni 2021

Revisi: 1 September 2021

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang