[29] Run Away

6 0 0
                                    

Daffin tersenyum lebar menampakkan deretan giginya yang berbaris rapi. "Ternyata kau pintar juga, Mahesa."

Senyumannya luntur, ia melihat sekelilingnya dengan senyum kecil, ada perasaan bahagia dan bangga ketika ia melihat barang-barang milik keempat sahabatnya itu berada di dalam kotak maket kaca.

"Bila kalian sudah masuk ke sini. Aku jamin kalian sudah melihatnya bukan? Melihat sesuatu yang seharusnya tak kalian lihat." Daffin menekankan setiap kata di kalimat terakhirnya dengan perlahan agar kedua orang itu paham dengan maksud perkataannya.

"Aku tidak paham bagaimana bisa kau mendapat foto-foto pria yang wajahnya familiar dengan kita. Bahkan ada foto lima pemuda yang sangat familiar."

"Itu ... rahasia."

"Kau tidak perlu tahu tentang itu karena pada akhirnya kalian berdua akan tewas di tanganku."

"Tidak akan," Mahesa berujar tenang. Lain di mulut lain di hati. Pikirannya sangat acak saat ini, ia harus bisa menemukan jalan keluar segera. Mereka harus kabur dari Daffin.

"Oh ya?"

Daffin tersenyum lalu melemparkan belati yang ia genggam sedari tadi ke arah mereka. Bukan ke arah Mahesa melainkan ke arah Langit yang sedari tadi hanya diam dan tidak diperhatikan. Belati itu kini menancap tepat di dekat jantungnya, Daffin sudah terbiasa melakukan ini jadi tak heran bila ia bisa mendekati atau bahkan tepat sasaran. Mata Mahesa sontak membulat saat melihat luka tancapan belati itu mulai menampakkan darah.

"LANGIT!"

"HAHAHAHA, ayo!"

"Ayo keluarkan belati itu dari jantung Langit!" pekik Daffin girang dengan tawa yang masih menghiasi. Perlahan ia berjalan mendekati Mahesa yang sedang memastikan Langit tetap sadar. Ia mengambil palu yang ada di dekat kotak maket kaca paling ujung. Ia menghantam bagian belakang kepala Mahesa.

Pria tersebut mendesis saat merasakan nyeri yang luar biasa di kepalanya. Ia tidak boleh limbung atau pingsan, nasib Langit saat ini ada di tangan Mahesa. Kaki kanannya menjulur ke belakang hingga mencapai belakang kaki Daffin yang siap melancarkan hantaman lain ke Mahesa.

Mengumpulkan tenaganya yang tersisa ke kakinya dan segera menarik kakinya ke arah dirinya hingga Daffin kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh dengan palu yang menghantam ke arah lantai.

Ia segera memapah Langit dan berlari keluar sambil menahan nyeri di kepalanya yang belum berakhir. Tak peduli dengan Daffin yang terluka kepalanya akibat jatuh yang lumayan keras. Mencari pertolongan adalah hal pertama yang ia harus lakukan. Untung saja saat ini banyak penjual dan pembeli yang sedang beraktivitas, warga sekitar segera menelepon rumah sakit dan juga polisi.

***

Pria itu mengejap-ngejapkan matanya untuk menetralkan pandangannya yang buram. Matanya melihat sekitar hingga netranya jatuh kepada jam yang menunjukkan pukul dua belas siang lewat. Napasnya memburu saat ia kembali mengingat kejadian yang baru saja terjadi padanya beberapa jam yang lalu. Ia tertidur cukup lama untuk kondisinya yang hanya terluka di bagian belakang kepala.

"Langit kemana?" batin Mahesa saat menyadari bahwa ia tidak menemukan Langit.

Perawat yang kebetulan baru saja selesai mengecek kondisi salah satu pasien di kamar rawat tempat Mahesa berada menyadari bahwa pria tersebut sudah bangun dan segera memanggil dokter untuk pengecekan lebih lanjut.

"Selamat siang, Tuan Albert," sapa sang dokter.

"Albert ... siapa dia?"

"Itu namamu, Tuan. Apakah Anda tahu di mana ini?" tanya dokter itu.

"Ini rumah sakit."

"Baguslah, saya rasa Anda tidak mengalami amnesia. Apakah Tuan tahu siapa namamu?"

"Aku—" ucapannya terhenti saat melihat pria yang baru saja memasuki kamar rawatnya sambil menatapnya memberikan kode.

"Aku Albert. Aku baru ingat."

Dokter itu tersenyum, dan berujar dengan lembut, "itu wajar bila kau lupa beberapa hal, Tuan. Biasanya mereka akan mengalami amnesia ringan. Bila kau kehilangan ingatan jangan paksa dirimu untuk mengingatnya kembali, karena itu akan menyakiti dirimu."

Setelah dokter itu selesai melakukan pengecekan kepada Mahesa, dokter itu pamit kepada Mahesa dan pergi dari kamarnya. Kini tatapan Mahesa beralih kepada pria di hadapannya.

"Apa-apaan nama Albert itu," cibir Mahesa.

"Daripada aku menyebutkan nama aslimu bersama nama keluargamu."

"Bagaimana dengan Langit dan dia?" tanya Mahesa.

"Pria yang ditikam itu sedang dioperasi, sebentar lagi akan selesai. Dia kabur."

"Bagaimana bisa?!"

"Dia kabur tepat ketika kalian keluar. Dia pintar."

Mahesa menghela napasnya berat, dia harus bisa memancing Daffin. Tapi bagaimana? Meski begitu ia tahu bahwa akhir dari kisah panjang ini semakin dekat. Sebentar lagi. Tunggu sebentar lagi Langit dan setelahnya hidup kita akan damai.







To Be Continued

Publish: 5 Agustus 2021

Revisi: 22 September 2021

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang