Hari itu mereka semua hancur setelah mengetahui rahasia besar Sagara yang selama ini pria itu sembunyikan. Mempertanyakan hubungan macam apa yang mereka jalin selama enam tahun terakhir ini. Sadar dengan kondisi yang tidak kondusif, mereka tidak berkomunikasi sama sekali selama seminggu ini. Ponsel pun mereka matikan setelah bekerja dan tetap menjalani hari layaknya tidak ada masalah apapun. Takdir pun tampaknya membiarkan mereka beristirahat dan tidak mempertemukan satu sama lain.
Dan kini sudah genap dua minggu mereka tidak berkomunikasi untuk menenangkan diri mereka masing-masing. Karena dalam perjalanan yang panjang pun dibutuhkan istirahat sejenak. Dua minggu ini mereka banyak belajar mengenai kehidupan, meskipun mereka bukan remaja lagi, tetapi mereka tetap membutuhkan pelajaran yang lebih dalam tentang kehidupan.
Ruang pesan yang selama dua minggu ini kosong dan tidak ada pesan, kini sudah penuh dengan pesan. Baik Arga maupun Daffin, keduanya berusaha untuk menghubungi Langit dan Mahesa dengan mengirimi pesan. Meskipun hubungan mereka akhir ini sering kali merenggang tapi bukan berarti mereka akan melanjutkan hidup dengan berpura-pura tidak mengenal satu sama lain.
Maka dari itu, mereka ingin mengadakan pertemuan lagi. Entah melakukan apa yang terpenting mereka bertemu kembali dan mengungkapkan apa yang ingin mereka sampaikan. Sesi night talk akan diadakan kembali.
Sesi night talk adalah sesi yang diadakan setiap kali mereka ingin cerita atau sedang dalam masalah. Sesi ini diadakan malam hari dan mereka akan menginap di suatu tempat kemudian menghabiskan malam dengan deep talk.
Dan di sinilah mereka semua berada, sebuah tempat yang jarang diketahui orang-orang. Tempat Mahesa menghabiskan waktunya saat malam hari. Arga dan Daffin kini paham mengenai Langit dan Mahesa yang terlihat aneh akhir-akhir ini, setelah diberi tahu oleh keduanya bahwa Langit ada sedikit masalah dengan keluarganya dan dia kabur.
Tidak ia jelaskan secara detail, dan mereka berdua paham bahwa Langit tidak ingin menceritakan hal itu. Tempat mereka berada saat ini merupakan di dalam hutan. Benar-benar sangat dalam dan jauh, namun setelah tiba di tempat tujuan, terdapat danau yang tenang serta rerumputan indah. Ada juga beberapa kursi panjang dengan sandaran, dan kini mereka sedang duduk di kursi itu bersampingan. Dari ujung kiri, terdapat Arga, Langit, Mahesa, dan Daffin di ujung kanan.
Seakan langit tahu bahwa mereka sedang dalam masalah, hari ini bulan purnama bersinar dengan terang serta bintang-bintang di langit. Ada yang terang dan redup, semilir angin membuat daun-daun pohon bergerak dengan lembut dan pelan di hadapan mereka. Pohon-pohon itu terdapat di seberang mereka.
Ada yang menatap bulan purnama itu dalam diam, ada yang hanya menatap danau, ada pula yang menatap pohon-pohon itu sembari menikmati semilir angin.
"Kita itu seperti bintang," ujar Arga memulai percakapan. Dia menatap salah satu bintang yang paling terang dengan senyum tipis.
"Terdapat bintang redup dan bintang yang bersinar begitu terang. Ada manusia yang tidak diakui keberadaannya, tidak disadari keberadaannya karena terdapat bintang yang bersinar terang."
"Siapa pun akan suka dengan bintang yang terang, terlihat indah tanpa cela. Aku sendiri suka dengan bintang yang terang karena terlihat indah, tapi—" ia menggantungkan ucapannya sejenak, lalu melanjutkan perkataannya.
"Tak jarang aku merasa iri hati dengan mereka yang bersinar terang. Harta, kasih sayang, dan keharmonisan. Apa lagi yang kurang dari semua ini? Hidup itu sangat sempurna bila ketiganya tercapai."
Langit mengangguk pelan dalam diam, dia sangat setuju dengan perkataan Arga. Hidup terasa sangat sempurna ketika kita memiliki kekayaan, kasih sayang, sahabat sejati, keharmonisan, bukan? Meskipun diri kita tidak sempurna pun tidak masalah karena, harta sudah ada, teman yang baik dan setia pun ada.
"Kata mereka, hidup sukses itu ketika kita memiliki sahabat ...." kata Langit.
Senyum Arga merekah, ia berkata, "benar, 'kan?"
"Tapi apakah akan ada saat itu? Rasanya semua hal itu terlalu sempurna untuk dicapai," imbuh Arga.
"Karena kita diciptakan tidak sempurna, maka kehidupan kita pun tidak bisa sesempurna itu," sahut Langit.
"Seperti ... kalau kau mau bahagia, maka kau harus membayarnya. Ada bayaran untuk setiap hal yang kita inginkan."
"Bila dari kita lahir sampai kita tewas, hidup kita sempurna, tidakkah itu terasa membosankan dan juga itu sama saja dengan menjadi orang bodoh yang tidak paham apa itu kehidupan. Dan seberapa pahit kenyataan serta kejamnya dunia."
Ucapan Langit membuat mereka mengangguk setuju, benar juga. Bila hidup kita sempurna, kita tidak mempelajari apa pun tentang kehidupan dan dunia. Yang berarti itu sama saja dengan menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Langit memang selalu bisa membuat mereka sadar bahwa pola pikir mereka selama ini salah. Dia bisa membuat pikiran orang-orang lebih terbuka terhadap suatu hal. Dia sering memberikan solusi meskipun terkesan menyakitkan hati.
"Bodohnya kau, Langit. Bisa membantu orang, memberikan solusi untuk masalah orang lain, tapi kau sendiri tidak bisa menyelesaikan masalahmu," Langit membatin setelah menyadari perkataannya barusan.
"Tentang Sagara ...." ucap Daffin pelan dengan rasa ragu sedari tadi ia ingin membahas ini dan dia rasa sekarang adalah waktunya.
"Setiap orang berhak menjaga rahasianya 'kan? Aku tidak mempermasalahkan itu," balas Langit seakan paham dengan apa yang ingin dibahas oleh Daffin.
"Kau benar," ujar Mahesa dengan senyum tipisnya.
Daffin hanya mengangguk sembari melipat bibirnya ke dalam hingga terlihat lesung pipi miliknya. "Apakah kalian akan tetap seperti ini?"
"Maksudku, bersembunyi," kata Daffin.
"Entahlah." Langit menghela napas pelan melalui hidungnya lalu menatap danau yang tenang.
"Hei ... aku tahu ini mungkin akan Langit dan Mahesa tolak, tapi, bagaimana bila kita beristirahat bersama? Seperti ke taman hiburan ...." ucapnya pelan karena ia tahu peluang sarannya diterima sangat amat kecil.
Tidak ada jawaban dari mereka bertiga, dan Daffin paham bahwa sarannya ditolak.
"Apakah ada taman bermain kecil yang tidak diketahui orang?" tanya Langit.
"Hah?" Bukannya menjawab, Daffin malah membalas pertanyaan itu dengan pertanyaan lain.
"Aku yakin kau mendengar perkataanku."
"Eh, ah, anu ... maaf," Daffin menundukkan kepalanya malu dengan perkataannya tadi.
"Aku akan berusaha mencarinya! Kalau aku berhasil menemukannya, apakah kalian mau pergi?" tanya Daffin.
"Akan kami usahakan."
Senyum Arga, Mahesa, dan Daffin serentak merekah saat mendengar penuturan Langit.
"Baiklah! Akan aku cari saat pulang nanti!!" seru Daffin dengan senang.
Berlibur sejenak tidak masalah 'kan? Selama ini kami sudah lama lost contact, lebih baik kami berwisata bersama, pikir Langit, ia menatap bulan purnama yang ditutupi oleh awan yang bergerak.
Malam itu mereka habiskan dengan bercerita dengan hari-hari mereka dan kembali ke rumah masing-masing setelahnya. Sementara itu, di saat jalan pulang ada seseorang yang tersenyum senang setiap kali mengingat Langit yang akan mengusahakan pergi ke taman bermain.
"Syukurlah dia menerimanya ... target kedua, sampai jumpa!" batinnya sembari melihat jalanan yang mulai sepi.
To be Continued
Publish: 5 Juli 2021
Revisi: 21 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Given Taken | END
Mystery / ThrillerGiven And Taken. Bukan Given or Taken, karena itu adalah hal yang mutlak. Ini bukanlah sebuah pilihan yang bisa dipilih sesuka hati, ini sebuah keharusan. _____ Itu bukan mitos, itu adalah kenyataaan. Namun bagi rakyat Magellan, ini adalah sebuah mi...