BC : Segalanya Membutuhkan Proses

13 1 0
                                    

'Ayah meninggal'

Aku sama sekali tidak paham mengapa kalimat sederhana itu terus teringat di otakku yang sudah penuh terkait berita kaburnya Daffin. Pria sialan itu berhasil kabur saat perjalanan menuju kantor. Entah bagaimana caranya membuat mobil yang ditumpanginya terbakar hangus tak tersisa. Memijat pelan pelipisku sambil bertanya kepada sosok yang kukenali selama beberapa bulan terakhir, "bagaimana?"

Dia tersenyum ramah dan menjawab, "perkembanganmu bagus dan perlahan mulai meningkat."

"Aku tahu ada hal lain. Katakan."

"Hanya saja ... kau terlalu sering memikirkan hal yang tidak seharusnya kau pikirkan. Dan itu membuat dirimu stress berat. Syukurlah belum mencapai tahap awal depresi, tetapi tetap saja lebih baik jangan memikirkan yang tidak penting." 

"Apa saja yang kubicarakan saat sesi tadi?" tanyaku.

"Haruskah aku memberi tahumu?" ujarnya dengan senyum menyebalkan dan setelahnya tertawa saat melihat ekspresi wajahku yang tidak mengenakkan.

"Akan kuberikan rekamannya silakan kau tonton sendiri, cermati dan resapi suara alam bawah sadarmu," ia menutup sesi hari ini sembari memberikan sebuah flashdisk yang kuyakini berisikan rekaman sesi beberapa menit yang lalu.

"Sampai jumpa di hari .... " ia menghentikan ucapannya sejenak menatap kalender yang penuh dengan tulisan.

"Minggu," imbuhnya.

Aku mengangguk dan berpamitan dengannya. Berita Daffin yang berhasil kabur sudah menyebar luas sejak tiga bulan yang lalu. Waktu berlalu dengan cepat semenjak tragedi besar yang menghampiri kami.

Ada banyak perubahan yang terjadi di hidupku, tapi aku mulai belajar tentang bersyukur. Sulit, tapi rasanya menjadi lega ketika aku mulai menerima segala hal yang terjadi. Keluargaku sepertinya tidak perlu dibicarakan. Tidak ada yang berubah dengan keluargaku dan kakakku, Geraldino. Mungkin saja kalian lupa dengan kehadirannya yang hanya sebentar. Geraldino, kakak yang gila harta.

Sudah lumayan lama aku tidak berkunjung ke makam Sagara dan Arga. Hampa sekali rasanya, tetapi aku sadar bahwa kehidupan Langit jauh lebih rumit daripada 'ku. Tidak bisa berbohong bahwa aku banyak belajar mengenai kehidupan dan dunia melalui tragedi itu.

Aku tersenyum menatap Langit yang sedang menyibukkan diri dengan melukis di ruangannya. Tidak tahu mengapa keluarganya memperbolehkanku menemui pria ini tetapi kurasa mereka membuat perjanjian. Terlihat dari Langit yang mulai naik pangkat dan sebentar lagi akan mengambil alih perusahaan keluarga.

Duduk di sofa berwarna gading menatap Langit yang tampaknya tidak terganggu dengan kehadiranku secara tiba-tiba di kamarnya.

"Bagaimana sesinya?" tanya Langit tanpa mengalihkan fokusnya ke diriku.

"Baik dan lancar. Apa kau benar tidak ingin menemui-"

"Tidak," selanya.

"Kau juga harus sembuh, Langit. Tidak hanya aku saja."

Bisa kulihat dia menghentikan gerak kuasnya yang asal dan memutar tubuhnya ke arahku, sehingga kini kami saling bertatapan yang jujur saja tidak menyenangkan. Tanpa dia jelaskan pun, aku tahu maksud dari tatapan itu. Ia tidak ingin lagi pergi bertemu psikolog maupun psikiater.

"Kenapa? Kenapa kau tidak ingin?" tanyaku.

"Bila ada yang tahu bahwa aku bertemu dokter, itu akan merusak nama baik keluargaku. Kau tahu itu," dia memutar kembali ke arah kanvas yang kini berisikan coretan kuas yang begitu abstrak. Tidak ada bentuknya dan hanya ia coretkan asal.

Dia menarik napas sembari menegapkan tubuhnya dan menghembuskannya perlahan saat memegang kuas dan mulai kembali melakukan aktivitasnya yang tertunda, kemudian berujar, "aku sudah sembuh, jadi tolong berhenti menyuruhku untuk bertemu dokter."

"Aku mohon kepadamu," pintanya yang membuatku membuang napas berat.

***

"Apa yang kau rasakan saat ini?"

"Muak, sakit, lelah, tersiksa ... dan ingin pergi dari dunia ini selamanya."

"Apakah kau tahu bahwa banyak yang menyayangimu dan menginginkan kau hidup meski bukan untuk mereka?"

"Tidak."

"Kalau begitu, coba sentuh dada kirimu. Apa yang kau rasakan?"

"Debaran yang teratur."

"Dia adalah alasan kenapa kau harus bertahan dan berjuang hingga yang berkuasa atas bumi ini memintamu untuk berhenti. Apakah kau akan tega bila dia berjuang seorang diri selama dua puluh empat jam? Meski ia tidak nyata di sisimu, tetapi dia ada di dalam tubuhmu. Balaslah kerja kerasnya dengan tetap berjuang menghadapi dunia yang kejam ini."

"Tidak apa untuk menangis dan marah. Asal kau tidak menyerah. Kau adalah manusia biasa yang wajar saja bila merasa lelah tanpa alasan dan menangis tanpa alasan."

Mahesa akui bahwa dokter yang telah menghadapi dirinya beberapa bulan terakhir sangat luar biasa. Banyak pertanyaan yang tidak bisa ia temui jawabannya, kini sudah terjawab melalui kehadirannya.

Saat ini pria itu tengah menjalankan tugas yang diberikan oleh sang dokter yaitu menonton, mencermati, dan meresapi setiap suara paling jujur dari dirinya yang berasal dari alam bawah sadarnya. Dia juga tahu bahwa semenjak menjalani sesi pembicaraan dengan sang dokter, ia mulai bisa merasa bahagia dan menemukan dirinya yang selama ini menghilang akibat topengnya yang selalu melekat erat di wajahnya.

"Langit benar saat ia berkata aku masih bisa sembuh .... "

"Tetapi aku juga ingin kau sembuh. Apakah bisa, Langit?"





...

Bonus Chapter: Segalanya Membutuhkan Proses - END

...





A/N:

Menjadi sembuh itu bukan mengenai seberapa besar keinginan kita, tetapi mengenai seberapa besar keberanian kita untuk berjalan dan melangkah di jalan yang tak kita kenali. Bila kita hanya berangan-angan dan berharap, apakah bisa kita melewati gelapnya hidup kita? Semua orang bisa tersesat di tengah perjalanan mereka, dan yang kita butuhkan adalah keberanian untuk berjalan di jalan yang asing dan menakutkan lagi.

Karena setelah perjalanan yang melelahkan ini selesai, kita akan menjadi sesuatu yang belum pernah dilihat dunia. Seperti bagaimana langit tergelap sebelum matahari terbit, kita hanya akan melalui rasa sakit terakhir yang tumbuh.

Jangan khawatir karena kamu, kalian semua akan menjadi galaksi, menjadi bintang yang menerangi kegelapan. 


Jika engkau ingin hidup dengan jujur, engkau harus mencari namamu yang terdalam, yang paling sejati. -Map Of The Soul: Persona Our Many Faces.

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang