Suara derap langkah memenuhi rungu para pegawai yang ada di dalam kantor ruangan mereka masing-masing. Koridor dengan dinding berwarna kelabu sama seperti cuaca hari ini. Pria itu berjalan memasuki ruangan tempat kerjanya setelah mendapat pesan singkat.
"Bagaimana?" tanya pria itu setelah memasuki ruangan.
"Dia masih menginginkan kalian."
"Bagaimana kau tahu?"
"Lihat saja." Pria tersebut memundurkan kursi kerjanya agar pria lainnya bisa melihat layar komputer yang menyala menampakkan rekaman.
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Bertemu dengannya. Ada satu pertanyaan yang ingin kutanyakan."
Pria itu hanya mengangguk, "baiklah, hati-hati." Dia membalas tersenyum. "Tentunya."
***
Saat ini Mahesa sedang berdiri di tempat yang tidak ia ketahui. Menanti kedatangan Daffin di sini. Setelah berusaha keras untuk mengajak Daffin bertemu, akhirnya saat ini tiba. Mahesa tentunya tidak bodoh dengan bertemu Daffin dan membiarkan pria itu pergi begitu saja. Ada agen lain yang ikut serta memantau dari jauh. Bagaimanapun mereka akan menangkapnya hari ini.
Mahesa bisa mendengar dengan jelas suara sepatu yang sedikit bergesekkan dengan jalan aspal perlahan semakin mendekat dan terdengar jelas di pendengarannya. Dia menoleh dan mendapati Daffin ada di sebelahnya berjarak satu meter.
Pria itu mengenakan kaus putih dengan celana sepan berwarna hitam pas di kakinya bersama mantel wol berwarna coklat yang menjuntai hingga lututnya. Pria itu mengenakan topi yang diturunkan hingga menutupi matanya.
"Bagaimana bisa ada foto-foto pria dan pemuda yang wajahnya sangat mirip dengan kami?" tanya Mahesa langsung kepada intinya.
Mahesa memperhatikan setiap gerakan bibir Daffin setiap penjelasannya dan setiap senyuman mengerikan yang ikut serta tampil dalam pembicaraan keduanya. Agen-agen lain memantau keduanya dari kejauhan, mereka tidak bisa mendengar apa yang sedang keduanya bicarakan atas permintaan Mahesa yang ingin berbicara empat mata dengan Daffin. Bukan keputusan yang bagus tetapi ini keinginannya dan dia menjamin keselamatannya.
Mereka bisa melihat senyuman Daffin dari kejauhan memang tidak terlalu jelas, tapi pasti sekali bahwa itu sebuah senyuman.
"Perasaanku tidak enak," ujar salah satu pemuda.
"Tenanglah, Mahesa itu kuat. Dia tidak seperti apa yang kita bayangkan. Pria itu sulit ditebak pikirannya."
"Huh, tetap saja .... " ujarnya lirih.
"Pria itu dulu sahabatnya dan dia pembunuh berantai terkenal," pemuda itu bergumam. Sementara itu, pria tersebut hanya tersenyum dan menepuk pundak pemuda itu pelan.
"Mahesa itu ... luar biasa," ucap pria itu. Pandangan keduanya kini beralih ke arah Mahesa dan Daffin yang masih sibuk bercakap-cakap, tetapi pria itu menemukan ada yang aneh. Gerakan Daffin mencurigakan. Entah apa yang akan pria itu lakukan. Dalam sekejap, kini Daffin sudah berada tepat di depan Mahesa, wajah pria itu terlihat terkejut. Dan kini ekspresi terkejut itu beralih kepada kedua pria yang berada di dalam mobil memantau Mahesa.
Mahesa, pria itu ditikam tepat di perutnya. Mereka segera keluar dari mobil membawa senjata dan berlari ke arah Mahesa. Pria itu menembak kaki Daffin, tidak peduli bila ia akan dimarahi, karena menembak. Daffin tanpa sengaja melepaskan genggamannya dari pisaunya dan jatuh tersungkur saat rasa sakit dan nyeri mulai menjalar akibat peluru yang masuk tepat ke dalam kakinya. Saat ia berusaha untuk bangkit dan kabur, agen lain sudah berlari dan menahan tubuhnya agar ia tidak kabur.
"MAHESA SIALAN KAU!!" serunya.
Sementara itu, Mahesa sudah menutup matanya sedari tadi. Ia tahu bahwa rekannya yang lain akan segera menangkap Daffin. Orang-orang mungkin berpikir dia mati sia-sia, tapi tidak bagi dirinya. Dia sudah tahu apa alasan Daffin mengincar mereka dan siapa mereka sebenarnya. Kini tidak ada lagi penyesalan yang tersisa. Semua sudah selesai. Mereka akan kembali ke tempat mereka yang seharusnya. Daffin yang akan mendekam di penjara, Langit yang menjalani hidupnya, dan mungkin ia akan bertemu dengan dua sahabatnya yang lain, Arga serta Sagara.
Tidak akan ada lagi berita mengenai pembunuhan berantai, pembunuhan kejam yang dilakukan Daffin, tidak akan ada lagi kartu remi yang selalu setia menemani tempat kejadian perkara. Tidak akan ada lagi yang terbunuh hanya sebagai tempat pelampiasan Daffin. Tidak akan ada lagi yang tewas sia-sia.
Tapi, apa benar kisah Daffin sang pembunuh berantai terkenal akan berakhir disini? Apakah kisah legendaris yang ia ciptakan akan berakhir seperti ini? Entahlah, tidak ada yang tahu.
Kisah pembunuhan berantai serta teror ini mungkin bisa saja berakhir. Tapi apakah ini benar-benar berakhir? Kisah keseharian mereka yang berat. Akankah itu berakhir? Mengapa lebih mudah mencari solusi untuk masalah orang lain dibandingkan solusi kita sendiri?
Langit lelah. Entah kenapa dia justru berharap bahwa Daffin membunuhnya saat itu daripada dia harus bertahan hidup sendirian lagi tanpa siapa pun. Ia berjalan menuju kamar mandi di kamar rawat pribadi tempatnya berada. Menatap dirinya, tidak ada yang berubah dari pandangan matanya. Kosong, tidak ada kesedihan, kebahagiaan, amarah, maupun rasa kehilangan. Lagi-lagi ia harus bangkit berdiri seorang diri. Lagi-lagi dia merasakan kekosongan ini.
Dia mengeratkan genggaman tangannya pada tepi wastafel. Mengarahkan kepalanya sendiri ke arah kaca wastafel dengan kuat hingga retakan kaca itu terlihat jelas bersama darah yang perlahan mengalir dan menyebar di retakan kaca. Ia menangis keras, tidak peduli dengan siapa yang mendengarnya. Langit meluapkan segalanya, benar-benar segalanya. Tak terhitung berapa lama ia menangis sendirian di dalam kamar mandi itu.
Kondisinya hancur layaknya pecahan kaca yang diinjak-injak hingga menjadi pecahan yang sangat kecil. Kesulitan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, ia terlalu takut untuk mulai berharap dan percaya dengan seseorang. Terkadang ia ingin kembali ke saat kecil, bermain layaknya anak-anak pada umumnya tanpa memedulikan keluarganya. Hanya itu saja keinginannya saat ini.
And I don't want the world to see me.
(Dan aku tidak ingin dunia melihatku.)Cause I don't think that they'd understand.
(Karena kurasa mereka tidak akan mengerti.)
To Be Continued
Publish: 5 Agustus 2021
Revisi: 22 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Given Taken | END
Mystery / ThrillerGiven And Taken. Bukan Given or Taken, karena itu adalah hal yang mutlak. Ini bukanlah sebuah pilihan yang bisa dipilih sesuka hati, ini sebuah keharusan. _____ Itu bukan mitos, itu adalah kenyataaan. Namun bagi rakyat Magellan, ini adalah sebuah mi...