[13] Heaven

11 1 0
                                    

Seminggu setelahnya...

"Terjadinya kecelakaan kereta yang melibatkan kereta Far Go Now membuat para warga ketakutan setelah munculnya kartu remi satu hati Ace yang mana dahulunya pernah muncul di Andromeda Town."

"Kecelakaan kereta ini memakan banyak korban jiwa."

"Kartu satu hati Ace."

Semua judul besar di koran maupun berita diisi oleh kecelakaan kereta tersebut. Munculnya kartu remi membuat seluruh rakya di Magellan gempar. Begitu banyak pertanyaan muncul, dan sama halnya dengan jawaban yang beraneka ragam.

Apakah dia kembali? Apakah dia tidak tewas pada saat itu? Apakah ini seorang peniru? Apa yang harus dilakukan? Dan masih banyak lagi. Di Magellanic Clouds Hospital, keempat pria itu akhirnya sadar dan dalam proses pemulihan.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik, seperti yang kau lihat, haha."

"Aku rasa tidak sebaik itu. Bagaimanapun kau yang paling dekat dengan arah ledakan."

Mahesa hanya tersenyum tipis, terlihat jelas kesedihan di wajah mereka. Mereka berempat ditempatkan di satu ruangan yang sama. Keluarga Langit tentunya langsung menyiapkan segalanya, karena bagaimanapun mereka harus terlihat seperti keluarga harmonis.

Mahesa duduk bersandar di ranjangnya sementara Arga duduk di kursi dekat kasur pria itu. Mahesa menatap Daffin yang sedang melihat keluar dengan tatapan yang kosong. Matanya terlihat berkaca-kaca.

Dia menoleh ke arah samping kirinya, terdapat tirai panjang yang menutup pasien di sebelahnya. Dia tahu bahwa itu adalah Langit.

"Langit," panggilnya. Namun, tidak ada jawaban sama sekali.

"Sepertinya dia tidur," kata Arga. Mahesa bergerak perlahan berusaha membuka tirai yang menutupi, ia segera dibantu oleh Arga.

"Kau benar dia tidur," ucap Mahesa.

"Beristirahat saja kalian daripada sibuk berbicara," sahut Langit dengan mata terpejam.

"Eh? Kau tidak tidur?" tanya Arga.

"Tutup tirainya aku mau tidur." Dia tidak menjawab pertanyaan Arga dan malah memintanya untuk menutup tirai. Arga menurut.

"Sagara ... apa yang terjadi dengannya?" tanya Mahesa pelan.

Arga tersenyum pahit, ia menatap Mahesa, "dia tewas di tempat, Sa."

Mahesa tidak bisa berkata-kata, dia tidak tahu apa yang harus ia katakan, salah satu sahabatnya kini sudah pergi untuk selama-lamanya. Air matanya membendung, segera ia menghapusnya kasar agar Arga tidak melihat ia menangis.

"Tidak apa-apa, menangislah kalau kau ingin," Arga berdiri dan menepuk pelan pundak Mahesa.

"Aku akan beristirahat, kau juga harus beristirahat agar lekas sembuh. Bagaimanapun kita harus menemuinya meskipun tidak secara nyata." Arga pergi menuju kasurnya dan mengistirahatkan tubuhnya.

Mahesa menengadah menatap langit-langit ruangan, dia gagal. Dia gagal menjaga Sagara. Namun daripada itu, siapa yang membunuhnya? Dia merebahkan tubuhnya di kasur, menutup kedua matanya dan air matanya turun begitu saja. Ia mengusap kasar air mata tersebut.

"Kau tidak boleh seperti ini, Mahesa. Fokuslah dengan pekerjaanmu. Kau harus tahu apa dan siapa penyebab ledakan ini."

Dia terus membatin menenangkan dirinya sendiri. Di saat seperti ini, hanya dirinya yang ia punya. Tidak mungkin ia meminta yang lain untuk menenangkan dirinya di saat mereka juga sedang berduka. Mereka pasti akan jauh lebih terluka saat tahu bahwa ini adalah ulah orang itu.

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang