[6] Dia Tahu Mitos Itu

11 4 2
                                    

Di hari Minggu pagi, pukul 07:50, Arga sudah tiba di rumah Mahesa. Tentunya sekarang ia sedang berjuang membangunkan Mahesa. Alarm, tidak berguna. Teriakan, tidak berguna. Langkah terakhir hanyalah membawa pergi Toto dari pelukannya, lalu menyiram wajahnya. Dan kejadian-kejadian selanjutnya pasti bisa ditebak.

Setibanya di rumah Langit, waktu sudah menunjukkan pukul 08:59, hampir saja mereka telat. Langit tidak suka orang yang tidak tepat waktu. Dia sendiri sangat disiplin dengan dirinya. Jadi tak heran bila Langit sering bertengkar saat bersama Mahesa. Mahesa berjiwa bebas dan Langit berjiwa disiplin. Mereka adalah dua orang yang sangat amat berbeda. Bagaikan kutub utara dan selatan yang selalu memunggungi satu sama lain. Hanya ada satu kesamaan di antara mereka, yaitu sifat mereka yang keras kepala.

Kesamaan yang tidak menguntungkan sebenarnya, karena selain gaya hidup mereka yang berbeda, mereka adalah orang yang sangat keras kepala. Pendapat mereka selalu bertentangan satu sama lain. Langit orang yang terencana, dan Mahesa orang yang hanya mengikuti alur kehidupan.

Pertengkaran sederhana mereka kita ambil saat memilih menu makanan. Langit akan memilih menu A, sementara Mahesa memilih menu B. Pertengkaran itu akan berlangsung lama dan pada akhirnya mereka membeli kedua menu tersebut. Pertengkaran yang berakhir sia-sia.

"Hampir saja kalian telat," sahut Daffin yang tiba pukul setengah sembilan.

"Kau benar," ucap Sagara.

"Membangunkan Mahesa membutuhkan upaya besar." Arga mendudukkan dirinya di karpet bulu yang terdapat di kamar Langit.

Arga menghela nafas mengingat kejadian yang berlalu tadi pagi. Ia sempat terdorong oleh Mahesa. Untungnya dia sempat menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh. Tenaga Mahesa sangat besar ia akui.

"Ya mau bagaimana lagi, aku adalah tipe yang sulit bangun saat tertidur."

"Sangat sulit," sahut Arga.

"Aku tak pernah menemui orang sepertimu sebelumnya, kau benar-benar ajaib, Sa," Daffin menyahut sembari menggelengkan kepalanya. Berdecak kagum melihat bagaimana hidup Mahesa berlalu.

"Tapi kalau dipikir-pikir," Sagara memulai pembicaraan. "Kita ini aneh bukan?" tanyanya.

"Aneh bagaimana?" Arga membalas dengan tanya.

"Sifat kita sangat berbeda jauh, tapi kita bisa bersahabat. Biasanya akan ada satu atau dua orang yang memiliki setidaknya satu sifat sama."

"Hmm ... kau dan Mahesa sama-sama menyukai boneka," sahut Langit memberikan kesamaan mereka.

"Langit dan Mahesa sama-sama keras kepala," seru Arga dengan suara lantang yang langsung disetujui yang lain.

"Omong-omong," Sagara kembali memulai pembicaraan.

"Apakah kalian tahu salah satu mitos Magellan?"

"Mitos Magellan?" Arga kembali bertanya untuk memastikan yang ia dengar benar

"Yap!" serunya.

"Entah ... aku tidak begitu percaya dengan segala macam mitos," jawab Arga.

"Aku tahu satu mitos yang lumayan menarik menurutku," ucap Sagara.

"Ceritakanlah, aku penasaran," Mahesa menjadi tertarik untuk mendengarnya.

"Apa kalian tahu, mitos pembunuhan Given Taken?"

"Given Taken?" Daffin mengerutkan keningnya bingung.

"Aku tidak pernah mendengarnya," jawab Mahesa yang diangguki oleh Arga dan Langit. Mereka berdua belum pernah mendengar mitos ini. Sepertinya mereka yang terlalu tertutup atau memang tidak ada yang pernah bercerita tentang itu.

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang