Puk!
Arga memukul punggung Mahesa, ia sedang berusaha membangunkannya. Sepertinya semalam mereka terlalu lama melihat bintang dan bersenang-senang, hingga lupa bahwa ada Mahesa yang sulit bangun pagi.
"Bangunn!!"
"Ya Tuhan, aku jadi ingin memutar kembali waktu."
Membuka ruang chat dan meminta bantuan kepada temannya. Sepertinya, hati teman-temannya tidak terketuk untuk membantunya. Atau mungkin memang ini nasibnya. Semalam mereka memainkan sebuah permainan, yang kalah nantinya akan membawa Mahesa ke kamarnya dan paginya akan membangunkannya. Karena saat mereka bermain, Mahesa sudah tertidur.
Setelah bermain, yang terpilih untuk membawa Mahesa ke kamar dan membangunkannya saat pagi hari, ialah Arga. Yang lain berseru kesenangan karena tidak perlu membangunkan Mahesa. Tidak perlu khawatir bila Mahesa terbangun saat mereka berteriak kesenangan, karena kenyataannya Mahesa semakin lelap.
Malam itu dengan sekuat tenaga, Arga menggendong Mahesa membawanya ke kamar. Dan pagi ini, dialah yang harus membangunkannya. Bagaikan mimpi buruk.
Arga menghela napas, kemudian menyerah untuk membangunkan Mahesa. Ia menjatuhkan tubuhnya ke tubuh Mahesa. Posisi mereka seperti tanda tambah. Mahesa yang lurus dan Arga yang mendatar. Ia biarkan kakinya menggantung di lantai. Dia berusaha mencari posisi nyaman, namun Mahesa sepertinya terganggu dan terbangun dari tidur panjangnya.
"Aish, kau berat, Arga.." lirihnya dengan suara serak.
"Salah sendiri mengapa kau tidak bangun dari tadi."
"Awas!" Mahesa mendorong-dorong tubuh Arga sehingga Arga bangkit berdiri.
"Sana bersih-bersih, lalu turun ke bawah sarapan. Nanti kita ke rumah Sagara bersama-sama," perintah Arga.
***
Di tangan kanan Mahesa, sudah terdapat tas makan milik Langit yang berisikan makanan yang ia dapat dari rumah Langit. Mereka sedang berjalan menuju rumah Sagara saat ini. Sagara menggandeng tangan Daffin yang lebih tinggi darinya, serta Langit hanya menurut saat ia menggandengnya. Ia ingin menghabiskan waktunya di sini sebaik mungkin.
Sepanjang perjalanan, mereka dihadiahi tatapan mata banyak orang apalagi saat melihat Mahesa berjalan bersama mereka. Bagi mereka Mahesa tidak cocok berada di sana. Langit melihat semua tatapan itu bergantian menatapnya dan Mahesa.
Ia melihat ke belakang, terdapat Mahesa dan Arga berjalan beriringan. Dia ingin membawa Mahesa berjalan di sampingnya tapi sepertinya, ia nyaman-nyaman saja bersama Arga. Mereka terlihat saling bertukar lelucon. Hingga keputusannya menjadi bulat saat melihat seorang perempuan tanpa sengaja. Maksudnya, dengan sengaja mendorong dirinya ke arah Mahesa. Ia segera menarik tangan Mahesa ke arahnya, sehingga sang perempuan terjatuh.
Langit tidak akan terpengaruh saat perempuan itu mengaduh kesakitan dan ingin menangis. Hal ini sudah sering ia alami apalagi saat sedang berjalan dengan Mahesa. Dia hanya akan meminta maaf karena tidak sengaja. Selalu begitu. Arga terlihat membantu perempuan itu berdiri, ia sendiri sudah tahu bahwa hal ini disengaja. Yang lain juga begitu.
"Maaf, tadinya saya kira Anda ingin menabrak teman saya, jadi saya menariknya ke arah saya," ucap Langit.
Perempuan itu menatap sengit ke arah Mahesa, lalu ia tersenyum saat menatap Langit. "Iya, tidak apa-apa, ini salah saya karena tidak berhati-hati."
Langit hanya mengangguk lalu pergi bersama yang lain. "Wah, aku merasa seperti baru saja melihat drama secara langsung, haha," ujar Daffin. "Kau benar, hahaha," sahut Arga.
"Terlihat sekali bahwa mereka cemburu denganmu, Sa," celetuk Sagara.
"Apa yang mereka cemburukan dariku, aneh sekali."
"Ya lihat saja, kalian berdua sering bersamaan. Langit perhatian denganmu. Meskipun sering bertengkar, ia selalu mengingatkanmu untuk makan, dan lain-lain," ungkap Daffin.
Ia melirik sedikit ke arah tangan Langit. Lalu mengalihkan pandangannya. Biarlah mereka memamerkan keromantisan tersebut agar orang-orang itu berhenti membicarakan mereka.
Tangan kanan Langit digenggam oleh Sagara, sementara tangan kirinya, menggenggam baju yang dikenakan Mahesa. Mahesa mengenakan hoodie jadi wajar saja bila ia tidak menyadari bahwa tangan Langit memegang hoodie-nya. Atau mungkin sebenarnya ia sadar hanya membiarkannya. Langit sendiri sepertinya tidak sadar dengan tangannya. Tak terasa, mereka sudah tiba di rumah Sagara. Mereka membantunya merapikan barang-barang milik pria itu.
"Mahesa," panggil Sagara yang sedang berada di dapur.
"Ada apa?"
"Aku ada beberapa bumbu dapur, kau bawa saja daripada nanti kedaluwarsa. Nanti, Arga akan memasakkanmu makanan, jadi daripada kau beli mending ambil saja punyaku."
"Tidak apa-apa memangnya?"
"Tentu saja! Jangan lupa bawa pulang ya. Ini," Sagara memasukkan beberapa bumbu dapur ke dalam tas belanja.
"Alat masak ada 'kan?" tanya Sagara memastikan.
"Dasarnya saja."
"Kau pakai saja dulu punyaku atau kau ambil saja. Sepertinya aku akan membeli yang baru saat tiba di sana."
"Sepertinya kau ambil saja semua yang berkaitan dengan dapur, Sa."
"Hahaha, bagaimana aku membawanya pulang?"
"Ambil saja salah satu kardus di sana," ia menunjuk tumpukan kardus di ruang tamu.
"Baiklah, terima kasih."
"Tidak masalah."
Sagara pergi mengambil beberapa kardus, kemudian memasuki kamarnya. Ia menyimpan semua boneka miliknya di dalam kardus tersebut. Memilih beberapa boneka yang akan ia sumbangkan nanti ke panti asuhan. Alat tulisnya ia masukkan ke dalam kardus khusus untuk ia sumbangkan.
"Banyak sekali barangmu, Aga," tutur Arga yang baru masuk ke kamarnya.
"Aku pisahkan, ada yang akan aku sumbangkan ke panti asuhan. Ada yang kubawa pergi." Arga hanya mengangguk paham.
"Ada yang bisa kubantu?" tawarnya.
"Mungkin kau bisa bantu aku, mengisolasi kardus-kardus ini lalu membawanya keluar?"
"Tentu saja!"
Arga dan Sagara di kamar menutup kardus-kardus dengan isolasi, sementara di luar, Langit dan Mahesa menyimpan alat masak Sagara yang akan digunakan Mahesa nanti. Daffin merapikan dan membuang sampah agar rumah Sagara terlihat bersih dan rapi. Mereka semua mengabulkan permintaan Sagara, mereka ingin membantu dia untuk terakhir kalinya.
***
Mahesa dan Langit berjalan beriringan, Langit membantu Mahesa membawa kardus yang akan dibawa ke rumah Mahesa. Mereka sudah pulang dari rumah Sagara. Daffin dan Arga pergi ke arah yang berlawanan dari mereka. Rumah Mahesa dan Langit sejalur, tetapi rumah Langit lebih jauh dari rumah Mahesa. Maka dari itu, Langit sering menjemput Mahesa.
Kali ini, mereka masih dihadiahi tatapan, meski tidak sebanyak tadi pagi. Baru saja Langit ingin pergi dari rumah Mahesa, tangannya sudah ditahan oleh pria itu.
"Ada apa?" Langit menatap Mahesa yang menahannya.
"Tunggu dulu."
"Aku baru ingat sesuatu." Ia menatap Langit dengan tatapan yang sulit diartikan. Langit sendiri bingung dengan apa yang baru saja Mahesa ingat.
"Kereta api FGN."
Ucapan Mahesa sontak membuat keduanya terkesiap. Sial, mengapa bisa ia lengah. Kau bodoh Mahesa, batinnya.
To Be Continued
Publish: 18 Juni 2021
Revisi: 15 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Given Taken | END
Mystery / ThrillerGiven And Taken. Bukan Given or Taken, karena itu adalah hal yang mutlak. Ini bukanlah sebuah pilihan yang bisa dipilih sesuka hati, ini sebuah keharusan. _____ Itu bukan mitos, itu adalah kenyataaan. Namun bagi rakyat Magellan, ini adalah sebuah mi...