[4] Kereta Api, Mimpi, dan Rahasia

13 7 0
                                    

"Ada apa? Tumben sekali kau datang ke rumahku pagi-pagi sekali," tanya Mahesa kepada Langit, mereka berdua sedang makan siang.

"Kau gila? Itu bukan pagi, tapi sudah siang hari."

"Bagiku itu masih pagi, teman."

"Yang benar saja, bagaimana bila kau bekerja? Kau harus biasakan bangun pagi, Sa."

"Ya ya ya, terserahmu saja, Tuan Langit Bramantyo yang terhormat."

"Hentikan."

Mahesa hanya terkekeh menanggapi ucapan Langit. "Aku ingin cerita," ucap Langit yang baru saja menyelesaikan makannya.

"Tumben kau mau cerita denganku."

Lagi-lagi Mahesa terkekeh melihat ekspresi Langit yang menatapnya seakan berkata 'tidak bisa serius?'

"Ceritakan," nada Mahesa berubah drastis menjadi serius, dia meletakkan sendoknya karena makanannya sudah habis.

"Akhir-akhir ini aku sering bermimpi-"

"Apa hubungannya?" sela Mahesa.

"Dengarkan dulu ceritaku."

"Mimpi apa?" tanya Mahesa membiarkan Langit melanjutkan ceritanya.

"Setiap hari aku bermimpi kalian mati satu per satu,"

"Kau tahu 'kan aku jarang sekali bermimpi, tapi saat aku mengalami bunga tidur, semua kejadian yang ada di sana menjadi kenyataan."

Mahesa tertegun mendengar penuturan Langit. Memang benar bahwa setiap mimpi yang Langit alami selalu menjadi kenyataan. Tapi apakah kali ini akan menjadi kenyataan juga? Akan menyeramkan jika itu menjadi kenyataan.

"Aku menceritakan ini ke kau, karena hanya kau yang bisa kupercaya."

"Apa maksudmu? Bagaimana dengan yang lain? Apakah kau tidak percaya dengan mereka?" Mahesa melontarkan pertanyaan.

"Aku percaya ... tapi tidak terlalu. Aku lebih mempercayaimu."

"Haha, aneh."

"Aku tidak aneh, aku berani menceritakan ini ke kau, karena aku tahu kau tidak pengangguran," ucap Langit yang membuat Mahesa bingung apa yang ia maksud.

"Sebelumnya maafkan aku, tapi aku pernah mengikutimu. Karena aku tidak yakin bahwa kau pengangguran. Aku tahu bahwa kau-"

"Hentikan! Itu melanggar privasiku, Langit!" sentak Mahesa. "Sekarang kau tahu rahasiaku, apa yang kau mau?"

"Karena aku tahu rahasiamu, maka bantu aku," jawab Langit.

"Apa bantuan yang kau butuhkan?"

"Bantu aku mencegah mimpiku menjadi kenyataan."

"Sejak kapan kau mulai mengalami mimpi itu?" tanya Mahesa penasaran.

Langit mengingat kembali waktu dia mengalami mimpi buruk itu. "Saat kalian berkumpul di rumahku, minggu lalu, malamnya aku mengalami mimpi itu."

"Tunggu!"

"Bukankah hari itu kita mendapat pesan dari nomor tak dikenal?" tanya Mahesa ragu.

"Kau benar ...." lirihnya.

Mahesa sontak berlari menuju kamarnya meninggalkan Langit seorang diri di meja makan, tak lama ia kembali membawa handphone-nya. Ia terlihat sibuk mengotak-atik handphone itu.

"Sialan!" umpatnya ketika tiba di meja makan.

"Ada apa?"

"Itu nomor sekali pakai! Andai saja aku bisa melacak nomor itu," Mahesa terlihat frustrasi.

Given Taken | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang