Mereka berbincang layaknya tidak terjadi apa-apa, meski begitu pikiran Mahesa sedari tadi berkelana hingga akhirnya dia membuat keputusan bulat. Ia masih bisa mengingat dengan jelas isi ruangan lain yang ada di dalam kamar Daffin. Meskipun hanya sekilas tapi itu cukup untuk menambah kecurigaannya.
"Aku harus memastikannya. Tapi bagaimana?" batin Mahesa.
"Daf!"
"Ya?"
"Itu ... aku lapar hehe," ujar Mahesa.
"Oh! Aku baru saja ingat bahwa aku belum belanja bulanan!" pekiknya kaget, ia spontan menepuk pelan dahinya.
"Aku beli di luar apa tidak masalah?"
"Tidak sama sekali. Kau tahu bahwa aku makan apa saja."
"Baiklah, tunggu sebentar. Aku pergi dulu." Daffin mengambil dompetnya serta mantel berwarna hitam miliknya dan berjalan keluar.
Setelah memastikan bahwa Daffin benar-benar pergi, Langit segera bertanya kepada Mahesa terkait celah yang ia lihat.
"Aku harus memastikannya, ayo."
Keduanya berdiri dan membuka pintu berwarna hitam yang tersamarkan dengan dinding hitam tersebut. Napas kedua pria itu sontak tertahan saat melihat isi dalam ruangan itu. Tanpa perlu mereka cek lagi mereka sudah tahu maksud isi ruangan itu dan siapa dalang sebenarnya.
Ruangan itu lebih kecil dari kamar Daffin, mungkin sekitar lima kali delapan meter persegi. Dengan dinding berwarna pitch black no. 256 yang menghiasi ruangan tersebut. Terdapat papan tulis transparan terbuat dari plastik yang terletak di ujung ruangan bagian tengah, sehingga ketika memasuki ruangan itu, papan tulis dan meja yang ada di tengah lah yang menjadi pemandangan pertama. Di sisi kiri dan kanan ruangan terdapat kotak maket kaca yang berbaris rapi dan di dalamnya terdapat beberapa barang, tapi ada dua barang yang familiar bagi mereka. Kartu tanda penduduk Arga dan foto Sagara dengan kakaknya bersama pria paruh baya dan wanita paruh baya yang tampaknya orang tua mereka.
"Mahesa ... ini kita, bukan?" tanya Langit saat melihat foto yang familiar baginya. Mahesa segera menghampirinya dan melihat foto lima pemuda yang saling merangkul satu sama lain tertempel di papan tulis itu.
"B-Bagaimana bisa?" imbuhnya terbata-bata.
"Kita baru kenal satu sama lain saat kita sudah dewasa."
"Ini mustahil," kata Mahesa singkat.
Matanya beredar ke foto-foto lain yang wajahnya sangat mirip dengan wajah mereka. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa ada seseorang yang sangat mirip dengan mereka, dan kenapa ada Daffin di sana? Kualitas foto itu membuat mereka yakin bahwa ini foto lama, jauh dari sebelum kehidupan mereka saat ini. Bagaimana Daffin bisa mendapatkan foto itu? Sungguh, otak Mahesa seketika lupa cara bekerja. Terutama jantungnya saat melihat isi dari kotak maket kaca itu, jantungnya terasa berhenti berdetak. Terdengar dibuat-buat tetapi itulah kenyataannya.
"Apa kau tahu maksud dari benda-benda yang ada di sini?" tanya Langit. Dia ingin memastikan bahwa pemikirannya tidak aneh-aneh dan benar apa adanya.
"Trophy. (Piala.)"
"Untuk menunjukkan bahwa dia yang memiliki kekuasaan atas segalanya dan dia mengambil barang-barang milik korban yang bisa saja berharga atau tidak sebagai piala."
"Dia benar-benar seorang psikopat."
"Itu foto kita 'kan .... " ucap Langit saat melihat dua foto yang tidak tercoret dengan spidol merah.
"Benar. Aku yakin kau tahu maksud foto-foto ini," jawab Mahesa.
Semenjak mengetahui ruangan ini, Mahesa berubah menjadi sosok lain. Seakan-akan ada kepribadian lain di dirinya. Entah benar atau hanya perasaan Langit saja bahwa Mahesa menunjukkan jati dirinya yang selama ini ia sembunyikan dengan topeng palsu. Pandangan Langit beralih kepada Mahesa yang fokus membaca kertas-kertas yang tersimpan di dalam map hitam.
"Apa itu?" tanyanya penasaran.
"Rahasia kita, lebih tepatnya rahasia kalian." Mahesa mengarahkan map itu ke Langit agar pria tersebut bisa membaca apa isi kertas itu.
"Dia sudah menyiapkan ini dari jauh-jauh hari," monolog Langit.
"Tentunya," Mahesa menjawab dengan tenang.
"Seorang pembunuh berantai yang terkenal tidak mungkin bodoh. Dan mungkin dia sudah tahu bahwa kita ada di ruangan rahasianya."
"Apa maksudmu?" Langit mengerutkan keningnya saat mendengar kalimat terakhir yang tersuarakan dari Mahesa.
"Aku tahu kau di sini!" sahut Mahesa sedikit berteriak ke arah pintu. Langit ikut melihat ke arah pintu dan tubuhnya refleks untuk berjalan mundur saat melihat sosok yang baru saja memasuki ruangan ini. Itu adalah Daffin. Sang pembunuh berantai terkenal, yang saat ini tengah menunjukkan senyuman lebarnya yang tampak mengerikan bagi Langit dengan tangannya yang menggenggam erat sebuah belati. Mahesa sangat amat kenal dan paham betul apa yang sedang dipegang Daffin. Salah satu belati paling mematikan di dunia, Gerber MK. II. Dan ini adalah versi tahun 1970 yang mana dirancang untuk perang bukan untuk pertahanan diri yang saat ini dijual belikan.
Bahkan badan Intelijen tidak memiliki belati tersebut. Lantas, bagaimana bisa Daffin memiliki belati itu?
A/N:
- Belati Gerber MK. II
To Be Continued
Publish: 3 Agustus 2021
Revisi: 22 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Given Taken | END
Mystery / ThrillerGiven And Taken. Bukan Given or Taken, karena itu adalah hal yang mutlak. Ini bukanlah sebuah pilihan yang bisa dipilih sesuka hati, ini sebuah keharusan. _____ Itu bukan mitos, itu adalah kenyataaan. Namun bagi rakyat Magellan, ini adalah sebuah mi...