Kondisi mereka saat ini sudah lebih tenang dibandingkan tadi. Mereka kembali duduk melingkar di atas karpet bulu yang terdapat di kamar Langit.
"Kapan kau akan pergi, Sagara?" tanya Daffin.
"Beberapa hari lagi kurasa mungkin lusa."
"Secepat itu?" Sagara mengangguk menjawab pertanyaan Arga.
"Aku juga sudah rindu rumah lamaku." Ia tersenyum lembut seakan dia benar-benar merindukan itu.
Arga membalas dengan senyuman tipis yang entah kenapa terlihat pahit, "pastinya kau akan rindu dengan rumah, setelah sekian lama kau pergi."
Mahesa memperhatikan keduanya, dia sadar ada yang aneh dari senyuman mereka. Senyuman Arga bukanlah senyuman yang merindukan rumah, melainkan senyuman yang terlihat menganggap rumah sebagai neraka. Hatinya terasa sakit saat melihat senyuman Arga. Senyuman itu menyimpan begitu banyak rahasia yang bahkan mereka tak ketahui. Sedangkan senyuman Sagara terlihat seperti ... sebuah keterpaksaan? Senyuman mereka berdua mengandung banyak arti dan rahasia yang tidak diketahuinya.
Langit yang melihat Mahesa memperhatikan senyuman keduanya membuatnya bingung. Ada apa dengan senyuman mereka? Kenapa Mahesa memperhatikannya seperti itu?
"Kalau begitu, hari ini kau sudah mulai menyiapkan barangmu ya?" tanya Mahesa.
"Sepertinya besok, hari ini aku ingin mencari transportasi yang akan kugunakan nanti saat pulang."
"Perjalanan ke Andromeda biasanya menggunakan kereta bukan? Aku lupa," ujar Daffin.
"Iya, Daf."
"Tunggu sebentar. Seingatku, sepertinya ada diskon di salah satu kereta." Daffin mengecek smartphone-nya, menyentuh layar tersebut beberapa kali.
"Oh iya? Baguslah kalau ada diskon. Jadinya aku bisa berhemat."
"Kereta Far Go Now ada diskon," ujar Arga. Dia juga mengecek smartphone-nya.
"Syukurlah."
"Besok aku akan bersiap-siap, kemudian lusa aku akan pergi. Kalau aku minta kalian untuk ikut membantuku bersiap-siap dan lusanya kalian mengantarku pergi. Apakah kalian mau? Aku rasa nanti akan ada beberapa barangku yang mungkin sudah tidak digunakan dan kalian bisa mengambilnya."
"Bagaimana..?" Sagara menatap keempat sahabatnya ragu.
"Tentu saja, kami akan membantu kau tanpa kau minta, Aga," jawab Mahesa yang disetujui yang lain.
"Hari-hari terakhirmu di sini tentunya kami akan menemanimu," sahut Arga. "Hei! Bagaimana kalau malam ini kita menginap saja di rumah Langit?" tanyanya.
"Ide bagus!" ujar Mahesa setuju.
"Nanti malam kita lihat bintang ya!" ajak Sagara dengan riang.
"Pastinya!"
"Bagaimana dengan pakaian kalian?" tanya Langit.
"Itu mudah, tinggal pinjam saja pakaianmu," jawab Mahesa.
"Oh iya, nanti aku minta makanan ya, Langit," sahut Mahesa, ia menegakkan badannya kembali.
"Makanan beku lagi?" Mahesa mengangguk.
"Perhatikan kesehatanmu, Sa. Sudah berapa lama kau makan makanan beku terus?"
"Aku tidak akan kenapa-kenapa, Langit."
"Apa kau tidak bosan makan hal yang sama?" tanya Arga.
"Tidak."
Arga hanya menggelengkan kepalanya perlahan, "sepertinya mulai sekarang aku harus sering ke rumahmu memasak makanan. Tidak mungkin kau makan makanan beku selamanya."
"Haha, boleh juga. Bahannya kau beli saja, akan kuganti nanti. Karena aku tidak bisa memasak, jadi tidak ada bahan makanan di rumahku."
"Apa saja isi kulkasmu?" tanya Daffin, "masih sama seperti dulu ya?"
"Tidak, isinya hanya makanan beku dan air putih."
"Baguslah, aku khawatir bila isi kulkasmu masih sama seperti dulu."
Dulunya sebelum mereka saling kenal, isi kulkas Mahesa hanyalah beberapa botol minum 1 liter, berisi air putih. Makanannya sehari-hari, terkadang buah, terkadang mie instan. Biasanya dia hanya membeli jajanan dan memakannya. Benar-benar tidak sehat. Sampai akhirnya dia mengenal mereka, kulkasnya penuh dengan isi makanan beku, ada juga makanan biasa yang ia simpan. Nantinya akan dihangatkan olehnya. Tapi menunya itu-itu saja. Karena ia tinggal seorang diri.
Namun, Mahesa sering keluar rumah, entah kemana ia pergi. Tapi ia lebih sering pergi malam hari sekitar pukul 10 malam dan pulang saat subuh. Kalau siang hari, dia keluar hanya ke rumah sahabatnya atau ke rumah Langit seperti saat ini. Jadi tak heran bila ia sulit bangun di pagi hari dan menganggap siang hari adalah pagi hari. Singkatnya, ia bagaikan kelelawar.
"Kau masih sering keluar malam?" tanya Arga.
"Beberapa kali saja."
"Malam hari seperti itu kemana kau pergi?" tanya Langit.
"Menjauh dari kenyataan, haha. Melihat bintang, berjalan, menghirup udara malam."
"Gelap seperti itu menyeramkan," ucap Arga.
"Tetapi tidak akan ada orang yang melihatku. Aku bisa terbebas dari omongan orang di malam hari. Aku bisa melakukan apapun tanpa dikomentari orang-orang."
Dan aku bisa menangis tanpa ada yang melihatku, lanjutnya di dalam hati.
"Cobalah, itu menyenangkan, rasanya seperti menjauh dari dunia yang kejam."
Arga hanya tersenyum tipis, "tidak, aku benci kegelapan."
Kegelapan membuatku tersiksa, batin Arga. Dia tidak pernah mengungkapkan apa yang sedang terjadi dengannya.
Namun, dia benci dua hal, rumah dan kegelapan. Dua hal itu membuatnya tersiksa. Baik secara fisik maupun batin. Di saat orang-orang menganggap rumah sebagai tempat tujuan terakhir, baginya rumah adalah neraka. Tempat tujuan terakhirnya adalah keempat sahabatnya ini. Mereka yang selalu berada disisinya, kala susah maupun senang.
Hubungan persahabatan mereka jauh dari kata teman, sahabat, sahabat selamanya, sahabat sejati, dan lainnya. Mereka bagaikan keluarga. Rumah, yang menjadi tempat tujuan terakhir. Rumah yang selalu ada sejauh apapun ia pergi dari sana. Rumah yang akan siap menyambutnya. Sulit untuk mengartikan bagaimana persahabatan mereka. Mereka semua unik. Dengan segala sifat dan kelakuan mereka. Meski begitu, dibalik semuanya, mereka semua saling menyimpan rahasia besar.
Rahasia yang akan membuat hubungan ini hancur lebur hingga tak berbentuk. Ternyata benar kata orang-orang, di dalam sebuah hubungan, komunikasi dan kepercayaan adalah kuncinya. Dan mereka kurang komunikasi, tidak. Mereka sering berkomunikasi satu sama lain.
Tapi mereka terlalu pandai menyembunyikan segalanya. Hingga akhirnya rahasia itu akan mengambang ke atas permukaan. Dan terbongkar. Akan ada saatnya hal itu terjadi. Dengan segala kejutan di masing-masing individu.
Mereka sangat pandai. Pandai menyembunyikan rahasia dan perasaan mereka, seperti yang dikatakan Bi Anna.
To Be Continued
Publish: 16 Juni 2021
Revisi: 15 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Given Taken | END
Mystery / ThrillerGiven And Taken. Bukan Given or Taken, karena itu adalah hal yang mutlak. Ini bukanlah sebuah pilihan yang bisa dipilih sesuka hati, ini sebuah keharusan. _____ Itu bukan mitos, itu adalah kenyataaan. Namun bagi rakyat Magellan, ini adalah sebuah mi...