Dua hari adalah waktu yang cukup untuk rehat dari segala ketegangan debur ombak dan menikmati kesenangan hidup barang sejenak. Dua kali dua puluh empat jam yang sangat aneh bagi Jimin. Tidak tahu sejak kapan kemarahan akan menjadi sesuatu yang menghancurkan batas dinding lalu menciptakan keadaan canggung usai kejadian malam lalu.
Semakin lama dipikirkan semakin Jimin merasa seperti orang terlinglung di dunia.
Jujur ia sendiri tidak tahu apa yang tengah mengisi kepalanya, kenapa ada perasaan aneh yang membuatnya takut untuk berhadapan dengan Jungkook. Perasaan yang mungkin saja mampu meluluh lantahkan segala pertahanan dan melunturkan kebencian Jimin perlahan-lahan. Kemarahan yang berujung pada detak jantung yang bertalu tak karuan.
"Tidak, tidak! Berhenti berpikir hal-hal bodoh!" Jimin menunjuk keningnya sendiri. Seolah-olah sedang memarahi orang yang berbeda. Nyatanya itu adalah kemelut isi kepalanya sendiri.
"Kau memang bodoh. Jadi sekarang menyingkir, karena kau menghalangi jalan." Itu adalah Yoongi, melengos sambil menyenggolkan pundaknya dengan Jimin untuk menaiki kapal.
Tidak hanya Yoongi, seluruh awak kapal Hawkins Jack juga sedang berbondong-bondong menuju kapal. Layaknya sudah terprogram di belakang kepala, mereka semua segera kembali memegang tugas masing-masing untuk mempersiapkan pelayaran.
Sebenarnya, selama dua hari ini juga, kapal sedang diperbaiki. Membenahi beberapa bagian yang rusak akibat benturan saat badai, ataupun mengganti benda-benda yang sudah tidak layak pakai. Tak lupa mengisi ulang persediaan bahan-bahan makanan untuk Galley.
Jimin berdiri di pinggir daratan, memandangi kapal besar di depan mata. Ia menghela berat, ada sekian pertanyaan yang berkeliling di atas kepalanya. Terutama ... Apakah ia harus kembali terjebak di dalam kapal dan mengarungi semudera kembali? Bergerak semakin jauh dari kota kelahirannya?.
Lalu Jimin membalik tubuhnya untuk mengedarkan pandangan ke segala sisi pulau Sea-maien. Pulau itu sangat indah, bahkan Jimin serasa bermimpi bisa menginjakkan kakinya di sana. Terbesit suatu rencana untuk melarikan diri dan bersembunyi di salah satu sudut terpencil pulau. Meringkuk sekecil mungkin sampai kapal Jungkook meninggalkan daratan.
Akan tetapi itu terdengar mustahil. Mungkin Jimin bisa lolos dari kapal Jungkook, tetapi ia tidak akan bisa lolos tersesat pada pulau antah berantah dan terpencil seperti Sea-maiden. Bahkan mungkin ia akan terjebak selamanya di sini. Mengingat pulau ini tidak tergambar sekalipun pada peta-peta dunia yang dimiliki oleh armada kelautan Britania.
"I'm so doomed." Gumamnya nelangsa. Memang tidak ada pilihan lain selain terus bergerak bersama dengan kapal Hawkins Jack. "Sekarang apa yang harus aku lakukan?"
"Naik kapal dan jadi anak baik di dalam kabin."
Jimin tersentak tiba-tiba. Seseorang berbisik tepat di telinganya. Ia langsung menoleh dan menegang mendapati Jungkook berdiri tepat di samping tubuhnya. Mata pria dewasa itu menelisik pada Jimin, seperti sedang menguliti isi pikiran Jimin satu-persatu.
"Tunggu apa lagi?" Dagu Jungkook bergerak menunjuk kapalnya. "Naik."
Jimin menyipitkan matanya. "Aku tidak mau."
Kini Jungkook menajamkan netranya. Pandangannya teramat intens untuk menekan keberanian Jimin. "Jadi kau memilih cara kasar?" Tuturnya secara lugas.
"Ck! Bisa tidak kau sehari saja tidak mengumbar ancaman?" Jimin menjadi jengkel seketika. Ia langsung melangkahkan kaki-kakinya menjauhi Jungkook. Memilih untuk segera menaiki kapal. Tidak ingin berlama-lama juga bersisian dengan Jungkook, apalagi kejadian selama dua malam yang lalu terus terngiang di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
🔅 Stealth 🔅 》KookMin
הרפתקאות. "Dengar, manis, apapun yang telah memasuki kapal ini, akan selalu menjadi milikku." Remedy.... Seingat Jimin, ia baru saja memejamkan mata setelah menjalani aktifitas yang berat, maklum dia...