Riak gelombang berdesik sayup-sayup. Bilurnya teracak, membuka jalan bagi bahtera kayu yang melesat memberai samudra. Arah mata angin mendukung seperti Dewi Fortuna yang tengah memayungi. Seakan alam sedang bersanding dengan sebuah kelaliman bagi seorang pemuda manis.
Jika biru dari bahar bergerak-gerak tak tenteram, maka ada biru lainnya yang terdiam membisu. Menerawang kosong pada dinding kabin, dan membiarkan seorang dokter memeriksa keadaan tangannya. Satu warna biru lagi yang menjadi pelengkap, namun kali ini biru itu berwujud memar menyakitkan di pergelangan tangan mungil.
"Tshhh..." Ringisan meluncur tanpa bisa dicegah. Bibir yang semula terkunci mengesah karena sentuhan di titik memarnya. Memar yang diperoleh atas perlakuan kasar dari seseorang yang kehilangan kewarasannya.
"Ma-maaf, tuan." Seorang laki-laki muda, mungkin lebih tua beberapa tahun, langsung menghentikan pergerakannya dan menjauhkan tangannya dari kulit sehalus kapas. Ia diliputi ketakutan setelah membuat seorang tuan muda kesakitan.
"Tidak apa, kau tidak perlu sepanik ini." Pemuda Oswald mengernyit pada respon yang berlebihan. Padahal ia hanya mengesah, tidak membentak ataupun memukul.
Kendati sudah menerima konfirmasi dari Jimin, bahwa tidak ada masalah yang perlu dibesar-besarkan, laki-laki yang berprofesi menjadi dokter tetap bergetar ketakutan. Ia tersentak usai mendengar rintihan Jimin, bahkan menjauhkan dirinya dari pemuda darah biru. Kepalanya langsung dipenuhi oleh kalimat-kalimat ancaman sebelum memasuki kabin di mana Jimin berada.
"Apa Oscar mengatakan sesuatu kepadamu?" Kernyitan di pertengahan pasang alis semakin menukik dalam, Jimin jelas tahu ada yang janggal dengan sikap dokter kapal. Pun dugaannya langsung berlari kepada dalang kerusuhan sejak kemarin.
"Ti-tidak, tuan. Tu-tuan Oscar tidak mengatakan a-apapun." Lisan terbata terlayang untuk menjawab pertanyaan Jimin. Bola mata sang Dokter berlarian menghindari tatapan sapphire biru.
Jimin jelas tahu ada kebohongan putih yang terselip. Mana mungkin hanya mendengar dirinya 'mengaduh' bisa membuat seorang laki-laki berperawakan besar ketakutan setengah mati. Pasti ini semua berhubungan dengan ulah Oscar.
Ngomong-ngomong soal Oscar, laki-laki itu tidak muncul sama sekali sedari malam lalu. Oscar hanya mengirimkan seorang dokter untuk mengobati memar di tangan Jimin. Hal itu tentu membuat Jimin was-was pada misteri kegilaan Oscar yang mungkin masih berbuntut panjang dan semakin menjadi-jadi.
"Oh?! Ya Tuhan!"
Lamunan singkat terbuyarkan oleh pekikan suara berat yang tercekat. Jimin refleks menoleh dan mendapati kedua mata dokter kapal sedang terpaku pada sesuatu di pergelangan tangannya. Sesuatu itu adalah tato simbol Hawkins Jack. Ukiran karya seni yang masih sangat baru, terlihat dari ruam merah di sekitaran pola gambar.
Membuat Jimin terkesiap, dan cepat-cepat membenahi lengan pakaiannya yang tersingkap.
"Tu-tuan, itu....i-itu-"
"Rahasiakan hal ini." Jimin lekas menyerobot. Kekhawatiran datang menyelimuti benaknya. Dokter yang tidak tampak berbahaya di depannya, bisa berubah menjadi orang berbahaya jika membocorkan apa yang sudah disaksikannya.
"Tapi, tuan. Itu adalah simbol penjaha-"
"Jangan. Jangan katakan apapun kepada Oscar." Sapphire biru menatap dengan pendar bercampur permohonan, antisipasi, dan juga gelisah. Gelisah membayangkan Oscar akan melakukan sesuatu jika sampai mengetahui lambang bajak laut tercetak di atas kulit seorang bangsawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
🔅 Stealth 🔅 》KookMin
Macera. "Dengar, manis, apapun yang telah memasuki kapal ini, akan selalu menjadi milikku." Remedy.... Seingat Jimin, ia baru saja memejamkan mata setelah menjalani aktifitas yang berat, maklum dia...