Rapuh 17

1K 44 0
                                    

"Assalamu'alaikum, Sin,"  sapa Laras dengan suara parau kepada wanita yang ia panggil "Sin" disambungan telfonnya.

"Wa'alaikumsalam. Suara kamu kenapa, Ras? Kamu habis nangis ?" terdengar nada panik dari wanita itu.

"Sinta....," rengek Laras dalam isaknya.

Yah, wanita itu adalah Sinta. Pasti kalian masih ingatkan dengan Sinta dan juga Tasya? Mereka adalah sahabat Laras yang menemani Laras berhijrah.

"Ras, jangan bikin aku panik gini, dong. Kamu kenapa? Kamu dimana sekarang, biar aku dan Tasya kesana sekarang?!"  Sinta semakin dibuat kalang kabut oleh isakkan Laras yang semakin kencang, yang menandakkan kalau sahabatnya kini benar-benar menanggung masalah yang berat.

"Atau kamu ke rumahku, Ras. Suamiku lagi diluar kota, nih.  Biar nanti aku suruh Tasya juga ke sini," pinta Sinta pada Laras yang masih sesenggukkan.

Suami Sinta dan juga Tasya adalah pengusaha yang sukses. Mereka memiliki cabang perusahaan diberbagai kota. Suami Sinta,  Tengku Affandi, kini berada diluar kota untuk mengunjungi perusahaannya yang ada di Kalimantan. Sedangkan suami Tasya, Bagas Khairul Anam, kini berada di Kanada untuk mengurus cabang perusahaannya di sana.

"A-aku ke situ," putus Laras akhirnya.

"Iy...,"

Sambungan telfon terputus sebelah pihak oleh Laras tanpa mengucapkan salam. Sudah dipastikan, diseberang sana Sinta sedang mencak-mencak tak jelas karena dia belum selesai bicara, tapi telfon ditutup begitu saja.

Sebelum Laras melajukan mobilnya ke rumah Sinta, dia sengaja mengirimkan pesan untuk Bi Minah kalau hari ini dia ada jadwal operasi di rumah sakit, jadilah dia harus menginap di rumah sakit. Bohong, itu lah yang Laras lakukan saat ini demi menghilangkan sesak di hatinya yang kian menjadi setiap bertemu dengan Fahmi ataupun Nisa. Biarlah dia merasakan tenang untuk semalaman ini, setidaknya dia memiliki waktu untuk menambah energinya lagi dan harus siap menghadapi hari-hari selanjutnya.

Laras melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sesekali dia menghapus air matanya dan menghembuskan nafas berat.Tak butuh waktu lama, mobil Laras sudah memasuki halaman luas milik Sinta. Entah dia yang terlambat atau Tasya yang terlalu semangat hingga mobilnya sudah terparkir dengan cantik di halaman rumah Sinta.

Belum juga Laras mengucapkan salam, pintu rumah Sinta sudah terbuka lebar dan kedua sosok wanita dengan hijab menutupi dada sudah menarik Laras dalam pelukan mereka.

Pecah sudah tangis Laras. Lemah, hanya itu kondisi Laras saat ini. Wanita mana yang tidak lemah ketika rumah tangganya berada dalam kondisi renggang. Apalagi rumah tangga yang sudah terjalin sangat lama, kini berada diambang kehancuran hanya karena kecelakaan. Sinta dan Tasya membawa Laras ke ruang tamu. Baru saja mereka duduk, pembantu Sinta datang membawakan coklat panas kesukaan mereka.

"Sekarang cerita, Ras. Ada apa?" tanya Sinta memulai percakapan.

Laras masih diam dalam isakkannya. Dia bingung, haruskah dia menceritakan masalah rumah tangganya kepada mereka? Walaupun mereka adalah sahabatnya, tetapi urusan rumah tangga tidak berhak diketahui orang lain karena itu adalah suatu aib. Sedangkan orangtua Laras tidak mengetahui masalah ini, karena kalau sampai Mamanya Laras tau, sudah dapat dipastikan Laras akan dijauhkan dari Fahmi.

Namun, memendam permasalahan sendiri hanya akan menambah sakit. Sebesar apapun masalahnya, kita tetap butuh oranglain sebagai sandaran, walaupun Allah adalah sandaran paling utama.

Dalam Tangisan Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang