Rapuh 19

1.1K 59 13
                                    

Nisa mengerjapkan matanya perlahan, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Setelah cukup sadar, hanya satu yang Nisa cari. Fahmi, entah dimana laki-laki itu berada yang pasti kasur disisinya kini kosong tanpa penghuni.

Nisa melirik jam dinakasnya, masih menunjukkan pukul 4 pagi. Dia terlambat shalat tahajud, mungkin karena dia cukup lelah. Wajah Nisa memerah begitu saja ketika dia mengingat kejadian semalam. Malu dan bahagia, itu yang Nisa rasakan saat ini.

Tak mau mengulurkan waktu, Nisa segera menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dua puluh menit dia berada didalam kamar mandi, dan sekarang dia sudah terlihat lebih segar. Nisa segera menggelar sajadahnya dan berzikir sembari menunggu azan subuh.

"Bi Minah, Mas Fahmi di mana?" tanya Nisa saat dia menghampiri Bi Minah yang sedang memotong ayam. Bi Minah menoleh dan tersenyum hangat.

"Saya kurang tau ke mana, Nya. Tapi tadi habis shalat subuh, Tuan sudah pakai jas dan langsung pergi terus gak bilang apa-apa," jawab Bi Minah sambil tersenyum.

Nisa hanya ber oh ria, lalu membantu Bi Minah mencuci ayam. Sejujurnya baru ini Nisa membantu memasak. Biasanya hanya Laras yang memasak setiap pagi, sedangkan tugas Bi Minah dan Nisa hanya membereskan rumah.

Dulu, Nisa sempat bertanya kepada Laras kenapa dia melakukan ini, padahal sudah ada Bi Minah yang memasak dan membereskan rumah.

Laras bilang ini adalah tugas istri, sebelum ada pembantu dia yang memasak dan Fahmi hanya menyukai masakannya, walaupun Laras menjawab pertanyaan Nisa dengan nada datar dan yang pasti tatapan menakutkan, tapi tetap saja itu membuat Nisa bahagia karena Laras sudah mau menjawab pertanyaannya.

Hal itu jelas membuat Nisa semakin mengagumi Laras. Semarah-marahnya dia kepada Fahmi, tapi tetap saja tidak mengurangi kepatuhannya kepada suaminya. Bagi Nisa, laras adalah istri yang sangat baik. Mungkin karena kedatangannya yang membuat Laras seperti orang jahat walaupun tetap takkan menghilangkan hati malaikat dari dirinya.

"Bi, nanti siang aku mau berkunjung ke makannya, Abah," kata Nisa tanpa mengalihkan pandangan dari ayam yang sedang dia bersihkan.

"Sendirian, Nya? Atau mau bibi temenin?" tanya Bi Minah.

"Sendiri aja, Bi. Insya Allah, sebelum asar sudah sampai rumah," jawab Nisa lagi sambil tersenyum menatap Bi Minah yang terlihat mengkhawatirkannya.

"Yasudah kalau begitu, Nya. Tapi Nyonya harus hati-hati, yah," ucap Bi Minah sambil tersenyum kearah Nisa.

"Iya, Bi," jawab Laras dengan tatapan hangatnya.

Sedangkan dilain tempat, Fahmi menyusuri lorong rumah sakit dengan tergesa dan jangan lupakan dengan wajah panik yang terpancar jelas dari wajah tampannya.

Bagaimana tidak panik,  ketika wanita yang sangat dia cintai tidak ada di ruangannya dan setelah dia tanya kepada suster dan dokter di sana, ternyata dari semalam Laras tidak datang ke rumah sakit. Lebih parahnya, hari ini Laras izin untuk tidak masuk kerja.

"Kemana kamu, Ras?" monolog Fahmi pada diri sendiri dengan wajah frustasi.

Fahmi menghubungi lagi nomor Laras, tapi lagi-lagi hanya operator yang menjawabnya dan mengatakan kalau nomor yang dituju sedang tidak aktif.  Fahmi menuju mobilnya dan melajukan mobil diatas rata2. Mobilnya berhenti tepat ketika lampu merah.

Dalam Tangisan Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang