Nisa menghembuskan nafas berat beberapa kali. Sudah tiga hari ini, suaminya benar-benar seperti orang yang kehilangan arah. Sikapnya semakin dingin, bahkan terkadang tak mengeluarkan suara apa pun seharian.
Belum lagi kepergian kakak madunya yang tak tahu ke mana, membuat Nisa yakin ada sesuatu yang terjadi dan dia tak mengetahui itu. Karena tak mau menebak-nebak yang tak baik, Nisa selalu menghubungi kakak madunya selama tiga hari ini. Namun, tak ada satu pun pesannya yang dibalas dan tak ada satu pun telefonnya yang diangkat. Ah, tidak. Bukan tidak diangkat, tapi memang ponselnya sama sekali tak bisa dihubungi. Selalu saja operator yang menjawab dengan jawaban yang sama. Yaitu, 'nomor di luar jangkauan'.
Khawatir? Tentu saja. Bukankah sudah berkali-kali, Nisa mengatakan kalau dia menganggap Laras sebagai kakaknya? Jadi, rasa khawatir itu tentu saja ada. Bahkan, selalu. Menggerogoti dia setiap hari. Membuat tidurnya selalu tak tenang. Terlebih suaminya yang tak pernah tidur dengannya selama Laras pergi, membuat dia semakin merasa gelisah.
Tak tahan dengan kediaman Fahmi, Nisa berjalan mendekati suaminya yang duduk sendirian di ayunan depan rumah. Setahu Nisa, ayunan itu adalah tempat kesukaan Laras ketika dia berada di rumah. Terkadang, dia juga melihat Fahmi dan Laras duduk di sana. Jadi, Nisa dapat pastikan kalau suaminya itu sangat merindukan Laras.
"Apa ada masalah yang tidak aku ketahui, Mas?" tanya Nisa langsung. Membuat Fahmi menoleh ke arahnya, tapi hanya sepintas. Karena setelahnya, dia kembali menatap ke arah gerbang. Mungkin berharap Laras datang.
Nisa menghembuskan nafas berat. Dia duduk di samping Fahmi.
"Bukankah aku juga istrimu, Mas? Lalu, kenapa kamu menganggapku seolah-olah orang luar? Kita tinggal satu atap. Bukankah seharusnya setiap ada permasalahan, harus kita selesaikan bersama?" tanya Nisa dengan suara lirih. Dia menatap Fahmi dari samping. Suaminya itu memang sangat tampan. Pantas saja dia bisa jatuh cinta begitu dalam pada pria di sampingnya ini. Bahkan, kalau dia bisa, dia ingin sekali egois. Memiliki Fahmi seutuhnya dan membuat Fahmi hanya mencintainya. Namun, semuanya hanyalah angan.
Benar kata Armada, yang mengatakan, ‘aku hanya punya hatimu, tapi tidak ragamu’. Dan ternyata, itu sangat-sangat menyakitkan.
Merasa tak ada jawaban yang akan keluar dari mulut suaminya, membuat Nisa menghembuskan nafas berat.
Nisa berdiri dari duduknya. "Baiklah kalau kamu gak mau cerita, Mas. Gak pa---"
"Laras meminta cerai...," lirih Fahmi, memotong ucapan Nisa.
****
Wahhh ... gimana, nih???
Laras minta cerai 😖
Kira-kira, Fahmi bakal ngambil keputusan gimana, yah???
Masa iya mereka cerai beneran?Gimana, nih, menurut kalian?
Pada kepo dengan kelanjutan kisah cinta Laras dan Fahmi, gak, nih? 😆
Yuk, buruan dipinang novelnya.Sebentar lagi tanggal 06 oktober. PO bakal berakhir 😩
Hayuk, lah, dipinang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tangisan Senja
SpiritualFollow dulu, ya, sebelum baca .... Apa jadinya jika kebahagiaan dalam hubungan halal, harus lenyap seketika hanya karena orang ke tiga? Apa ada yang namanya keikhlasan, jika cinta yang awalnya utuh kini telah terbagi? Bertahan atau melepas? Keduany...