Laras menghembuskan nafasnya perlahan. Dia mulai mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu dihadapannya, tapi lagi-lagi ragu menyerangnya yang membuat tangan yang mengambang itu turun lagi.
Laras melirik Fahmi yang berdiri di tangga, senyum mengembang milik Fahmi seolah memberikan semangat untuk Laras.
Lagi, Laras menghembuskan nafasnya perlahan. Mencoba menguatkan tekad. Dia mulai mengangkat tangannya lagi dan kali ini berhasil. Laras mengetuk pintu tiga kali lalu pintu terbuka sempurna. Menampilkan Nisa dengan balutan mukenahnya berwarna dasty pink, jangan lupakan dengan tatapan heran bercampur wajah piasnya. Mungkin yang dia fikirkan saat ini adalah Laras akan memarahinya.
Nisa sempat berfikir. Apa yang sudah dia lakukan hingga Laras akan memarahinya? Apa dia sudah melakukan kesalahan?
"Nis...," lirih Laras karena melihat Nisa hanya mematung di tempatnya dengan wajah pucat.
"Eh! I-iya, Mbak?" tanya Nisa takut-takut.
"Boleh kita bicara sebentar?" tanya Laras dengan lembut. Kalau kalian kira Laras tidak menahan sakit hatinya, maka kalian salah. Laras saat ini sedang berperang antara ego dan hatinya. Hatinya teramat sakit, tapi dia tidak boleh egois terlebih lagi saat ini Nisa sedang mengandung.
"I-iya, Mbak. Masuk, Mbak," ucap Nisa mempersilahkan Laras masuk ke kamarnya.
Laras mendudukkan dirinya di sofa diikuti Nisa yang duduk di sampingnya dengan jarak yang lumayan jauh. Jaga-jaga kalau sampai Laras mengamuk dan malah membahayakan anaknya.
"Tidak-tidak! Mbak Laras, tidak sejahat itu. Mungkin ada hal penting yang akan dia bicarakan," batin Nisa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan fikiran-fikiran buruk yang melingkupi dirinya.
"Aku... minta maaf, Nis...."
Deg!
Nisa mematung ditempatnya. Antar kaget dan bahagia. Suasana hatinya tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata untuk saat ini. Hidupnya terasa dipenuhi bunga yang membuat hidupnya bahagia bahkan sangat bahagia hari ini.
"Nis... aku tau aku terlalu egois, maafkan aku," Lirih Laras lagi yang langsung membuyarkan lamunan Nisa.
Nisa langsung menubruk tubuh Laras, untung saja Laras bisa menahan tubuhnya kalau tidak pasti dia sudah jatuh saat ini.
"Maafkan aku, Mbak. Aku tidak bermaksud menyakiti, Mbak Laras. Aku tidak tau kalau aku akan jadi benalu di keluarganya, Mbak Laras. Aku minta maaf, Mbak," lirih Nisa masih dalam pelukan Laras, perlahan Laras membalas pelukan Nisa. Seukir senyum menghiasi bibir Laras. Ternyata Nisa tak seperti yang dia fikirkan selama ini. Nisa adalah sosok wanita yang sangat pemaaf dan baik hati, tidak seperti dirinya yang terus dikuasai oleh ego dan amarah.
"Aku sayang sama, Mbak Laras. Aku nganggap, Mbak Laras, seperti kakakku. Jangan membenci Nisa lagi yah, Mbak. Nisa sakit melihat Mbak Laras seperti itu," keluh Nisa disela isaknya.
"Maafkan aku, Nis. Aku akan berusaha lebih baik lagi. Jaga kandungan kamu baik-baik. Sebentar lagi kamu melahirkan kan?" tanya Laras yang langsung di angguki oleh Nisa.
Laras melerai pelukannya. Dia menatap Nisa dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia akan berusaha untuk menerima Nisa dan juga mengobati hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tangisan Senja
SpiritualFollow dulu, ya, sebelum baca .... Apa jadinya jika kebahagiaan dalam hubungan halal, harus lenyap seketika hanya karena orang ke tiga? Apa ada yang namanya keikhlasan, jika cinta yang awalnya utuh kini telah terbagi? Bertahan atau melepas? Keduany...