Rapuh 24

1.4K 62 11
                                    

Laras terus menangis disujud terakhirnya dalam shalat tahajud malam ini. Dia merasa sebagai seorang wanita yang hina, hingga dia menganggap Allah tidak adil padanya. Dia selalu beranggapan bahwa masalahnya adalah masalah terbesar yang orang lain tak pernah merasakannya. Dia selalu mengeluh dengan masalah hidupnya hingga dia tak pernah menengok sedikit saja bahwa diluaran sana ada yang memiliki masalah hidup lebih besar dari dirinya.

Ceramah yang dia dengar tadi, cukup membuat hatinya meringis nyeri. Laras merasa dirinya adalah manusia yang tak pandai bersyukur.

Flashback on

 

"Tidak ada manusia yang selalu hidup bahagia, tidak pula selalu hidup menderita. Beban yang dipikul terasa berat. Siapapun takkan bisa melihatnya. Sebab, beberapa orang menutupinya dengan kuat.

Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Mereka memiliki luka yang menyayat tak di rasa. Dan memiliki ungkapan yang disembunyikan tak diutarakan kepada orang lain. Mengapa begitu? Karena mereka memiliki Allah tempat mereka berkeluh kesah.

Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya. Karena apa? Karena Allah menyayangi kita. Allah memberikan kita masalah, karena Allah rindu pada kita.

Coba kalau, Shalehah tidak memiliki masalah, pasti akan jarang kan curhat dan berkunjung ke Allah? Tetapi, ketika kalian memiliki masalah, yang pertama kali, Shalehah lakukan adalah memohon kepada Allah. Benar tidak?" tanya Ustadzah Zuhroh pada seluruh wanita yang mengikuti kajian.Kajian yang diadakan hari ini khusus untuk para akhwat.

"Benar!!! " jawab seluruh wanita yang hadir dalam kajian tersebut, tidak terkecuali juga dengan Laras dan juga Nisa.

Laras berkali-kali menghapus air matanya. Dia merasa paling berdosa karena selalu menganggap Allah tidak adil dengan hidupnya.

"Shalehah semua, pasti kalian menganggap disaat kalian memiliki masalah besar kalian akan berfikir 'Allah tidak adil padaku! Mengapa harus aku! Aku hanya ingin bahagia! Mengapa cobaan ini terlalu berat!' kurang lebih seperti itu keluhan-keluhannya. Salah besar kalau Shalehah semua beranggapan seperti itu. Coba sesekali tengok ke belakang. Banyak diantara kita yang bahkan tak bisa makan, tak punya tempat tinggal, baju compang camping, bahkan untuk membeli sesuap nasi mereka rela mengemis dijalanan dan tak jarang mereka mendapat cemoohan, hinaan, dan kata-kata yang menyakiti hati.

Nisa menatap sendu Ustadzah itu. Hingga air mata membasahi pelupuk matanya. Dia pernah menganggap Allah tidak adil karena telah merebut semua kebahagiaannya.

Dia kehilangan Ibu dan Abah, dia membuat pertengkaran dalam keluarga Fahmi dan Laras. Dan kini, dia harus menahan penyakit yang sewaktu-waktu bisa merenggut penyakitnya. Penyakit yang memang dia pendam selama ini hanya karena tak ingin orang lain merasa kasihan padanya.

Lihat hidup Shalehah sekalian, hidup kalian berkecukupan walaupun pas-pasan. Yang masih punya suami, mereka mendapatkan nafkah. Coba lihat yang tidak punya suami. Wanita banting tulang demi sesuap nasi untuk anak-anaknya. Mereka harus berperan sebagai seorang ibu dan ayah sekaligus.

Tapi, tak jarang dari kita memiliki suami yang sudah berpenghasilan masih saja marah-marah karena gaji suami tak cukup untuk membeli skin care. Sadar Shalehah! Hidup tak melulu tentang perawatan. Kita sebagai istri harus siap menerima berapa saja uang yang diberikan oleh suami.

Dalam Tangisan Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang