Laras menghirup dalam udara yang terasa begitu sejuk. Hawa dingin yang menggerogoti kulit, membuat Laras mengeratkan jaket yang dia pakai. Tangannya sesekali saling menggesek, untuk memberikan kehangatan, tapi langkahnya masih tak kunjung berhenti. Dia masih terus mencetak banyak jejak di atas pasir. Jejak yang langsung hilang karena deburan ombak sebagai penghapus.
Laras tak tahu kenapa se-nekad ini mengunjungi pantai, padahal jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Dia bahkan sudah berinisiatif sejak semalam, untuk mengunjungi pantai sekalian salat subuh di Masjid An-Nur.
Perihal izin pada Fahmi, Laras juga tak melakukannya. Jujur, baru kali ini Laras melakukan ini. Sebelum-sebelumnya, dia tak pernah seperti ini. Mungkin paling parah, dia hanya lupa tak izin dan setelah ingat, maka dia akan langsung izin sekaligus meminta maaf. Namun, kali ini tidak. Laras sadar dan ingat kalau dia belum meminta izin Fahmi, tapi dia tak berniat untuk melakukan itu.
"Ternyata gak mudah," lirih Laras yang dia akhiri dengan kekehan mirisnya.
Laras menghentikan langkahnya. Dia menatap ke arah laut yang mulai diterangi temaram sinar mentari pagi. Seandainya ini senja, pasti akan terlihat sangat indah.
Ah, iya. Laras sudah terlalu lama tak mengunjungi senja yang begitu indah. Padahal sebelum takdir berubah begitu kejam, hampir setiap sore, Laras selalu mengunjungi pantai hanya untuk menatap senja yang selalu memanjakan netranya. Namun, tak lagi untuk saat ini. Karena dia lebih memilih menghabiskan waktu untuk menyibukkan diri di rumah sakit. Setelah dia pulang dari rumah sakit, pun, dia hanya akan menyibukkan diri di kamar. Menyusun berbagai rancangan mengenai usaha yang sedang ingin dia bangun dengan kerja kerasnya sendiri. Yaitu, mendirikan sebuah cafe.
"Aku memang sedang berusaha, Mas. Namun, kenapa sesak itu masih saja hadir? Apa aku sanggup bertahan dengan sesak ini selamanya? Kenapa aku malah menjadi seperti orang yang egois? Egois pada hatiku sendiri. Aku mencoba untuk menerimanya, tapi aku tak memikirkan hatiku yang bisa saja akan mati dengan perlahan akibat sesak dan luka yang rasanya semakin menikam setiap saat?" monolog Laras yang pastinya hanya dia saja yang mendengarnya. Karena Laras yakin, hanya dia yang berada di pantai sepagi ini.
Ya, hanya Laras saja. Itu yang berada dalam fikiran Laras. Karena dia tak tahu kalau sebelum dia datang ke tempat ini, ada orang yang lebih dulu berada di sini. Orang yang saat ini tengah mengamati Laras dari pondok tingkat yang menghadap ke arah barat. Arah di mana kita bisa menatap indahnya senja sambil berdzikir. Karena pondok ini sengaja dia buat untuk salat dan tempat menenangkan diri juga hatinya.
"Mau sampai kapan kamu di sana? Seandainya aku berhak atas kamu, pasti aku sudah mendekapmu saat ini juga," lirih pria itu dengan tatapan sendu.
Pria yang tak lain dan tak bukan adalah Syarif, hanya bisa mengepalkan tangannya. Barangkali, dengan begitu dia bisa menahan diri untuk tidak turun dan memeluk Laras saat ini. Dia tak mau ada kesalahpahamin seperti saat itu. Cukup sekali saja kejadian itu, dan dia tak mau kalau sampai terulang lagi.
Bukan karena dia tak mampu melawan Fahmi, dia melakukan semua ini karena dia tak mau melihat Laras kembali bertengkar dengan suaminya yang egois itu.
"Hah! Ternyata cinta serumit ini. Kenapa juga hatiku malah jatuh pada wanita bersuami? Kenapa sebegitu lancangnya hati ini? Ah, menyebalkan! Padahal begitu banyak wanita yang masih sendiri, tapi kenapa malah jatuhnya pada dia?" rutuk Syarif yang sedikit kesal karena hatinya begitu lancang jatuh cinta.
Ya, walaupun ini bukanlah pertama kali dia jatuh cinta, tapi rasanya jatuh cinta kali ini sangat berbeda. Dia merasa hatinya begitu condong, hingga membuat dia sangat sulit melepas.
"Aku ingin bebas!!!" teriakan Laras membuat lamunan Syarif buyar. Dia semakin mengeratkan kepalan tangannya. Sesak sekali melihat wanita yang dia cintai terluka seperti ini.
Bodoh! Bahkan sangat bodoh, lelaki yang sudah melukai hati wanita sebaik Laras. Padahal, begitu banyak lelaki di luaran sana yang sangat ingin memiliki wanita seperti Laras untuk menemaninya di hari tua hingga di akhirat kelak. Namun, bodohnya seorang Fahmi yang malah menyia-nyiakan dan membuat Laras terluka.
Seandainya saja bisa, Syarif pasti sudah membawa Laras pergi dari keadaan yang begitu kejam padanya. Membawa Laras pergi jauh, hingga dia bisa melupakan luka yang membuat hatinya mati secara perlahan. Membawa Laras pergi jauh, hingga tak ada celah bagi luka untuk memasuki hatinya lagi. Yang ada hanya kebahagiaan dan air mata haru selalu menggelilingi Laras. Namun, sayang seribu sayang. Karena itu hanya sebuah pengandaian yang mungkin saja tak akan pernah terjadi. Mungkin saja. Namun, kemungkinan itu bisa saja berubah kalau takdir berbaik hati untuk menyatukan Syarif dan Laras.
"Aku terluka, Mas! Sungguh, hatiku sakit! Sangat sa ... kit ...," teriakan Laras diakhiri dengan suara putus-putus. Dia memukul dadanya lemah. Kenapa rasanya sesesak ini?
Sesak yang membuat pandangannya perlahan memudar. Temaram cahaya mentari, menjadi gelap kembali. Bukan mentari itu tertutup awan, tapi karena netra Laras yang mulai memejam.
Bruk!
"Laras!" teriak Syarif saat melihat Laras yang sudah tersungkur di atas pasir.
Dia menuruni tangga kayu dengan cepat. Berlari cepat ke arah Laras. Tangannya mencoba membangunkan wanita yang dia cintai itu. Namun, nihil. Tak ada pergerakan sama sekali. Yang ada hanyalah tubuh Laras semakin dingin. Mau tak mau, Syarif menggendong Laras dan membawanya masuk ke dalam mobil. Menidurkan wanita itu di kursi belakang.
"Bertahan, lah, Ras. Aku mohon. Kalau sampai kamu kenapa-kenapa, akan aku pastikan suami kamu itu menyesal," lirih Syarif dengan begitu paniknya. Dia melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Beruntung jalanan masih renggang karena sekarang masih terlalu pagi.
"Bertahan, Ras ...," lirih Syarif dengan menatap Laras dari spion depan.
***
Assalamu'alaikum, semua!!!
Laras ganti judul, nih. Lebih keren, kan? 😂
Semoga kalian suka, deh, sama judul barunya
👉👈Ah, iya. Maaf banget, nih, karena lama gak update 🙏😥
Doakan aja, yah, semoga aku gak sibuk-sibuk lagi. Biar bisa update terus 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Tangisan Senja
SpiritualFollow dulu, ya, sebelum baca .... Apa jadinya jika kebahagiaan dalam hubungan halal, harus lenyap seketika hanya karena orang ke tiga? Apa ada yang namanya keikhlasan, jika cinta yang awalnya utuh kini telah terbagi? Bertahan atau melepas? Keduany...